Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Transmigrasi Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara membeberkan penyebab 129 ribu transmigran belum memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) atas lahan tempat tinnggalnya. Menurut dia, persoalan ini terjadi salah satunya karena status lahan yang belum clear and clean.
“Dalam banyak kasus, lahan yang dialokasikan untuk transmigrasi ternyata masih bermasalah secara legal, baik karena tumpang tindih dengan kawasan hutan, hak ulayat, atau klaim pihak lain,” ujar Iftitah melalui aplikasi perpesanan kepada Tempo pada Selasa, 25 Maret 2025.
Iftitah pun mengatakan persoalan ini menjadi tantangan besar yang harus segera diselesaikan kementeriannya. Apalagi jumlah transmigran yang urusan lahannya belum beres ini mencapai ratusan ribu. “Sebagian besar berasal dari program transmigrasi yang dilaksanakan sejak era Orde Baru,” kata dia.
Selain persoalan lahan yang belum clear and clean, masalah koordinasi lintas instansi menjadi faktor penyebab lainnya. Iftitah menjelaskan, penerbitan SHM menjadi kewenangan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), sedangkan penyediaan lahan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
“Sering kali, ada ketidaksepahaman atau keterlambatan dalam proses administrasi dan sertifikasi lahan,” ujar Politikus Partai Demokrat itu.
Persoalan berikutnya adalah keterbatasan anggaran. Meskipun SHM diberikan gratis kepada transmigran, perlu biaya untuk pengukuran, pemetaan, dan administrasi. Jumlahnya pun tidak sedikit. Karena itu, keterbatasan anggaran menjadi hambatan.
Ia juga mengatakan penyebab belum terbitnya SHM datang dari transmigran. Karena transmigran tidak mengelola lahannya dengan baik. Yang berakibat lahan itu kemudian diklaim atau dikuasai pihak lain. “Termasuk dikuasai swasta,” kata dia.
Adapun dari persoalan 129 ribu transmigran tanpa SHM, ia menargetkan 33 ribu SHM bisa diselesaikan tahun ini. Ia menyatakan sudah menyiapkan strategi percepatan. Pertama, melalui MoU dengan kementerian/lembaga terkait. Mulai dari Kementerian ATR/BPN, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Dalam Negeri, hingga Badan Informasi Geospasial (BIG). MoU ini diteken pada 17 Maret 2025.
“Ini menjadi langkah penting untuk menyelesaikan berbagai kendala sertifikasi lahan secara terpadu,” kata purnawirawan TNI AD itu.
Upaya percepatan berikutnya dilakukan melalui pengalokasian anggaran penerbitan SHM. Namun hingga kini, nominalnya masih dirumuskan. “Menunggu dari Kementerian ATR/BPN. Biaya itu, yang terbesar untuk pengukuran tanah,” kata eks ajudan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono ini.
Pilihan Editor: Iftitah Sulaiman: Program Transmigrasi Mulai Dilirik Investor
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini