Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Akses kesehatan sangat penting untuk masyarakat. Farmasi adalah salah satu bidang kesehatan yang menyediakan obat-obatan kepada masyarakat. Distribusi obat-obatan disebarkan melalui tempat-tempat pelayanan kefarmasian, seperti apotek dan toko obat. Untuk mendirikan apotek dan toko obat, terdapat izin yang perlu dipersiapkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perizinan Apotek
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apotek merupakan tempat yang dikunjungi masyarakat untuk mendapatkan obat-obatan. Apotek dapat menjual berbagai jenis obat seperti obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, dan obat narkotika/psikotropika. Selain menjual obat-obatan, apotek juga memberikan jasa pelayanan kefarmasian seperti konsultasi, pelayanan informasi obat, dan pelayanan resep dokter.
Apotek memiliki seorang apoteker yang bertanggung jawab mengelola apotek tersebut. Apoteker merupakan seorang sarjana farmasi yang telah menempuh pendidikan apoteker dan mengucap sumpah jabatan. Apoteker bisa membuka usaha apotek sendiri atau mengelola apotek dengan pemilik modal, baik perseorangan maupun perusahaan. Namun tetap saja, segala urusan yang berhubungan dengan pekerjaan farmasi akan dijalankan oleh apoteker.
Dalam Peraturan Kementerian Kesehatan Nomor 26 Tahun 2018 Pasal 30, persyaratan yang dibutuhkan untuk mendapatkan izin mendirikan apotek adalah Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA), Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA), denah bangunan, daftar sarana dan prasarana, dan berita acara pemeriksaan.
Berdasarkan 889/MENKES/PER/V/2011 Pasal 1, STRA adalah bukti tertulis seorang apoteker telah teregistrasi di data Kemenkes. SIPA di sisi lain merupakan surat izin praktik yang diberikan kepada apoteker yang bekerja di sebuah fasilitas pelayanan kefarmasian.
Perizinan Toko Obat
Seperti halnya apotek, toko obat juga menjual obat-obatan. Namun, karena tidak adanya apoteker yang bertanggung jawab, obat-obat yang dijual di toko obat dibatasi hanya untuk obat-obatan bebas dan bebas terbatas. Toko obat juga tidak diperbolehkan mengadakan pelayanan kefarmasian yang biasa dilakukan oleh seorang apoteker.
Toko obat biasanya dikelola oleh tenaga teknis kefarmasian atau biasa disebut sebagai TTK. TTK berbeda dengan apoteker. Jika apoteker perlu menempuh pendidikan apoteker terlebih dahulu, maka TTK tidak perlu melakukan hal tersebut sehingga tingkatannya lebih rendah dari apoteker. TTK terdiri dari sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi, dan tenaga menengah farmasi/asisten apoteker.
Dalam Peraturan Kementerian Kesehatan Nomor 26 Tahun 2018 Pasal 31, persyaratan yang dibutuhkan untuk mendapatkan izin mendirikan sebuah toko obat adalah Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK), Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK) sebagai penanggung jawab teknis, denah bangunan, daftar sarana dan prasarana, dan berita acara pemeriksaan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan 889/MENKES/PER/V/2011 Pasal 1, Sama halnya seperti STRA dan SIPA yang dimiliki seorang apoteker, STRTTK adalah bukti tertulis seorang tenaga teknis kefarmasian telah teregistrasi di data Kemenkes, sedangkan SIKTTK merupakan surat izin praktik yang diberikan kepada tenaga teknis kefarmasian yang bekerja di sebuah fasilitas kefarmasian. Ada dua macam SIKTTK, yaitu sebagai penanggung jawab sarana (kosmetik, alat kesehatan, dan industri obat tradisional) dan penanggung jawab izin toko obat.
Perbedaan antara perizinan mendirikan apotek dan toko obat ada pada surat bukti tenaga kefarmasiannya. Hal ini karena apotek memiliki pelayanan kefarmasian yang lebih banyak.
RISTYAWAN PRATAMA
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.