Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Bahlil Singgung Krisis Ekonomi di Inggris dan Lonjakan Inflasi di AS: Jika Tidak Waspada ...

Menteri Investasi sekaligus Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyatakan krisis di Inggris adalah contoh potensi musibah ekonomi secara global.

5 Oktober 2022 | 20.23 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan krisis yang terjadi di Inggris adalah contoh potensi musibah ekonomi secara global. Kalau tidak hati-hati, menurut dia, Indonesia bisa saja terkena dampaknya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Semua ini bisa menjadi potensi musibah global, termasuk Indonesia," kata Bahlil saat menjadi pembicara di Institut Teknologi Bandung (ITB) yang disiarkan lewat YouTube BKPM, Rabu, 5 September 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Oleh karena itu, krisis di Inggris ini penting disampaikan agar warga negara Indonesia tetap waspada. "Kalau kita tidak waspada, bukan tidak mungkin kita bisa punya nasib yang sama dengan negara lain," ujar Bahlil. "Semua pihak harus waspada terhadap krisis ekonomi global karena isunya hanya dua pengendalian Covid dan pemulihan ekonomi."

Lebih jauh, Bahlil memaparkan bahwa Presiden Jokowi telah membawa pertumbuhan ekonomi Indonesia ke level yang cukup baik dibandingkan negara lain di G20. "Pertumbuhan ekonomi kita 5,44 persen, ini terbaik dari negara G20. Inflasi terkendali di bawah 5 persen. Inggris sudah hampir 10 persen, Amerika juga sama," ucap Bahlil.

Ia mengungkapkan krisis ekonomi di Inggris terjadi setelah harga sejumlah bahan pokok melonjak. “Inggris negara yang begitu hebat, kita lihat baca di media sekarang untuk mencari makanan saja sudah susah, belum lagi harga gas melambung tinggi. Bahkan di beberapa apartemen, gasnya mulai dikunci agar tidak dapat digunakan untuk pemanas,” ujarnya. 

Krisis di Inggris terjadi semenjak pemerintah memberlakukan kebijakan penurunan pajak dan subsidi gaji tenaga kerja, namun hal ini di respons negatif oleh sektor keuangan. "Kebijakan anggaran negara mereka di Inggris untuk turunkan pajak dan subsidi tenaga kerja direspons negatif sektor keuangan. Bahkan, akhirnya nilai poundsterling turun, dan harga dolar naik," kata Bahlil.

Ia membeberkan bahwa nilai tukar poundsterling jeblok hingga lebih dari 20 persen setelah pemerintah inggris mengumumkan paket kebijakan fiskal pada 21 September 2022. Salah satunya yaitu pemotongan pajak pendapatan yang diperkirakan sangat berdampak ke pendapatan negara.

Saat ini tingkat inflasi di Inggris sudah mencapai 9,4 persen di bulan September, menurut Bahlil, jauh lebih tinggi dari Indonesia yang hanya 4,4 persen di bulan Agustus. Ia juga mengutarakan kondisi di negara tersebut semakin tidak kondusif, padahal Inggris bagian dari negara maju.

NABILA NURSHAFIIRA 

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus