Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lie Hendy bergegas menuju ruang pertemuan di lantai 14 kantor Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Rabu pagi pekan lalu. Ia terlambat lima belas menit dalam pertemuan antara nasabah Diamond Investa dan direksi PT Asuransi Jiwa Bakrie Life itu.
Saat Lie tiba di ruang rapat, Direktur Utama Bakrie Life Timoer Sutanto sedang menjelaskan bahwa perusahaannya akan berbicara dengan nasabah di kota lain mengenai pembayaran dana nasabah. Walhasil, pelunasan dana nasabah sebesar Rp 270 miliar kembali mundur. Timoer berjanji pertemuan lanjutan akan digelar setelah ia kembali dari keliling daerah, dua pekan mendatang. "Sudah tiga tahun kami mengalah sedemikian rupa," kata Lie kecewa.
Sengketa ini bermula pada 2008. Ketika itu Bakrie Life gagal membayar dana nasabah setelah mengaku rugi akibat guncangan krisis ekonomi. Akibatnya, dana milik 200 nasabah sebesar Rp 360 miliar terpaksa diutang.
Sesuai dengan perjanjian, 25 persen utang pokok dicicil empat kali setiap akhir triwulan pada 2010. Skema serupa berlaku pada tahun berikutnya. Terakhir, sisanya sebanyak 50 persen dibayar langsung pada Januari 2012. Tapi realisasinya jauh panggang dari api. Bakrie sampai saat ini baru membayar dana pokok sebesar 16 persen.
Para nasabah mengaku sadar posisinya serba repot. Karena itu, mereka tak mau terlalu ngotot, termasuk dalam pertemuan pekan lalu. Meski kesal, mereka akhirnya setuju untuk menunggu dua pekan lagi. "Kami berhati-hati, tidak mungkin menantang mereka," kata Lie.
Nasabah lain, Yoseph, juga bilang tak bisa berbuat banyak. "Mau tidak mau kami harus terima, daripada mereka tidak mau bertemu lagi," ujarnya.
Freddy Kusharyono, yang datang dari Bandung, tiba saat pertemuan sudah bubar. Padahal nasabah berusia 66 tahun ini sudah siap dengan beberapa perlengkapan unjuk rasa. Ada beberapa gulungan karton berisi ungkapan protes dan pengeras suara. Tapi, karena telat, Freddy akhirnya ke luar gedung, lalu memasang karton-karton itu. Isinya, antara lain, "Nasabah Bakrie sudah lama didzolimi. Tolong Bapepam!" dan "Bapepam pelindung rakyat, kami percayakan nasib nasabah Bakrie Life".
Tidak sampai 15 menit, aksi pajang karton nasabah Bakrie Life itu sudah selesai. Ketika kembali ke dalam gedung, Freddy diminta menemui dua perwakilan Bapepam bidang perasuransian. Ia mendapat penjelasan mengenai beberapa hasil pertemuan sebelumnya.
Freddy juga menerima draf perjanjian, berisi skema pembayaran baru yang akan diperjelas pada akhir April mendatang. Intinya, Bakrie menyatakan akan membayar nasabah sebesar Rp 4 miliar setiap bulan selama satu atau dua tahun. Setelah itu ,baru sisanya dilunasi.
Para nasabah menilai skema model ini tidak wajar. Nilai pembayaran per bulan dianggap terlalu kecil, sehingga butuh waktu lama sebelum mencapai pelunasan. Nasabah akan kehilangan nilai uang yang seharusnya bisa diinvestasikan lagi. "Kami inginnya dibayar Rp 10 miliar tiap bulan," kata Freddy. Mereka juga menuntut adanya garansi bank, untuk jaga-jaga jika Bakrie kembali ingkar janji.
Timoer Soetanto enggan menjawab apakah permintaan nasabah akan dipenuhi atau tidak. Menurut dia, pada pertemuan itu, Bakrie Life hanya menyampaikan rencana pembaruan skema pembayaran. "Kami masih menampung feedback nasabah untuk disampaikan kepada pemegang saham," katanya.
Timoer memastikan para pemegang saham sudah berkomitmen menyelesaikan masalah ini. "Kami masih berunding. Garansi bank tidak mungkin, jadi jaminan lain," ujarnya.
Hampir bisa dipastikan harapan Lie, Freddy, dan kawan-kawan masih jauh panggang dari api. "Kami akan terus meminta Bakrie Life untuk bertemu dan menanggapi permintaan nasabah dengan sebaik-baiknya," kata Kepala Biro Perasuransian Isa Rachmatarwata.
Eka Utami Aprilia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo