Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bebas Jerat Bunga Rentenir

OJK menargetkan 40 bank wakaf mikro berdiri pada tahun ini. Demi mengikis kesenjangan dan kemiskinan masyarakat prasejahtera di perdesaan.

7 Juni 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Bebas Jerat Bunga Rentenir

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA santri tampak serius mendengarkan penjelasan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso. Sebagian mengernyitkan dahi, ada juga yang melongo. Topik pembicaraan pada Selasa pekan lalu itu adalah bank wakaf mikro. Di tengah pertemuan, sebuah pertanyaan sempat meluncur: apakah mereka bisa menjadi nasabah bank wakaf tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wimboh menjawab bahwa fokus mereka sebaiknya belajar lebih dulu. "Nanti, setelah lulus, bisa membentuk kelompok untuk membuat unit usaha. Modalnya bisa dari bank wakaf mikro," ujar Wimboh di Pondok Pesantren Al-Manshur Popongan, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bank wakaf mikro (BWM) adalah lembaga keuangan mikro syariah yang dikelola masyarakat. Berbeda dengan bank, juga dengan badan wakaf pada umumnya, lembaga ini tidak mengumpulkan atau menarik dana dari masyarakat. Fungsi lembaga ini hanya menyalurkan pembiayaan. Dana berasal dari donatur yang disetorkan melalui lembaga amil zakat nasional. Lembaga ini kemudian mendistribusikannya ke bank-bank wakaf.

OJK tengah gencar mensosialisasi program tersebut. Selain berkunjung ke Pesantren Al-Manshur Popongan, Wimboh mendatangi Pesantren Al-Muttaqien Pancasila Sakti (Alpansa) di Desa Troso, Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten. Di dua pesantren itu telah berdiri bank wakaf mikro, sebagai bagian dari proyek percontohan nasional.

Beberapa kali Presiden Joko Widodo juga terjun untuk mengetahui perkembangan program bank wakaf mikro. Pada 14 Maret lalu, ia meresmikan bank wakaf mikro di Pondok Pesantren An-Nawawi Tanara, Serang, Banten. Pesantren ini didirikan Ma'ruf Amin, yang sekarang menjabat Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia. Dua pekan berikutnya, Jokowi mengundang beberapa pengelola dan nasabah bank wakaf ke Istana Negara, Jakarta. Intinya, ia ingin ibu-ibu tidak lagi terjerat rentenir yang menawarkan pinjaman dengan bunga mencekik.

Sejak digagas pada Oktober 2017, OJK telah menyetujui pendirian 20 bank wakaf mikro sebagai pilot project. Pembentukannya dilakukan dalam dua tahap, masing-masing sepuluh unit. Hingga pertengahan April lalu, semua bank wakaf mikro telah memiliki 4.152 nasabah. Adapun nilai pembiayaan yang telah disalurkan sebanyak Rp 4,18 miliar. Pada semester I tahun ini, OJK akan memfasilitasi pendirian bank wakaf mikro baru di sepuluh wilayah di Tanah Air.

Bank-bank wakaf tersebut berada di lingkungan pesantren. Lembaga ini dipilih karena dinilai memiliki fungsi strategis untuk memberikan pendampingan kepada nasabah dan mendorong perekonomian masyarakat. Berdasarkan data Kementerian Agama, terdapat 28.194 pesantren yang berpotensi memberdayakan umat serta berperan mengikis kesenjangan ekonomi dan mengentaskan masyarakat miskin, terutama di sekitar pesantren.

Namun Wimboh memastikan bukan hanya pesantren yang boleh mendirikan bank wakaf. "Seminari boleh. Lembaga swadaya masyarakat juga boleh," ujarnya. "Yang penting ada ketokohan."

Menurut Wimboh, pentingnya tokoh di lingkungan bank wakaf tidak untuk menjamin pinjaman, tapi sebagai panutan. "Bila sang tokoh ngomong A, masyarakat akan segan dan manut," katanya. Keberadaan tokoh ini penting mengingat model bisnis bank wakaf yang memberikan pinjaman tanpa agunan.

Latar belakang pendirian bank wakaf memang untuk mengakomodasi segmen masyarakat yang secara komersial tidak terlayani oleh perbankan. "Istilahnya tidak bankable," ujar Wimboh. OJK turun tangan mencari solusi. Di antaranya mempertemukan pemilik dana untuk memberikan donasi kepada masyarakat yang membutuhkan pembiayaan usaha. Karena itu, OJK memfasilitasi pembuatan model bisnis bank wakaf mikro demi meningkatkan akses keuangan masyarakat kelas bawah.

Wimboh mengatakan lembaga yang berminat cukup mengajukan permohonan, kemudian menyetorkan dana minimal Rp 8 miliar. Mereka berhak menentukan lokasi bank wakaf dan potensi nasabahnya. Wimboh mencontohkan Pondok Pesantren Assalam di Solo, Jawa Tengah, yang berkomitmen mendirikan dua unit. "Dia mau setor Rp 16 miliar," kata Wimboh. OJK menetapkan syarat: calon nasabah minimal 3.000 orang. Data calon nasabah itu harus disertakan dalam pendirian bank wakaf.

Untuk tahap awal, pinjaman yang disalurkan Rp 1 juta, dengan bunga 3 persen per tahun. Bantuan modal akan meningkat hingga Rp 3 juta sesuai dengan profil ketaatan tingkat pengembalian pinjaman. Dana tersebut berasal dari wakaf para donatur.

Salah satu donatur adalah Dato' Sri Tahir, pendiri Mayapada Group. Ia mengucurkan Rp 160 miliar ke 20 pesantren Nahdlatul Ulama. Ia juga telah menandatangani komitmen wakaf ke lembaga-lembaga di bawah naungan Muhammadiyah senilai Rp 50 miliar per tahun.

Tahir menjelaskan, dana pemberdayaan umat itu diberikan tidak secara sporadis, tapi sistematis dan berkelanjutan. Sasarannya adalah kegiatan produktif, bukan konsumtif. Pengusaha sekaligus filantrop ini optimistis bantuan wakaf akan efektif menggerakkan ekonomi masyarakat kecil.

l l l

BANK wakaf mikro Alpansa di Desa Troso, Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten, baru lima bulan berjalan. Menurut Ketua Yayasan Alpansa A. Ch. Saifudin Zuhri A., yang biasa dipanggil Gus Zuhri, lembaga ini dirintis setelah Wimboh berkunjung ke pesantrennya pada Agustus 2017. Tidak lama kemudian, Gus Zuhri mendapat undangan ke Istana Negara bertemu dengan Presiden Jokowi.

Dalam pertemuan itu, menurut Gus Zuhri, Jokowi menyebutkan dia ingin masyarakat di sekitar pesantren mendapat akses permodalan berskala mikro dengan mudah, tanpa agunan, tanpa bunga, dan hanya dikenai biaya administrasi 3 persen per tahun. "Presiden menilai pesantren tepat untuk menjalankan program tersebut karena sangat dekat dan langsung berhubungan dengan masyarakat kecil di perdesaan," kata Zuhri.

Untuk mengakses pinjaman dari bank wakaf Alpansa, calon nasabah cukup membawa salinan kartu tanda penduduk dan kartu keluarga. Mereka kemudian dibagi dalam kelompok-kelompok untuk mendapat pelatihan usaha mikro. Tiap kelompok terdiri atas lima orang. Jenis pelatihan disesuaikan dengan minat dan bakat anggota kelompok. Selanjutnya, pinjaman modal sebesar Rp 1 juta akan dicairkan kepada semua anggota kelompok.

Salah satu nasabah bank wakaf Alpansa, Susmanjar, menggunakan dana pinjamannya untuk menambah modal. "Tidak perlu sertifikat atau BPKB sebagai jaminan. Uang yang kami terima juga utuh, tidak ada potongan," ujar warga Dukuh Sumberejo Wangi, Desa Troso, itu.

Pedagang gorengan 47 tahun ini membeli kompor gas, tabung gas, wajan, dan peralatan usaha lainnya. Dengan begitu, proses produksi bisa dilakukan di kantin. Sebelumnya, ia menggoreng di rumah. Sesampai di kantin, gorengannya sudah dingin. Sebagai nasabah bank wakaf Alpansa yang mendapat kucuran modal, tiap pekan Susmanjar mengangsur Rp 23 ribu, yang akan dilakukannya sebanyak 50 kali.

Omzet Susmanjar meningkat. Tahun lalu, ketika ia hanya menggoreng dengan bahan baku 3 kilogram tepung, penghasilannya sekitar Rp 100 ribu. Sekarang, ia bisa menggoreng sampai 5 kilogram tepung dan pendapatannya Rp 150 ribu per hari.

Sinem, penjual siomay di kantin Pesantren Alpansa, mengatakan tambahan modal Rp 1 juta membuat dagangannya menjadi lebih bervariasi. "Dulu sehari hanya mendapat Rp 60 ribu, sekarang bisa sampai Rp 100-150 ribu," ujar perempuan 52 tahun ini.

Bank wakaf Alpansa kini telah memiliki 180 nasabah. "Tidak ada cicilan yang macet. Ini berarti usaha mereka lancar," kata Gus Zuhri.

Adapun Pondok Pesantren Al-Manshur Popongan merintis bank wakaf pada Oktober 2017. Saat itu, perwakilan OJK di Solo kerap datang mensosialisasi bank wakaf mikro. Difasilitasi OJK Solo, BWM Al-Manshur akhirnya berdiri tiga bulan kemudian, setelah mendapat suntikan modal Rp 4 miliar dari lembaga amil zakat nasional.

Pada tahap awal, hanya Rp 1 miliar yang dialokasikan untuk program pembiayaan, dengan plafon Rp 1-3 juta per unit usaha. Adapun Rp 3 miliar sisanya ditanamkan di deposito Bank Mandiri Syariah. Hasilnya untuk biaya operasional bank wakaf.

Hingga saat ini, Al-Manshur sudah memiliki 305 nasabah. Dua di antaranya langsung meminjam Rp 3 juta untuk menutup utang mereka kepada rentenir. Padahal batas pinjaman pada tahap awal maksimal hanya Rp 1 juta. "Karena salah satu tujuan bank wakaf mikro adalah membebaskan masyarakat dari rentenir, ya, kami kasih," tutur Ketua BWM Al-Manshur Popongan, Ulin Nuha, kepada Tempo,Selasa pekan lalu.

Ulin menceritakan, banyak anggota jemaah pengajian yang ingin buka usaha tapi tidak punya modal. Di situ, ia mulai menerangkan soal bahaya riba dan rentenir, sambil membagikan brosur mengenai bank wakaf.

Menurut Ulin, para pengurus bank wakaf Al-Manshur-terdiri atas ketua, sekretaris, dan bendahara-harus siap tidak digaji. Lembaga ini hanya memberikan gaji kepada pengelola, yang sekarang ada tiga orang, yaitu manajer, supervisor, dan teller. Dananya berasal dari bagi hasil deposito modal Rp 3 miliar (sekitar Rp 10,5 juta per bulan) setelah dipotong biaya operasional.

OJK menargetkan 40 bank wakaf mikro berdiri pada tahun ini, dengan jumlah nasabah 3.000-4.000. "Ini belum satu tahun, pasti akan terus bertambah," ujar Wimboh di sela kunjungannya di Pesantren Al-Manshur. Ia optimistis bank wakaf akan terus berkembang.

Retno Sulistyowati, Dinda Leo Listy (Klaten)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus