Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Nirwala Dwi Heriyanto mengaku masih terus menunggu kelanjutan proses penetapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Prosesnya masih panjang meski Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI telah mengusulkan tarif cukai MBDK sebesar 2,5 persen pada 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami sebagai eksekutor, jadi apa pun yang diputuskan kami menyiapkan sistem,” terang Nirwala saat ditemui Tempo di Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Jumat, 20 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, selain usulan tarif cukai yang telah diberikan BAKN DPR RI, pemerintah dan Badan Anggaran DPR RI menyepakati target penerimaan cukai dalam Rancangan Undang-Undang APBN 2025 sebesar Rp 244,19 triliun. Target tersebut naik 5,9 persen dari target APBN 2024 sebesar Rp 230,5 triliun.
Nirwala mengakui bahwa MBDK jadi salah satu stream baru untuk mencapai target penerimaan cukai 2025. Namun, ia mengingatkan bahwa tarif cukai bukan semata soal cara negara menambah pendapatan.
“Jadi perlu saya luruskan, cukai itu double benefit. Ada sisi pengaturan dan ada penerimaan. Bukan semata-mata cari duit,” kata dia.
Selain itu, ia mengatakan Bea Cukai masih menunggu kejelasan mengenai definisi hingga kategori MBDK. Pasalnya, hal itu berpengaruh pada proses hingga pengawasan pemungutan. “Itu nanti diatur dulu,” ujarnya.
Nirwala menambahkan, pemungutan cukai adalah kewajiban Kementerian Keuangan dari segi fiskal. Sementara dari aspek lain akan ditindaklanjuti oleh Kementerian atau lembaga negara lain.
Mengenai usulan tarif cukai MBDK, Ketua Riset dan Kebijakan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Olivia Herlinda besarannya terlalu rendah. Hal itu membuat dampak terhadap penurunan konsumsi minuman berpemanis.
"Prinsip kebijakan cukai itu seharusnya yang cukup efektif untuk bisa mempengaruhi dan mengatur konsumsi masyarakat akan produk yang buruk untuk kesehatan,” katanya seperti dikutip Koran Tempo edisi 14 September 2024.
CISDI mendorong pemerintah mengenakan tarif cukai minuman berpemanis minimal 20 persen. Berdasarkan studi yang dilakukan CISDI, cukai minuman berpemanis dalam kemasan yang setara dengan kenaikan harga jual sebesar 20 persen dapat mendorong penurunan konsumsi hingga 17,5 persen.
Rencana penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan di Indonesia bergulir sejak 2017. Kebijakan ini sempat muncul dalam APBN 2022, tapi gagal diterapkan. Rencana itu mencuat kembali pada 2023 dan sempat masuk pada RAPBN 2024 sebesar Rp3,08 triliun, tapi aturan itu kembali tidak direalisasikan.
Pilihan Editor: Mantu Aburizal Bakrie Diduga Perintahkan Bodyguard Tutup Akses Arsjad Rasjid ke Gedung Kadin