Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan tingkat inflasi di dalam negeri akan mencapai 6,3 persen pada akhir 2022.
Dia menyampaikan bahwa proyeksi tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan proyeksi BI sebelumnya, di mana inflasi diperkirakan mencapai 6,6 hingga 6,7 persen tahun ini.
“Semula kami perkirakan 6,6–6,7 persen, dengan realisasi dan koordinasi yang erat bisa lebih rendah, bisa 6,3 persen di akhir tahun ini,” katanya, Rabu 19 Oktober 2022.
Perry Warjiyo mengatakan inflasi pada September 2022 yang mencapai 5,9 persen juga lebih rendah dari proyeksi BI sebelumnya sebesar 6,2 persen.
Baca: Sumringah Mampu Kendalikan Inflasi, Jokowi: Tolong Bandingkan dengan Negara Lain
Menurutnya, tingkat inflasi yang lebih rendah dari ekspektasi ini merupakan hasil dari sinergi dan koordinasi yang erat antara BI dengan pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Laju inflasi diperkirakan akan mulai melandai pada kuartal I/2022, terutama didukung oleh koordinasi dan respons yang terus dilakukan BI dan pemerintah.
Sejalan dengan itu, Bank Indonesia memperkirakan inflasi komponen inti akan mencapai 4,3 persen pada akhir 2022, juga lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar 4,6 persen.
“Kami bersama pemerintah memastikan inflasi pada kuartal III/2023 akan lebih rendah dari 4 persen dan berada kembali pada sasaran 2–4 persen,” jelasnya.
Untuk menjangkar ekspektasi dan mengendalikan inflasi, Perry menyampaikan bahwa BI telah melakukan langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking, yaitu dengan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada Agustus 2022 dan 50 basis poin pada September 2022.
“Kami terus mengarahkan suku bunga ini untuk memastikan inflasi akan kembali dalam sasaran tidak lebih dari 4 persen pada kuartal III/2023,” katanya.
Adapun, pada Rapat Dewan Gubernur Oktober 2022, BI diperkirakan akan kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin menjadi 4,75 persen.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan keputusan kenaikan suku bunga acuan tersebut diperlukan untuk menjangkar ekspektasi inflasi, khususnya second round effect dari penyesuaian harga BBM pada September lalu.
Selain itu, kenaikan suku bunga sebesar 50 basis poin tersebut juga untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga the Fed yang diperkirakan lebih agresif pada November 2022 menyusul data inflasi yang masih tinggi di AS.
“Kenaikan BI7DRR [BI-7 Day Reverse repo Rate] juga merupakan langkah pre-emptive mengantisipasi kenaikan suku bunga Fed pada bulan November mendatang sebesar 75 basis poin menjadi 4 persen,” kata Josua.
BISNIS
Baca: Kenaikan Harga Telur Perlu Diwaspadai karena Dorong Inflasi hingga 7 Persen
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini