Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Beban pinjaman dollar

Pengaruh devaluasi terhadap pasar beberapa pengusaha mengungkapkan bahwa valume penjualan barang menurun, penagihan piutang sulit dicari. (eb)

7 Mei 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LEBIH dari sebulan sesudah devaluasi keadaan pasar ternyata semakin bertambah berat. Menurunnya volume penjualan pelbagai barang hari-hari ini, telah menyebabkan pengembalian piutang dari grosir kepada distributor, tidak lancar. "Keadaan sudah gawat. Banyak cek yang kami terima diminta mundur oleh para grosir," kata Jim Wiryawan, direktur pemasaran PI' Borsumij Wehry Indonesia (BWI), Jakarta. Menurut catatan Jim, dari seluruh total piutang yang diberikan kepada grosir setiap bulan, hanya 40% yang pembayarannya tepat waktu. Sisanya mengalami penundaan. "Jika biasanya kami bisa menagih piutang itu dalam tempo sebulan sesudah penyerahan barang, sekarang ada yang sampai satu setengah bulan baru bisa memperoleh uangnya," katanya kepada TEMPO. BWI, yang bertanggung jawab mendistribusikan 28 macam produk, dari kembang gula sampai komputer, adalah distributor terkemuka dewasa ini. Situasi seperti itu juga dialami PT Maxell Panggung Electronics, Surabaya. Perakit televisi dan kaset recorder merk JVC Nivico ini, baru bisa menerima pembayaran piutang dari dealer dan agen paling cepat dalam tempo 60 hari sesudah penyerahan barang. Tanpa mau menyebut jumlah piutang yang mandek, Hadi C. Widjaja, direktur pemasaran Maxell, tidak bersedia mengungkapkan berapa lama perusahaan bisa menerima penangguhan pembayaran piutang. "Kami tentu tidak bisa menekan mereka, bila memang barang belum laku dijual," katanya kepada Ibrahim Husni dari TEMPO. Toh sejauh itu Hadi menyebut Maxell tak mengalami kesulitan untuk memperoleh modal kerja. Sebab sebagian besar kebutuhan modal kerja, yang digunakan untuk membeli bahan baku komponen elektronik, dan menggaji karyawan, sebagian besar dipenuhi dari modal sendiri. Kemudian sebagian kecil bersumber dari bank dalam negeri, dan kredit dari pensuplai komponen di luar negeri. Kendati demikian, di masa pasar sedang lesu seperti kini, Maxell menganggap perlu menyesuaikan kebutuhan akan modal kerja. "Jadi kalau pasar hanya mampu menyedot 100 televisi misalnya, ya kami order komponen untuk jumlah sebesar itu," kata Hadi. "Prinsipnya kami tidak akan menumpuk stok, baik bahan baku komponen maupun barang jadi." Langkah lain untuk menekan kebutuhan modal kerja adalah: mengurangi waktu kerja menjadi hanya 5 hari. Maxell juga meminta agar pensuplai bahan baku komponen, mempertimbangkan situasi khusus pasar Indonesia saat ini. Alhamdulillah, kata Hadi, pensuplai bisa memahami, dari bersedia memberikan keringanan harga. Dalam keadaan pasar lesu, perusahaan memang cenderung memanfaatkan sumber dana murah untuk memenuhi kebutuhan akan modal kerja. Tapi sejak pemerintah mengisyaratkan pagu pertambahan kredit tahun ini hanya akan naik 15%, dana yang disediakan pelbagai bank kini menjadi mahal. Pada umumnya tingkat bunga pinjaman modal kerja di pelbagai bank swasta nasional bergerak antara 24-27% per tahun, Tingkat bunga sebesar itu, menurut Hadi Permana, wakil ketua Dewan Pimpinan PT Mantrust, termasuk "sangat tinggi". Mantrust, yang antara lain menghasilkan makanan dalam kaleng, setiap bulan rata-rata membutuhkan modal kerja Rp 50 milyar. Dari Bank Bumi Daya, perusahaan ini baru saja mendapat kredit modal kerja dengan bunga 15%, sedang dari Bank Central Asia 25%. Karena dana rupiah di dalam negeri mahal, Mantrust sedang berusaha memperoleh kredit dari luar negeri (offshore loans), yang tingkat bunganya dianggap murah. Tingkat bunga pinjaman antarbank di Singapura (Sibor), misalnya, dianggap kini hanya 9,5% per tahun. Dalam keadaan mendadak, PT Gobel Dharma Nusantara, misalnya, juga acapkali meminjam uang dari luar negeri. "Bukan karena bunganya lebih rendah," kata Jamien A. Tahir, direktur pelaksana perusahaan penjualan barang-barang elektronik merk National itu. "Tapi karena kami bisa memperoleh uang secara cepat dengan hanya angkat telepon." Sekalipun tingkat bunganya murah, menurut Kenneth R. Wynn, Dirut PT Multi National Finance Corp. (Multicor), Jakarta, usaha mencari kredit dari luar negeri itu bukan merupakan cara terbaik untuk setiap pengusaha. "Perusahaan yang mau pinjam dollar seharusnya mempunyai pendapatan dalam dollar pula, yang berasal dari ekspor barang-itu," kata Wynn kepada Minuk Sastrowardoyo dari TEMPO. Pimpinan tertinggi lembaga keuangan nonbank itu menasihati: "Bagi pengusaha yang mempunyai sumber dana rupiah, akan lebih baik jika meminjam dan memegang rupiah." Pinjaman dollar dari luar negeri memang bisa menjadi beban jika kelak nilainya menguat terhadap rupiah. Untuk menekan kerugian akibat perbedaan kurs yang berubah setiap saat itu, Bank Indonesia menyediakan fasilitas s70ap. Dengan memanfaatkan fasilitas ini pengusaha bisa memperoleh harga dollar untuk 3 bulan, atau 6 bulan kemudian, berdasar harga yang berlaku pada saat menutup kontrak swap. Untuk keperluan itu, pengusaha harus menyediakan asuransi, yang persentasenya disesuaikan dengan jangka kontrak fasilitas itu. PT Teijin Indonesia Fibre Corp. (Tifico), penghasil benang sintetis untuk keperluan industri tekstil, adalah perusahaan contoh, yang cukup beruntung memanfaatkan swap. "Lebih dari 80% modal kerja yang kami piniam dalam dollar itu ditutup dengan swap, sehingga kami tidak banyak terpukul oleh devaluasi," ujar Tadashi Kurosawa, direktur Tifico. Tapi swap jelas tak banyak bermanfaat pada han-hari rupiah masih kuat melawan dollar. Memanfaatkan swap di saat seperti sekarang, tentu hanya akan memboroskan dana perusahaan, karena sekarang tak terjadi depresiasi rupiah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus