Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bukan april mop

Kenaikan harga rumah BTN tidak setinggi yang diberitakan. Disesusaikan dengan pasaran yang sedang lesu dan banyak saingan. Kenaikan ini bisa terjadi setiap tahun. (eb)

2 Maret 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GEGER kenaikan harga rumah BTN - ternyata tak sepenuhnya benar. Berita ini muncul, pekan lalu, dari hasil diskusi panel HUT XIII Real Estate Indonesia (REI) di Bandung. Jadi, bukan April Mop. Ketika itu, direktur utama BTN, Drs. Prayogo Mirhad, menyatakan harga rumah BTN akan naik 15%-24% mulai April nanti. "Padahal, yang naik adalah patokan harga maksimum bangunan per meter yang masih dapat memanfaatkan kredit pemilikan rumah (KPR)," kata Rahardja Ramelan, kepala biro direksi BTN, kepada TEMPO. "Pihak pembangun 'kan tak selalu menggunakan harga maksimum itu," tambahnya menjelaskan. Kenaikan ini sebenarnya merupakan hal yang terjadi setiap tahun. Soalnya, patokan itu dikaitkan dengan ketentuan Direktorat Jenderal Cipta Karya, mengenai harga maksimum bangunan gedung pemerintah. Tepatnya, harga maksimum BTN adalah 75% dari harga maksimum untuk bangunan pemerintah tipe C. Kenaikan tiap tahun biasanya berkisar antara 15% dan 20%, dan besarnya berbeda untuk tiap kabupaten. Alhasil, kalau harga maksimum bangunan BTN di Jakarta tahun lalu adalah Rp 97.500 per m2, maka mulai April nanti bisa 20% lebih tinggi. "Ini 'kan untuk menyesuaikan diri dengan kenaikan harga-harga," tukas Rahardja. Jadi, tak berarti bahwa harga kepada pemakai otomatis naik. "Kalau cuma memperhitungkan kenaikan bahan baku maksimal kami menaikkan harga 7% saja," kata Utomo Lukito, komisaris PT Wahyu Utomo Jaya. "Tapi, karena pasaran sepi, kami akan mencoba tidak menaikkannya," tambah Lukito cepat-cepat. Tahun ini, ia baru mampu menjual 20 unit rumah, padahal tahun lalu sempat menjual 500 unit lebih di Kabupaten Tangerang. Selain karena suram nya suasana ekonomi, "Juga karena sekarangbanyak saingan," kata Lukito. Pemerintah, pada Pelita IV ini, memang bertekad memberikan KPR untuk 300.000 unit rumah. Berarti dua kali lipat Pelita sebelumnya. Untuk itu, dana sebesar Rp 1,7 trilyun pun disediakan. Terbesar, 90%, di antaranya berasal dari kredit likuiditas Bank Indonesia dan sisanya diambil dari Tabanas. Tingkat bunga yang dikenakan sama dengan pada Pelita III, yaitu 9% setahun. Dengan bunga deposito di bank pemerintah saja mencapai 18% per tahun, tingkat bunga ini memang terasa rendah. "Soalnya, 'kan disubsidi pemerintah," kata Ramelan. Tak heran jika BTN berusaha keras agar subsidi ini betul-betul jatuh kepada yang membutuhkan. Ini tecermin dari ketentuan luas rumah maksimum yang mendapat KPR adalah 70Z sedangkan luas tanah maksimum 200 m2 saja. Ditambah lagi keharusan membangun minimal separuh dengan luas kurang dari 50 m2. Pada prakteknya, ketentuan ini dijalankan dengan cukup luwes. "Habis, di Jakarta rumah tipe 70 tiga kali lebih laku dari tipe 48," kata Lukito, yang juga membangun di Semarang, Yogya, Solo, dan Magelang. Sebaliknya, di daerah, rumah tipe 70 ini tak laku. Sedangkan tipe 48 tiga kali lebih laku daripada tipe 60. Kelesuan pasar tidak mengubah pola ini. Karena itu, banyak perusahaan mencoba menarik lebih banyak pembeli dengan mencicilkan uang muka sampai lima bulan dan memperbaiki mutu bangunan. "Keadaan sekarang memang menguntungkan konsumen," seperti kata Lukito. Tapi, pukulan buat konsumen justru datang dari sudut tak terduga, yaitu pemerintah. "Kalau pihak pembangun tidak membeli bahan bakunya langsung dari pabrik, pajak pertambahan nilai (PPN) yang harus dibayar konsumen, ya, 10%," kata Dirjen Pajak Salamun A.T. Di sinilah kelihaian si pembangun akan diuji. Sebab, "Jika membeli langsung dari pabrik, pajak itu bisa dikurangi dengan pajak yang dibayar pembangunpada pabrik," tambah Salarnun, menjelaskan. Belum lagi peluang yang diciptakan dari peraturan peralihan. Bila kontrak dan pelaksanaan pembangunan dilakukan sebelum 1 April nanti, maka pajak yang berlaku adalah sistem yang lama, asalkan bangunan selesai sebelum Maret tahun depan. Bagi yang mampu menyelesaikan bangunan dalam tempo di bawah tiga bulan, memenuhi syarat yang terakhir tidaklah sulit. Yang repot, barangkali, menjaring pembeli sebelum April.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus