Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta- Ketua Harian Dewan Energi Nasional (DEN), Bahlil Lahadalia menegaskan penerapan biodiesel dengan kandungan 40 persen bahan bakar nabati (BBN) berbasis minyak sawit atau B40 akan diterapkan per 1 Januari 2025. Lalu, pada 2026, pemerintah bakal langsung menerapkan B50.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Insya Allah 2026 kita sudah masuk ke B50, 1 Januari 2025 kita sudah go dengan B40,” kata Bahlil dalam rapat bersama Komisi XII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senin, 2 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ini, peningkatan persentase BBN akan membuat ketergantungan impor energi di Indonesia bisa ditekan. Bahlil optimistis, saat B50 sudah diterapkan pada 2026 impor solar bisa dihentikan. Pasalnya, persentase BBN yang bisa diproduksi di dalam negeri sudah semakin tinggi. “Kalau B50 sudah kita adakah di 2026, insya Allah kita tidak lagi impor solar. Produksi dalam negeri cukup dengan konversi B50,” ujarnya.
Sebelumnya, sejumlah kajian telah meningkatkan bauran biodiesel. Direktur Bioenergi Kementerian ESDM Edi Wibowo mengatakan Indonesia membutuhkan tambahan tujuh hingga sembilan pabrik pengolahan minyak kelapa sawit atatau crude palm oil (CPO) menjadi biodiesel untuk dapat memproduksi bahan bakar jenis B50.
Penambahan pabrik pengolahan CPO ini bertujuan untuk menutupi kekurangan pasokan biodiesel untuk B50. Berdasarkan hitungannya, kebutuhan biodiesel untuk B50 mencapai 19,7 juta kiloliter, sedangkan kapasitas produksi Bahan Bakar Nabati (BBN) saat ini baru mencapai 15,8 juta kilo liter.
“Masih ada shortage sekitar 3,9 juta kilo liter. Untuk itu, perlu dibangun lagi sekitar tujuh sampai sembilan pabrik, atau nanti meningkatkan kapasitas dari pabrik-pabrik yang ada,” ujarnya dalam acara 20th Indonesian Palm Oil Conference and 2025 Price Outlook (IPOC 2024), Kamis, 7 November 2024.
Edi menyebut, kekurangan pasokan itu, membuka peluang investasi bagi pelaku usaha. Mengingat, untuk merealisasikan B50 membutuhkan penanaman modal sebesar US$ 360 juta.
"Sebenarnya peluang investasi juga kalau nanti pemerintah harus taruh sekitar hampir 360 juta dolar AS untuk tambahan investasi tadi," kata dia. "Kalau pabriknya tetap, mungkin apakah nanti akan mundur itu aja implementasi dari B50-nya," lanjutnya.
Adapun mengenai rencana penerapan B40 tahun depan, Eddy mengatakan, kementeriannya telah menghitung bahwa masih terdapat kekurangan kapasitas produksi sebesar 0,3 juta kilo liter. Namun, hal ini, kata dia masih bisa disiasati dengan meminta Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BUBBN) untuk meningkatkan kapasitas produksinya.
Grace Ghandi berkontribusi pada artikel ini.