Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Biaya layanan QRIS digunakan untuk menutup biaya operasional.
Merchant menengah, besar, dan komersial sejak awal dikenai biaya 0,7 persen.
BI melarang merchant membebankan biaya QRIS kepada konsumen.
JAKARTA – Bank Indonesia mulai mengenakan biaya layanan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) kepada merchant alias pedagang pengguna sebesar 0,3 persen dari nilai transaksi sejak 1 Juli lalu. Ketua Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), Santoso Liem, berujar kebijakan ini ditempuh sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan layanan dan efisiensi transaksi digital melalui sistem pembayaran QRIS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Biaya 0,3 persen digunakan untuk menutup biaya operasional dan keberlanjutan. Sebab, di balik proses QRIS, kami harus menyediakan mesin-mesin scanner, lembaga switching, dan lembaga standar," ujarnya kepada Tempo, kemarin, 5 Juli 2023. Santoso mengatakan biaya layanan yang disebut sebagai merchant discount rate (MDR) ini dikenakan tak hanya untuk pembayaran QRIS, tapi juga seluruh pembayaran berbasis kartu, seperti kartu debit dan kartu kredit yang menggunakan mesin electronic data capture (EDC).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menjelaskan, kebijakan MDR nol persen sebelumnya berlangsung dua tahun untuk merchant usaha mikro dan kecil dengan omzet di bawah Rp 400 juta. Sedangkan untuk merchant menengah, besar, dan komersial sedari awal telah dikenai biaya 0,7 persen. "Kami memberikan kesempatan kepada usaha mikro saat masa pandemi untuk bisa menggunakan QRIS, dan ternyata nilainya sangat signifikan dalam memberikan nilai tambah bagi merchant," kata Santoso.
Adapun tarif itu dipungut langsung oleh bank atau perusahaan fintech acquiring yang menyediakan jasa pembayaran QRIS di merchant tersebut. ASPI menyatakan komitmen penyelenggara jasa pembayaran guna meningkatkan kualitas transaksi QRIS untuk merchant ataupun pengguna.
"Misalnya, yang sekarang sedang dijajaki adalah rencana membuat pencairan pada hari yang sama. Jadi, hasil penjualan pada hari itu masuk rekening (merchant) pada hari yang sama. Kalau sekarang, masih settlement next day," ucap Santoso.
Baca juga: Evaluasi Sistem QRIS Setelah Kasus Pemalsuan
Pembeli memindai kode Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) saat berbelanja di Pasar Santa, Jakarta, 3 Juli 2023. ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Selain tarif 0,3 persen untuk MDR, ada pengecualian untuk sejumlah transaksi, seperti transaksi pendidikan yang dikenai MDR 0,6 persen serta transaksi di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) dengan MDR 0,4 persen. Sedangkan transaksi bantuan sosial, seperti donasi, zakat, infak, dan sedekah, tidak dikenai MDR alias nol persen.
"Kalau dibanding kartu debit dan kartu kredit yang MDR-nya di atas 1 persen, MDR QRIS jauh lebih murah dan menguntungkan bagi merchant. Mereka tinggal terima beres," ujar Santoso.
Larangan bagi Merchant QRIS
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono, menegaskan bahwa MDR merupakan biaya yang dibebankan kepada pedagang. "Dengan demikian, pedagang tidak boleh membebankan balik kepada konsumen atau pembeli," ucap Erwin.
Ketentuan itu mengacu pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyedia Jasa Pembayaran Pasal 52 ayat 1 yang berbunyi, "Penyedia barang dan/atau jasa dilarang mengenakan biaya tambahan atau surcharge kepada pengguna jasa atas biaya yang dikenakan."
Jika ada pedagang atau merchant yang masih melanggar serta mengenakan tambahan biaya kepada konsumen, pembeli diimbau melaporkannya kepada Bank Indonesia atau bank dan fintech yang menerbitkan QRIS tersebut.
Sanksi yang dapat dikenakan bagi merchant tersebut adalah pencabutan fitur pembayaran QRIS oleh penyelenggara jasa sistem pembayaran. "Besaran biaya itu untuk mengganti investasi dan biaya operasional yang telah dikeluarkan penyelenggara pembayaran QRIS. Bank Indonesia tidak memperoleh pendapatan dari MDR QRIS," kata Erwin.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mencoba melakukan transaksi pembayaran digital menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) Cross Border di Gianyar, Bali, 3 Juni 2023. ANTARA/Fikri Yusuf
Kebijakan baru ini memicu respons dari kalangan pelaku usaha mikro dan kecil yang menggunakan QRIS. Ardi Saputra, 28 tahun, penjual ayam goreng yang sudah menggunakan QRIS selama tujuh bulan terakhir, mengaku berkeberatan dengan adanya biaya MDR yang harus ditanggung pelaku usaha.
"Kalau begini, biaya makanan yang kami jual juga harus dinaikkan. Walau biayanya hanya 0,3 persen, itu tetap berarti karena frekuensi transaksinya banyak," ucap Ardi. Terlebih pungutan itu secara otomatis terpotong dari pemasukan atau pembayaran yang diterima pedagang melalui QRIS.
Adapun Astari, 35 tahun, pedagang jajanan pasar, memilih menanggung beban biaya MDR QRIS meski harus menggerus keuntungannya. "Kalau harganya dinaikkan, khawatir dagangan malah sepi. Jadi, ya sudah, pasrah saja." Apalagi, dia menambahkan, keberadaan QRIS selama ini cukup membantu penjual karena tidak perlu lagi menyediakan uang kembalian.
Pengamat industri jasa keuangan yang juga mantan Assistant Vice President BNI, Paul Sutaryono, menyebutkan pemberlakuan biaya MDR sebesar 0,3 persen berpotensi menghambat pergerakan transaksi nontunai yang tengah digencarkan pemerintah. Terlebih merchant pengguna QRIS adalah UMKM yang tengah berkembang pesat dan memiliki potensi digitalisasi. "Sudah sepatutnya pengenaan biaya transaksi 0,3 persen untuk mikro ini ditunda sementara waktu," ucapnya.
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo