Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Nyanyian Sopir Hotel

Polisi menetapkan Auditor Utama Badan Pemeriksa Keuangan Gatot Supiartono sebagai tersangka otak pembunuhan istri sirinya, Holly Angela. Salah seorang pelaku pembunuhan memberi kesaksian keterlibatan Gatot.

21 Oktober 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Secuil pita sisa police line tertempel di sudut kanan pintu kamar 06 BE, Tower Ebony, Apartemen Kalibata City. Terletak di sayap sebelah kiri tower, pintu kamar itu rapat tertutup. Kamis pekan lalu, saat Tempo mendatangi lorong tempat kamar itu berada di lantai 6, suasana tampak sepi. "Saya enggak tahu sejak kapan police line-nya dilepas," ujar Wahyuni, salah seorang penghuni di sana. Kamar 06 BE merupakan "markas" para pembunuh Holly Angela, istri siri Auditor Utama Badan Pemeriksa Keuangan Gatot Supiartono.

Ada tiga kamar yang langsung disegel police line setelah kematian Niken Hayu Winanti—demikian nama asli perempuan 37 tahun ini—pada Senin malam dua pekan lalu: kamar 09 AT milik Holly, kamar 08 AS di lantai 8, dan kamar 06 BE. Kamar 08 AS merupakan tempat salah satu tersangka pembunuh Holly bersembunyi dan kemudian kabur. Adapun kamar 06 BE merupakan tempat para tersangka pembunuh Holly mengintai dan menunggu "hari-H" untuk menghabisi perempuan itu.

Menurut Wahyuni, kamar itu memang diisi sejumlah pria yang mengaku musikus. Dia kerap melihat mereka keluar-masuk menenteng alat musik. "Tapi tampangnya tidak seperti anak band," kata perempuan 34 tahun ini. Wahyuni mengaku baru ngeh ketika polisi menyebarkan foto Elriski Yudhistira, tersangka yang tewas lantaran melompat dari kamar Holly. Elriski salah satu "musikus" yang tinggal di kamar 06 BE. Empat lainnya: Surya Hakim, Abdul Latief, Ruski, dan Pago.

Kepastian komplotan 06 BE itu pembunuh Holly didapat polisi setelah Surya Hakim dan Abdul Latief dibekuk Selasa dua pekan lalu—delapan hari setelah Holly tewas. Mereka "tertangkap" kamera CCTV yang terpasang di depan pintu lift lantai dasar tower itu. Surya ditangkap di kediamannya di Karawang, Jawa Barat, sedangkan Latief di rumahnya di Bojong Gede, Depok. "Ruski dan Pago masih dalam pengejaran," ujar Direktur Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Slamet Riyanto pekan lalu.

Diinterogasi lebih dari delapan jam, Surya akhirnya buka mulut. Dia mengaku merekalah pembunuh Holly. Pada 30 September lalu, komplot­annya sudah menguntit pergerakan Holly sejak siang. Tugas membuntuti perempuan dua anak itu diserahkan kepada Pago, yang menguntit dengan Daihatsu Xenia. Hari itu Holly pergi ke rumah Kus Handani Murti Astuti, ibu angkatnya, di Cibubur, Depok.

Menjelang malam, menurut pengakuan Surya kepada tim penyidik, Pago memberi kabar bahwa Holly dalam perjalanan ke apartemennya. Elriski dan Ruski, yang bertugas sebagai eksekutor, dengan kunci duplikat masuk ke kamar Holly. Keduanya bisa masuk ke lantai 9 juga dengan kartu akses duplikat. Bekal mereka: sepotong besi sepanjang lengan orang dewasa. Di lantai dasar, tugas mengintip kedatangan Holly diserahkan kepada Surya dan Latief.

Beberapa saat kemudian, Holly datang. Sembari membuka pintu kamar, perempuan itu berteleponan dengan Kus Handani. Saat itulah Elriski dan Ruski langsung menyerangnya. Menurut Kepala Satuan Kejahatan dan Tindak Kekerasan Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Herry Heryawan, kala itu Holly sempat berteriak, memberi tahu Kus bahwa ia diserang.

Elriski dan Ruski langsung menggebuki Holly dengan besi. Keduanya kemudian mengikat tangan dan kaki Holly dengan tali. Seutas kabel charger telepon seluler mereka jeratkan ke leher perempuan itu. Maka teriakan "ampun, ampun, jangan, jangan" pun menggema dari kamar.

Jeritan itulah yang membuat empat tetangga Holly curiga. "Seperti orang bertengkar, tapi kemudian sepi sama sekali," ucap Ami kepada Tempo (majalah Tempo edisi 6-13 Oktober 2013). Bersama adiknya, anggota satuan pengamanan, dan dua saudara Holly yang datang karena diperintah Kus Handani, Ami mendobrak dan masuk ke kamar Holly.

Dobrakan itu, kata Surya kepada penyidik, tak diduga mereka. Saat itu, Ruski lebih dulu lari ke balkon. Dengan "merayap" di dinding selebar satu meter, ia "melompat" ke balkon kamar sebelah. Dari sini, dengan sepotong handuk, dia bergelayutan pindah lagi ke lantai di bawahnya. Di sini, di balkon kamar 08 AS, Ruski menginap semalam sebelum kabur.

Adapun Elriski, seperti penuturan Ami kepada Tempo, melompat dari lantai 9. Pemuda 34 tahun ini tewas dengan kepala pecah. Menurut Surya, saat itu Ruski sempat meneleponnya, meminta tolong dikeluarkan dari lantai 8. Namun, lantaran takut perbuatan mereka terbongkar, ia memilih kabur. Hal yang sama dilakukan Abdul Latief dan Pago. Di kamar Holly itulah polisi menemukan besi, sarung tangan penuh darah, juga foto-foto mesra antara Gatot dan Holly, termasuk foto mereka berdua di Singapura.

Polisi sudah mengobrak-abrik kamar 06 BE. Di sini ditemukan boks penyimpan gitar berukuran besar, sekitar 100 x 50 sentimeter; tujuh bungkus kopi; dan dua plastik besar. Kepada polisi, Surya menyebutkan plastik itu untuk menyembunyikan jasad Holly yang dipotong-potong dan kopi buat menutupi bau mayat. "Rencananya dibuang di laut daerah Banten," ujar Surya.

Saat pembantaian itu terjadi, bersama empat anak buahnya, Gatot tengah bertugas mengaudit laporan keuangan Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Melbourne, Australia. Dia datang pada 30 September dan rencananya kembali ke Jakarta pada 3 Oktober.

Dihubungi Tempo pekan lalu di Mel­bourne,­ Konsul Jenderal RI untuk Melbourne, Irmawan Emir Wisnandar, menyatakan, pada 2 Oktober sekitar pukul 11, ia melihat Gatot mendapat panggilan telepon dari Jakarta. "Ia bilang akan pulang ke Jakarta dan setelah itu saya lihat ia sering termenung," kata Irmawan.

Malam itu juga Gatot pulang ke Jakarta. "Dia bilang ada bosnya yang harus ke luar negeri dan dia harus jaga kantor," ujar Irmawan.

l l l

Tertangkapnya Surya Hakim dan Abdul Latief membuka tabir kematian Holly. Dari mulut Surya meluncur nama Gatot Supiartono, 54 tahun, sebagai dalangnya. Sehari-hari Surya adalah sopir Hotel Pecenongan, Jakarta Pusat. Mengenal Gatot dua tahun lalu, ia pun kemudian akrab dengannya. Gatot, kata Surya, kerap meminta diantar ke mana pun jika pria yang dikenal rekan-rekannya punya hobi berkaraoke itu menginap di Pecenongan. Sumber Tempo menyebutkan hobi itu pula yang membuat Gatot kemudian berkenalan dengan Holly. Keduanya bertemu di tempat hiburan malam sebelum akhirnya kawin siri pada 2011.

Surya menyatakan ia diperintahkan Gatot menghabisi Holly lantaran hubungannya dengan perempuan itu sudah tak harmonis. Holly, menurut Surya, semakin banyak menuntut. "Misalnya minta apartemen, mobil, rumah, hingga minta Gatot menceraikan istrinya," ujar Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Slamet Riyanto pekan lalu.

Kepada penyelidik, Surya juga mengaku sebenarnya dia dan Gatot pernah berupaya melenyapkan Holly dengan cara disantet. Tapi dukun yang diminta bantuan gagal menjalankan misi itu. Maka Gatot pun meminta Surya mencari orang yang bisa membunuh Holly. Gatot menjanjikan Rp 250 juta sebagai bayarannya. Untuk menjalankan order Gatot, Surya mengajak rekan sekerjanya di Pecenongan, Pago dan Abdul Latief. Pago lalu mengajak Elriski dan Ruski.

Gatot memberikan uang untuk komplot­an pembunuh itu secara bertahap. Surya mengaku Gatot pernah memberinya Rp 22 juta di mobil dalam perjalanan dari kantor BPK ke Kalibata City. Uang itu juga untuk sewa apartemen selama enam bulan.

Menurut sumber Tempo, sebenarnya motif melenyapkan Holly tak hanya lantaran perempuan ini menuntut apartemen atau meminta Gatot menceraikan istrinya, Has­ti Herbudianti. Sumber ini menyebutkan Gatot juga berkepentingan segera menjaga nama baiknya karena ia mengincar kursi anggota BPK. Dengan karier dan reputasinya yang cemerlang, bukan mustahil jabatan itu bisa diraih. "Kalau track record-nya kelam karena punya istri simpanan, akan repot," ucap sumber Tempo.

Rabu malam pekan lalu, setelah memeriksa lebih dari 12 jam, polisi menetapkan Gatot sebagai tersangka. Bapak satu anak ini menyangkal keras jika disebut sebagai otak pembunuhan Holly. Dibawa dari ruang pemeriksaan ke ruang tahanan, Gatot tidak hanya mengunci mulutnya, tapi juga menutup mukanya rapat-rapat.

Bantahan keterlibatan Gatot juga disuarakan dengan keras oleh pengacaranya, Afrian Bondjol. Menurut dia, bukti yang disodorkan polisi terlalu mengada-ada, hanya pengakuan Surya semata. "Saya belum melihat keterlibatan Gatot dalam pembunuhan itu," ujar Afrian. Kendati demikian, kata dia, kliennya mengakui mengenal Surya.

Di Semarang, keluarga Holly juga menutup pintu rumah mereka rapat-rapat. Ketika Tempo pada Rabu pekan lalu mendatangi rumah orang tua Holly di Perumahan Griya Manunggal Sejahtera, yang muncul seorang lelaki 30-an tahun. Ia menolak menyebutkan namanya. "Kami tak ingin berkomentar. Tak ada lagi yang perlu dijelaskan kepada wartawan," ucapnya. Lalu ia berbalik, menutup pintu.

Febriyan, M. Andi Perdana, Natalia (Jakarta), Ahmad Rafiqi (Semarang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus