BANYAK kabar baik yang dibawa Kepala Negara Kuwait, Sheikh Jabar Al-Ahmad Al-Sabah, selama kunjungan tiga hari di Jakarta. Setidaknya itulah yang dikemukakan Menteri Sekretaris Negara Sudharmono pekan lalu. Menyampaikan hasil pembicaraan Amir Kuwait dengan Presiden Soeharto, Mensesneg menerangkan Kuwait ingin meluaskan kerjasama dengan Indonesia di berbagai bidang. Kepala Negara Kuwait, seperti kata Mensesneg, telah menegaskan kembali minat negerinya untuk membangun kilang minyak di Pulau Batam. Proyek kilang minyak tersebut, kalau benar jadi dilaksanakan, diperkirakan bakal menelan biaya tak kurang dari US$ 1 milyar. Rencana pembangunan kilang minyak itu pada mulanya dikemukakan pada tahun 1977, sewaktu sebuah tim pemerintah Kuwait berkunjung ke Indonesia. Bahkan kerjasama antara tim Pertamina dan tim Kuwait telah ditandatangani pada bulan April 1978. Tapi entah kenapa, rencana proyek raksasa yang akan menyuling minyak dari Kuwait, Malaysia dan Indonesia itu lalu menjadi mentah lagi. Namun komunike bersama yang dikeluarkan sesaat sebelum Kepala Negara Kuwait dan rombongan meninggalkan lndonesia menuju ke Kuala Lumpur, cuma menyebutkan kesediaan negeri kaya itu untuk "menjajaki kemungkinan ikut serta pada sejumlah proyek-proyek pembangunan Indonesia, .... di antaranya proyek penyulingan minyak di Pulau Batam." Tapi komunike bersama yang sampai empat halaman itu tak menyinggung soal besarnya biaya. Baik Kuwait maupun pemerintah Indonesia nampak berhati-hati dalam memberikan keterangan. "Ada kesepakatan dengan mereka ini untuk tidak memberitakan dulu kepada pers," kata seorang pejabat yang ikut melepas Amir Kuwait itu Senin lalu. Sebuah sumber yang mengetahui nengungkapkan Kuwait menjanjikan akan memperbesar bantuan kepada Indonesia dibandingkan dengan "komitmen" tahun lalu. Berapa besar? Pejabat itu menyebutkan jumlah US$ 167 juta, tiga kali lebih besar dari janji tahun lalu. Kalau benar demikian, ini merupakan langkah maju. Sekalipun bila dibandingkan dengan seluruh bantuan Kuwait di Asia masih terbilang kecil. Dibujuk Sebuah laporan resmi negeri itu, yakni Laporan Tahunan yang ke-16 dari Dana Kuwait untuk Pembangunan Ekonomi Arab (KFAED), mencatat sebanyak US$ 345 juta lebih telah disalurkan ke berbagai negara Asia, antara Januari 1975 sampai Juni 1978. Selama jangka waktu 3 tahun itu pula Afrika memperoleh US$ 185 juta. Sedang dunia Arab -- khususnya yang tak menghasilkan minyak seperti Mesir dan Tunisia -- menikmati bantuan sebanyak US$ 650 juta. Dana dari KFAED itu disalurkan ke bidang seperti pembangkit tenaga dan listrik, transpor dan komunikasi, industri dan pertanian. Di Asia adalah negeri seperti Pakistan dan Malaysia yang pandai memanfaatkan dana bantuan Kuwait itu. Memiliki kekayaan dari minyak yang melimpah negeri kecil di Teluk Parsi dengan penduduk hanya sekitar 1,2 juta orang itu memang mempunyai potensi dana yang luar biasa. Produsen minyak nomor empat di dunia -- setelah AS, Uni Soviet dan Venezuela -- Keamiran Kuwait memiliki pendapatan per kapita yang amat tinggi di dunia Menurut sebuah laporan Bank Dunia, di tahun 1977 saja pendapatan per kepala dinegeri seluas 17.818 kilometer persegi itu sudah mencapai US$ 12.700. Apa sebab Indonesia belum pandai menarik dana lebih banyak dari Kuwait? Sebuah sumber berpendapat Indonesia "kurang agresif". Tapi ada pula yang beranggapan pemerintah kurang bisa membujuk Kuwait. Seorang pejabat Indonesia yang belum lama kembali dari Kuwait menceritakan betapa para pembesar Kuwait itu pernah merasa jengkel, karena usulnya tak cepat mendapat sambutan. "Mereka sudah lama ingin membuka perwakilan bank di Jakarta, tapi jawaban yang jelas tak pernah mereka terima," kata pejabat itu. Apakah kedatangan Kepala Negara Kuwait yang pertama kali ke Indonesia telah pula menyinggung soal pembukaan perwakilan bank itu, seorang pejabat Deplu menyangsikannya. "Saya yakin itu tak dibicarakan dalam perundingan tingkat kepala negara," katanya. Tapi seorang pejabat ekonomi mengakui Kuwait memang berkeinginan paling tidak agar bisa membuka bank koresponden di Jakarta. Seorang pejabat bank yang berwenang berpendapat, keinginan Kuwait seperti itu suatu waktu bukan mustahil bisa terpenuhi. Tapi sebelum mencapai tahap itu, Kuwait diharapkan mulai berperanan dalam lembaga-lembaga keuangan nonbank yang banyak beroperasi di Jakarta. Dalam komunike bersama yang "mengutuk keras politik ekspansionis Israel yang terus menerus" itu, kedua negara juga menyetujui untuk mengadakan "Persetujuan Perdagangan dalam waktu dekat."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini