Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
MIND ID berfokus mengamankan pasokan bahan baku industri hilir berbasis nikel.
Vale menyiapkan pembangunan smelter Pomalaa di Sulawesi Tenggara dan Bahodopi di Sulawesi Tengah.
Menteri BUMN Erick Thohir mendorong MIND ID membangun pabrik lithium-ion.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Holding perusahaan mineral MIND ID memulai sinergi dengan PT Vale Indonesia setelah menyelesaikan transaksi akuisisi saham. “Kerja sama ini akan menjadi sinergi yang saling menguntungkan dan saling melengkapi untuk memajukan industri pertambangan,” ujar Group CEO MIND ID, Orias Petrus Moedak, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MIND ID resmi memiliki 20 persen saham Vale Indonesia pada 7 Oktober lalu. Perusahaan membeli 14,9 persen saham yang dilepas Vale Canada Limited serta 5,1 persen saham milik Sumitomo Metal Mining Co, Ltd. Saham tersebut dibeli seharga Rp 2.780 per lembar dengan total Rp 5,52 triliun. MIND ID menggunakan dana hasil penerbitan obligasi global senilai US$ 2,5 miliar pada Mei lalu untuk membiayai pembelian saham tersebut.
Divestasi saham ini merupakan kewajiban Vale Indonesia sesuai dengan amendemen kontrak karya pada 2014. Dalam perjanjian itu, divestasi seharusnya rampung dalam lima tahun. Namun penandatanganan jual-beli saham pada 2019 sempat diundur dua kali hingga baru terealiasasi saat ini. Seusai pengalihan saham, Vale Indonesia berhak memperpanjang kontrak yang akan berakhir pada 2025 menjadi izin usaha pertambangan khusus.
Transaksi ini menjadikan MIND ID sebagai pemilik saham terbesar kedua di Vale Indonesia. Hal ini, menurut Orias, membuka akses holding terhadap pasokan nikel. Dia menyatakan fokus perusahaan saat ini adalah mengamankan pasokan bahan baku industri hilir berbasis nikel. Sebab, komoditas tersebut memiliki potensi diolah menjadi produk bernilai tinggi, dari stainless steel hingga baterai kendaraan listrik. Saat ini, Indonesia memenuhi 27 persen kebutuhan nikel di pasar global.
Direktur Keuangan Vale Indonesia Bernardus Irmanto menyatakan pihaknya berfokus pada pengembangan smelter seusai divestasi. Perusahaan sedang mengkaji potensi optimalisasi kapasitas produksi smelter yang ada saat ini di Sorowako, Sulawesi Selatan. “Kami melaksanakan debottlenecking study,” ujarnya. Vale berharap dapat memproduksi 90 ribu ton nikel sebelum 2025 di pabrik tersebut.
Selain itu, Vale Indonesia mempersiapkan eksekusi pembangunan smelter Pomalaa di Sulawesi Tenggara dan Bahodopi di Sulawesi Tengah. Persyaratan untuk membangun kedua proyek dengan nilai investasi sekitar US$ 5 miliar ini diperkirakan dapat dikantongi pada paruh pertama 2021. Persyaratan tersebut akan menentukan keputusan investasi.
Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir menyatakan divestasi saham Vale Indonesia menjadi bagian penting dalam mengembangkan penghiliran industri di sektor pertambangan. “Ini juga langkah bagus untuk memperkuat value chain di Indonesia, serta pengembangan industri baterai untuk mobil listrik sebagai bagian dari proses transformasi sistem energi,” ujarnya. Dengan sinergi kedua perusahaan, dia menargetkan produksi produk turunan nikel dalam negeri dapat meningkat 4-5 kali lipat lebih besar dari produk hulu.
Menurut Erick, MIND ID akan menjadikan nikel sebagai inti bisnis. Perseroan bakal membangun ekosistem pengembangan industri jenis mineral untuk penghiliran produk dalam negeri serta membuka peluang untuk bekerja sama dengan pihak lain. MIND ID tengah didorong untuk membangun pabrik lithium-ion di dekat tambang nikel milik PT Antam di Tanjung Buli, Halmahera Timur dan di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. “Dengan pembangunan pabrik tersebut, Indonesia bisa berkompetisi di pasar EV Battery dunia yang kini 27,9 persen pasarnya dikuasai Cina,” kata dia.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo