Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KERTAS pengumuman libur kerja itu diganti setiap hari oleh manajemen PT Yamaha Music Manufacturing Indonesia di pabrik Pulogadung, Jakarta Timur. Lima kertas yang ditempel di papan itu isinya sama, hanya berbeda hari dan tanggal. Buntut libur kerja itu, petugas keamanan merantai gerbang pabrik sejak 18 September lalu.
Tepat di depan gerbang, puluhan karyawan bergerombol di bawah terpal biru yang disusun seadanya. Di atas karpet lusuh dan berdebu, mereka bermain kartu dan gitar, sementara sebagian karyawan perempuan bersolek. Tak jauh dari kelompok ini, puluhan karyawan pabrik gitar itu tersebar di bawah pohon dengan kegiatan hampir serupa. Satu ruas jalan di depan pabrik ditutup, tapi tak mengganggu kelancaran lalu lintas.
Darmadi, Wakil Bendahara Serikat Pekerja Logam Elektronik dan Mesin (LEM) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia cabang Yamaha Music, mengatakan libur kerja merupakan penghentian produksi secara sepihak oleh manajemen. Kebijakan itu sebagai balasan atas mogok kerja karyawan pada 9-17 September lalu. "Kami mogok karena aksi damai kami tidak digubris manajemen," katanya Kamis pekan lalu.
Aksi damai berupa boikot senam pagi dipicu oleh pelaksanaan acara wisata family day perseroan pada 30 Juni lalu di Serpong, Tangerang Selatan, yang berantakan. Mawardi, Manajer Kontrol Buruh sekaligus penanggung jawab acara, gagal memberangkatkan 1.200 karyawan dan keluarganya. Padahal mereka sudah bersiap menunggu di pabrik dan lokasi penjemputan sejak pagi hari.
Setelah tahu bus yang menjemput tidak akan pernah datang, Darmadi mengatakan Serikat Pekerja berencana menuntut manajemen menjatuhkan sanksi kepada Mawardi. Serikat berkukuh meminta sanksi kendati manajemen mengganti kompensasi uang sebesar Rp 150 ribu per keluarga. "Ini bukan soal uang, melainkan pelanggaran perjanjian kerja bersama (PKB)," ujarnya.
Protes menguat setelah manajemen menilai Mawardi tidak bersalah. Mawardi enggan menjawab persoalan yang menimpanya. Saat dihubungi, ia mengaku sibuk. "Maaf, saya sedang rapat," katanya. Setelah itu, Mawardi tidak pernah mengangkat panggilan telepon Tempo.
Aksi damai yang berlanjut mogok kerja merupakan akumulasi kekecewaan karyawan yang kerap dirugikan manajemen. "Kalau karyawan yang melanggar PKB, sanksi begitu mudahnya dijatuhkan, tapi sebaliknya, hukum tumpul terhadap atasan."
Hikmah, Kepala Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Timur, membenarkan hubungan kurang baik antara manajemen dan Serikat Pekerja. "Tahun ini sudah dua kali ada mogok kerja. Salah satunya menyoal kesejahteraan," ucapnya kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Negosiasi Serikat Pekerja dan manajemen enam kali digelar dan hasilnya selalu buntu. Negosiasi terakhir digelar Jumat dua pekan lalu tanpa kehadiran manajemen, yang diwakili enam orang dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jakarta Timur.
Ketua Apindo Sadia Yasa, yang ikut hadir, menyodorkan rencana manajemen memecat 154 karyawan, termasuk 10 pengurus unit kerja (PUK), yang menjadi pengurus inti Serikat Pekerja. Alasan pemecatan karena mogok kerja. Rencana itu membuat murka Suradi, Ketua Serikat Pekerja LME Yamaha Music. "Kalau ada sanksi, sebaiknya berupa pembinaan," katanya.
Hikmah mendukung penolakan Suradi. Menurut Hikmah, rencana itu aneh karena, jika dalihnya mogok kerja, manajemen akan memecat banyak karyawan. "Yang mogok itu ribuan," ujarnya. Darmadi menilai pemecatan 154 karyawan sudah direncanakan sejak dulu. "Mungkin ini buntut dari rencana efisiensi pada 2008 dulu yang batal," kata Darmadi, yang sudah 20 tahun bekerja di pabrik ini.
Pertemuan hampir dua jam itu hanya menghasilkan rencana negosiasi ulang antara manajemen dan 11 PUK. "Tidak ada Apindo dan Serikat Pekerja," ujar Hikmah. Tenggat negosiasi ulang jatuh pada Jumat pekan lalu. Namun, menurut Sadia, hingga siang hari belum ada kesepakatan baru.
Sadia menilai berlarut-larutnya masalah bisa memicu hengkangnya pabrik yang mengekspor 94 persen gitar yang diproduksi itu. "Mereka bisa beralih mengandalkan produk dari pabrik Yamaha di Cina dan Myanmar." Adapun Suradi mulai khawatir berhentinya kegiatan pabrik yang memproduksi 3.000 unit gitar per hari itu mengancam gaji pegawai, yang diberikan hanya 75 persen pada September lalu. "Kalau Oktober tidak digaji, akan timbul masalah baru," katanya.
Akbar Tri Kurniawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo