Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Minyak dan persaingan

Kilang minyak (hydrocraker) dapat pesanan untuk mengolah minyak tapis dari Malaysia. Kilang minyak Indonesia lebih baik dibanding di Singapura. Petronas akan mendirikan pengilangan minyak kedua.

20 Februari 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KILANG-kilang Pertamina, yang selama ini disorot sebagai kurang efisien, ternyata mulai menunjukkan kemampuannya untuk bersaing dengan pabrik pengilangan minyak di Singapura. Kilang minyak di Balikpapan, buktinya, baru-baru ini telah mendapatkan pesanan untuk mengolah Tapis - jenis minyak mentah produksi Petronas Malaysia - minimal 10.000 barel per hari selama setahun. Kontrak tersebut, menurut juru bicara Pertamina K. Endin, diperoleh karena kegesitan Dirut A.R. Ramly. Berkapasitas 260.000 barel per hari, kilang Balikpapan, yang dikenal juga dengan sebutan hycrocracker itu, ternyata hanya bekeria sampai 240.000 barel. Daripada menganggur, Ramly mencari pesanan ke luar, sehingga didapatlah pesanan dari perusahaan minyak negara Malaysia, Petronas. "Tetapi dalam bisnis, kami tidak berhubungan langsung," tutur Endin, yang ditunjuk Dirut Ramly untuk menerima TEMPO, Senin lalu. Kontrak terjadi melalui pihak ketiga, yakni Figear Limited. Figear ternyata sebuah perusahaan baru, menurut sumber dari Kadin, termasuk grup Humpuss. Dan kata Endin, Figear bertindak sebagai pembeli minyak mentah dari Petronas, dan kemudian menjualkan hasil kilangannya kembali ke Malaysia. "Jadi, Pertamina hanya menerima upah mengilang," kata Endin lagi. Berapa imbalan yang akan diterima Pertamina? "Yang pasti Petronas mengilang ke Balikpapan, karena tarif kita cukup kompetitif," Jawabnya setengah berahasia. Tampaknya, kontrak itu cukup peka, karena selama ini Petronas biasa mengilang minyaknya di Singapura (konsumsi Semenanjung) atau di Filipina (untuk konsumsi Sabah dan Sarawak). Kontrak Petronas dengan Singapura biasanya dibuat setiap tahun, sedangkan rencana untuk tahun ini baru mau dirundingkan, setelah negara pulau itu merayakan Tahun Baru Cina, pekan ini. Pimpinan Petroleum Nasional (Petronas) - satu-satunya perusahaan minyak dan gas bumi milik pemerintah Malaysia - yang dihubungi koresponden TEMPO di Kuala Lumpur, membantah adanya kontrak Petronas dengan Pertamina itu. "Saya sama sekali tidak tahu-menahu, " kata Wakil Presiden Petronas Murad Hasyim. Berita kontrak itu pertama kali dimuat harian The Jakarta Post yang mengutip Dirut Pertamina Ramly dan Direktur Pengolahan Pertamina J.R. Oekon. Menurut Oekon, kilang-kilang Pertamina mempunyai kelebihan dari kilang Singapura, karena ada kilang lanjutan yang bisa menghasilkan produk yang banyak variasinya. Sehari kemudian koran Singapura The Straits Time (TST ) memuat beberapa tanggapan ketus. "Omong kosong," kata seorang pengusaha minyak di sana. Tapi para pengilang minyak di kota ini bukannya tidak tahu adanya minyak Malaysia yang dikilang di Indonesia. "Kami sadar, jumlah yang dikirim ke Indonesia lebih banyak dari yang dikilang di Singapura," kata salah satu pengusaha Singapura, yang dikutip TST. Kata-kata itu tak jelas, apakah mengejek Pertamina atau mengancam Petronas, atau keduanya sekaligus. Untuk diketahui, minyak Malaysia yang dikirim ke Indonesia hanya 10.000 - 20.000 barel sehari, sedangkan yang dikilang di Singapura 70.000 - 80.000 barel sehari. "Bagaimanapun kami harus mengamati apa yang akan dilakukan Indonesia dengan kapasitas pengilangan mereka yang berlebihan," kata sumber yang dikutip TST tadi. Bagi Singapura jelas, Indonesia mulai menjadi saingan. Seorang pengusaha minyak lain di Singapura mengakui, kilang-kilang Pertamina bisa menghasilkan nafta berat dan low--sulphur waxy residue. Di Singapura, kedua jenis minyak jadi tersebut tidak banyak dihasilkan, dan biasanya diproses kembali di pabrik yang lebih njelimet, barulah menjadi bensin. Pengusaha minyak Singapura menduga, biaya pengilangan minyak Malaysia itu akan dibayar dalam bentuk bahan bakar minyak (BBM), seperti minyak tanah dan minyak solar yang sangat dibutuhkan Indonesia. Tetapi juru bicara Pertamina membantah dugaan itu. Upah kilang, menurut Endin, akan dibayar tunai oleh perusahaan Figear. "Minyak Malaysia itu lain jenisnya dengan minyak Arabian Light Crude yang kita impor dari Arab," katanya. Sampai sekarang, Pertamina masih mengimpor ALC sekitar 100.000 barel per hari, antara lain untuk mendapatkan aspal dan pelumas. Akhir bulan lalu, Direktur Pembekalan Dalam Negeri Pertamina Sutan Asin, yang dikutip TST, mengungkapkan bahwa Indonesia berniat membeli beberapa jenis produk BBM yang kini diekspor Singapura. Sutan agaknya berusaha melancarkan pemasaran gas alam ke Singapura yang sudah lima tahun dibicarakan, dan tak juga kunjung berhasil. Sementara itu, pertemuan antara PM Lee Kuan Yew dan PM Mahathir Mohamad telah menghasilkan formula yang baik untuk proyek serupa. Padahal, kedua proyek telah sama-sama dibicarakan sejak 1982 oleh pemerintah tersebut. Rencananya, Singapura memang akan membangun dua pusat pembangkit tenaga listrik dengan bahan bakar gas alam, yakni satu di Senoko dengan gas dari Malaysia, dan satu lagi Pulau Seraya dengan gas dari Indonesia. Pembicaraan dengan Indonesia, kabarnya, masih saja pada tahap awal. Tapi kabarnya Sutan Asin telah menjelaskan juga perkembangan industri pengilangan minyak di Indonesia, yang bisa menjadi saingan Singapura. Pejabat Petronas Murad Hashim juga telah memberikan isyarat pada kilang Singapura untuk siap-siap ditinggalkan Malaysia. Sebab, Petronas pun, mulai tahun ini hendak mendirikan pabrik pengilangan minyak kedua - pertama di Trengganu. Pabrik berkapasitas kilang 100.000 barel per hari itu akan beroperasi tahun 1991. Ini berarti Singapura sudah harus melepaskan usaha jasa pengilangan minyaknya, lalu beralih ke usaha lain. Max Wangkar, Budi Kusumah (Jakarta), Ekram H. Attamimi (Kuala Lumpur)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus