Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah segera membuka koridor bebas Covid-19 untuk memulihkan industri pariwisata di Bali.
Koridor bebas Covid-19 akan mendorong bisnis pariwisata di Indonesia.
Sejumlah daerah wisata mengajukan diri untuk menjadi koridor bebas Covid-19.
JAKARTA – Rencana pemberlakuan free covid corridor (FCC) atau zona wisata khusus bebas Covid-19 di Bali memasuki tahap akhir. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan sedang mempercepat penyusunan teknis program FCC, pekan ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, rancangan program ini akan dibahas dalam pertemuan bersama Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Perhubungan, pemerintah Bali, serta Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. “Kami akan segera menentukan time table FCC atau green zone ini,” kata dia kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Desa adat Ubud di Kabupaten Gianyar dan pusat resor Nusa Dua di Kabupaten Badung, Bali, akan menjadi zona khusus pertama untuk program tersebut. Sandiaga menyebutkan kedua area itu dipilih karena tren angka kasus positif Covid-19 yang terus menurun dalam beberapa pekan terakhir. Menurut dia, pemerintah sudah membahas rencana pemberangkatan turis dengan sejumlah negara yang akan masuk dalam kerja sama FCC, seperti Cina, Malaysia, Singapura, India, dan Prancis.
Dua warga negara asing (WNA) berjalan untuk mengikuti proses karantina setiba di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, 29 Desember 2020. ANTARA/Muhammad Iqbal
Pada tahap persiapan, Kementerian Pariwisata mengajukan vaksinasi untuk seluruh pelaku usaha pariwisata, termasuk karyawan hotel, di Ubud dan Nusa Dua. Jumlah vaksinnya mencapai total 120 ribu dosis. “Pemeriksaan kesehatan juga akan semakin ketat,” kata Sandiaga.
Namun, selain Bali, ada daerah lain yang mengajukan diri untuk masuk dalam program FCC. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Batam, Kepulauan Riau, Ardiwinata, mengusulkan FCC untuk Kecamatan Nongsa.
Sedangkan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Wan Rudi, mengatakan sudah lama mengajukan konsep semacam ini kepada pemerintah pusat. Menurut dia, akses wisatawan asing di Bintan layak dilonggarkan karena pengawasan protokol kesehatan yang juga ketat. “Kemarin (Kamis) akhirnya kami ajukan lagi untuk kawasan Lagoi di Bintan, agar bisa dibuka bersamaan dengan Bali,” katanya.
Salah satu inovasi layanan resor di Lagoi, kata Wan Rudi, adalah pemisahan hotel untuk turis asing dan pelancong domestik. Wisatawan mancanegara wajib tinggal di sarana isolasi selama beberapa hari agar boleh masuk desa wisata tersebut.
Petugas karantina kesehatan memantau penumpang di Bandara Internasional Ngurah Rai, Kuta, Bali, 31 Januari 2020. Foto: Johannes P. Christo
Menurut dia, dalam kondisi normal, Bintan biasa didatangi 2.000 turis asing per hari atau 700 ribu orang per tahun. Mayoritas pelancong datang dari negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia, melalui kapal feri yang tarifnya terjangkau.
Pemerintah Bintan juga mengajukan vaksinasi untuk 4.000 pelaku wisata, demi memenuhi persyaratan FCC. Ada juga penguatan program sertifikasi kesehatan dan kebersihan (cleanliness, health, safety and environment sustainability/ CHSE) untuk semua subsektor wisata di Bintan.
Wan Rudi mengatakan sudah merampungkan seluruh tahapan pencairan dana hibah pariwisata Rp 42 miliar pada Desember 2020. Dana Rp 19 miliar diberikan kepada 34 pengelola hotel, resor, dan restoran untuk menerapkan CHSE. “Sisa Rp 11 miliar untuk bantuan kegiatan pemerintah daerah di masa pandemi,” katanya. Bintan adalah bagian dari Provinsi Kepulauan Riau yang menerima Rp 119,1 miliar atau 3,6 persen dari total hibah pariwisata yang mencapai Rp 3,3 triliun.
Kepala Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada, Janianton Damanik, menilai FCC yang digagas Sandiaga Uno bisa menjadi pedang bermata dua bila persiapannya tak matang. Bila berhasil, Indonesia bakal dipercaya sebagai zona hijau dan industri pariwisata akan tumbuh kembali. Jika gagal, pintu kunjungan turis akan harus ditutup lebih lama. “Kriteria negara asal wisatawan yang diundang juga harus jelas,” tutur dia. “Ini persoalan trust. Sekali ada kasus, sulit dibendung.”
FRANSISCA CHRISTY ROSANA| YOHANES PASKALIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo