IBU-ibu rumah tangga, tahun ini boleh tidak merasa khawatir. Soalnya, kenaikan bahan bakar minyak (BBM) tidak akan terjadi. Pekan silam Menteri Pertambangan dan Energi Subroto telah menegaskan, dalam rapat kerja di DPR, bahwa belum ada niat pemerintah untuk menaikkan BBM. Menteri mengakui, beban pemerintah untuk subsidi BBM dalam anggaran berjalan sebenarnya cukup berat. Ia memperkirakan anggran pendapatan dan belanja negara yang berjalan hingga akhir Maret depan mengharuskan pemerintah menyubsidi BBM sebesar Rp 400 milyar. Tinggi rendahnya subsidi BBM, menurut Subroto, tergantung tinggi rendahnya harga-bahan baku minyak mentah impor. Seperti minyak harus mengimpor minyak mentah dari Arab sekitar 100.000 barel per barel. Dalam tahun anggaran yang disusun hingga akhir Maret ini, pemerintah memperhitungkan penjualan BBM oleh Pertamina bakal menghasilkan laba bersih minyak Rp 114 milyar. APBN 1987-1988 mengasumsikan harga minyak mentah hanya US$ 15 per barel, sehingga biaya pokok BBM Rp 189,37 per liter. Nyatanya, harga minyak mentah rata-rata bergerak lebih tinggi, yakni US$ 17,12 per barel. Di satu pihak, hal itu meningkatkan penerimaan pemerintah dari pajak ekspor minyak. Tapi di pihak lain, kalkulasi biaya pokok BBM naik menjadi Rp 219,52 per liter. Sehingga subsidi, yang yang diharapkan bakal menghasilkan keuntungan dari penjualan BBM oleh Pertamil1a, berbalik menimbulkan behan subsidi. "Menghadapi masalah subsidi itu, ada dua cara mengatasinya. Pertama meningkatkan efisiensi dan kedua meningkatkan harga BBM itu sendiri, sehingga penerimaan negara menjadi naik," kata Subroto. Tetapi ia sendiri buru-buru menambahkan bahwa tidak akan ada kenaihan harga BBM. Dengan sendirinya. efisiensilah yang harus ditempuh Pertama. Mungkinkah?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini