Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Banting-membanting semen

Persaingan sengit diantara produsen semen di tengah kelesuan ekonomi. Indocement terpaksa membanting harga dan menempuh usaha ekspor. Sementara pabrik semen bertambah di Cirebon.(eb)

2 Maret 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRODUSEN semen sedang main potong harga melawan kelesuan pasar. Korting cukup besar mereka berikan kepada distributor dan agen hingga memungkinkan pengecer menjual semen Rp 150 sampai Rp 200 dibawah harga pedoman setempat (HPS). Kata Sudwikatmono, presiden direktur Grup Indocement, semua itu dilakukan untuk mengatasi kelesuan. "Sebenarnya rugi juga, tapi daripada sama sekali tidak laku?" ujarnya, pekan lalu. Semangat semacam itu rupanya bergema pula di kalangan pengecer. Di Tangerang, misalnya, sejumlah pengecer sampai merasa perlu mengkreditkan bahan bangunan itu untuk jangka tiga bulan guna mendorong pemasarannya. Semen kreditan itu juga dijual sekitar Rp 150 di bawah HPS Jakarta dan sekltarnya, yang Rp 3.350 setiap zak. Persaingan sengit dalam menlual semen JUga terjadi di kalangan distributor, yang menyalurkan semen dari pabrik yang sama. Tahun ini, tampaknya, juga tahun runyam buat produsen dan pedagang semen. Tahun lalu, di bawah tekanan seretnya pengeluaran pemerintah, semen yang bisa diserap pasar lokal masih bisa 8.350 ribu ton dari produksi 8.800 ribu ton. Pasar luar negeri, yang banyak dibanjiri semen murah eks Korea Selatan, menyerap 350 ribu ton. Dengan demikian, pasar lokal masih menampung kelebihan produksi 100 ribu ton. Kuat dugaan, sisa produksi itu akan makin menggelembung tahun ini, karena industri konstruksi lokal belum bangun. Sementara itu, pekan ini, kapasitas terpasang pabrik semen akan bertambah 1,2 juta ton dengan diresmikannya PT Tridaya Manunggal Perkasa di Cirebon. Masuknya pabrik patungan Grup Indocement dengan dua swasta lokal ini bakal meningkatkan kapasitas 10 pabrik semen menjadi 13,5 juta ton. Kalau benar daya serap pasar lokal dan luar negeri, tahun ini, mencapai 9,5 juta ton, maka kapasitas menganggur pabrik semen paling tidak masih akan berkisar 30%. Di masa sulit seperti sekarang ini, tampaknya, tanur pabrik semen itu terpaksa menggiling angin. Barangkali mereka terpeleset dalam memperkirakan pasar. Direksi Indocement, misalnya, memutuskan membangun dua tanur lagi dengan kapasitas 2,5 juta, 1980, ketika permintaan semen waktu itu meningkat 36%. Pertumbuhan sektor bangunan yang mencapai 12,7%, pada 1980-1981, itu memperkuat keputusan tadi. Tapi, siapa nyana, harga minyak kemudian goyang, dan hasil devisanya terasa berkurang dalam menciptakan kegiatan konstruksi pemerintah. Bahkan, kemudian, sejumlah proyek besar calon pemakan semen palingrakus terkena penundaan. Jadi, pabrik raksasa seperti Grup Indocement, yang pada 1984 mempunyai kapasitas 4,7 juta ton, terpaksa menerobos pasar cukup jauh ke pelosok daerah, bahkan sampai ke luar negeri. Semen Tiga Roda ini malah sampai menggunting wilayah pemasaran Gresik di Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, dan Irian Jaya. Di empat wilayah pemasaran itu, guntingan Tiga Roda, yang blsa menjual semennya Rp 100 sampai Rp 200 di bawah Gresik, menyebabkan Gresik tahun lalu hanya bisa menjual semennya 60 ribu ton. Semen eks Gresik memang kurang bersaing, karena sekitar 500 ribu ton produksinya merupakan hasil pengolahan basah yang memerlukan bahan bakar dua kali lebih besar dari semen pengolahan kering. Karena alasan itu, semen pengolahan basah dikurangi 200 ribu, hingga tahun ini rencana produksi Gresik hanya 1,3 juta ton dari kapasitasnya yang 1,5 juta ton setahun. "Kalau dipaksakan, kami akan rugi," ujar H. Soetrisno Hamidjojo, direktur keuangan dan ekonomi Semen Gresik. Tahun ini, Tiga Roda merencanakan menjual 267 ribu ton di Jawa Timur, naik dari sebelumnya yang hanya 40 ribu ton. Greslk niscaya akan makin sempoyongan, karena tiga tanur Indocement, mulai 1985 ini, bakal menghasilkan semen bersaing yang dibakar secara murah dengan batu bara. Dibandingkan dengan penggunaan BBM, pemakaian batu bara ini bisa menghemat sekitar Rp 8.000 per ton, hingga bisa menekan biaya produksi. Karena biaya produksi pemakaian batu bara murah, tak heran bila semen Indarung Padang rata-rata bisa dijual di bawah Tiga Roda. Pabrik semen pelopor penggunaan batu bara sejak 1918 ini, tahun lalu, tanpa banyak kesukaran bisa memasarkan sekitar 180 ribu ton ke Bangladesh, Hong Kong, dan Pakistan. Indocement, tahun ini, akan menyusul, dengan memasarkan sekitar 780 ribu ton, naik dari sebelumnya yang 180 ribu ton. Menurut Peter Tanuwidjaja, manajer pemasaran Indocement, harga semennya (cost and freight) di Bangladesh kini hanya US$ 40 per ton. Padahal, empat tahun lalu masih US$ 74. Sedangkan, menurut catatan Biro Pusat Statistik, ekspor tahun lalu (sampai November) yang 332 ribu ton rata-rata dijual dengan harga Rp 32 sekilo - jauh lebih rendah dibandingkan harga lokal, yang bisa mencapai Rp 80. Karena itu, Peter berpendapat, "Pasaran dalam negeri sebenarnya lebih menguntungkan daripada ekspor." Toh, pabrik semen semacam Indocement mau tak mau harus menempuh usaha ekspor, sekalipun harus membanting harga. 'Kata Sudwikatmono, sulit bagi perusahaan untuk bertahan pada harga tinggi, sementara kewajiban mencicil utang sudah harus dipenuhi. Tekanan untuk melakukan pemasaran agresif kian kuat, mengingat Indocement tahun ini akan menambah kapasitasnya 2,5 juta ton lagi. Nah, supaya pemasaran semennya lancar, Sudwikatmono menganjurkan pembikinan jalan, tiang listrik, dan bantal rel kereta api semakin banyak menggunakan semen. Mahal memang. "Tapi dalam jangka panjang akan terasa murah, karena biaya pemeliharaannya ringan," katanya. Di Sumatera Barat gagasan itu rupanya sudah dilaksanakan untuk membangun jalan lingkungan di Padang. "Untuk jalan raya sedang diteliti, baik mengenai biaya maupun daya tahannya," ujar Rajalis Kamil, kepala Humas Semen Padang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus