Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TARAKAN seperti kota yang murung. Jalan-jalan membentang tanpa diterangi lampu. Kendaraan lalu-lalang pada malam hari mengandalkan temaram cahaya toko-toko di tepi jalan. Para pengendara jeri melaju kencang.
"Sejak ada demo itu, lampu jalan mati," kata Herman, warga Tarakan, kepada Tempo di Jalan Mulawarman, Selasa dua pekan lalu. Menurut dia, lampu penerangan jalan di daerah Lingkas dan beberapa ruas jalan lain juga dipadamkan. "Kadang nyala, itu juga tak lama," ucapnya.
Pemadaman juga masih terjadi di permukiman. Pada Rabu siang dua pekan lalu, warga Kelurahan Amal kembali tak bisa menikmati setrum untuk beberapa jam. "Padam sementara karena ada perbaikan instalasi," ujar Syahri, warga setempat.
Aliran listrik sesekali masih terhenti di wilayah paling utara Provinsi Kalimantan Timur itu. Tapi kondisi ini lebih baik ketimbang sebelum penduduk menggelar unjuk rasa besar pada awal Maret lalu gara-gara krisis setrum.
Sandika Aflianto, Direktur Utama PT Pelayanan Listrik Nasional Tarakan, perusahaan pemasok listrik yang 99,99 persen sahamnya dikuasai PT PLN (Persero), mengakui penerangan jalan dikorbankan lantaran krisis listrik belum beres. "Tapi, bagi pelanggan umum, tak ada lagi pemadaman bergilir," katanya kepada Tempo, Kamis dua pekan lalu, di Jakarta. Pasokan listrik terbantu oleh pengoperasian sepuluh mesin diesel sewaan berkapasitas 10 megawatt sejak 7 April lalu.
Seretnya pasokan listrik di kota berpenduduk sekitar 226.470 jiwa itu membuat warga gampang naik pitam. Bisnis dan aktivitas penduduk terganggu karena listrik byar-pet hampir setahun. Di wilayah kaya minyak ini, sudah dua kali ribuan warga mengamuk karena persoalan listrik. Pada 6 Maret lalu, kantor PT PLN Tarakan, kantor Wali Kota Tarakan, rumah dinas Wali Kota, serta kantor DPRD menjadi sasaran kemarahan warga. "Maret 2012 juga terjadi demonstrasi," ujar Direktur Keuangan dan Administrasi PLN Tarakan Khusnul Mubien.
Listrik yang sering padam itu dipicu pasokan gas yang kembang-kempis. Padahal, menurut Khusnul, 80-85 persen pembangkit listrik PLN Tarakan berbahan bakar gas. Cuma tiga mesin pembangkit yang "minum" solar.
Tarakan membutuhkan 9 million standard cubic feet per day (MMSCFD) gas setiap hari. Enam juta kaki kubik untuk pembangkit PLN berkapasitas 36 megawatt, sisanya untuk pembangkit milik Perusahaan Daerah (Perusda) Kota Tarakan. Dua kilang listrik milik Perusda yang lain berbahan bakar solar.
Gas itu dipasok PT Medco E&P sejak 2004. Kontrak diperbarui pada 2010 untuk lima tahun kemudian seharga US$ 3,5 per juta British thermal unit (MMBTU). "Baru berjalan satu setengah tahun, pasokan anjlok," kata Khusnul. Medco terakhir hanya memasok 0,1-0,2 MMSCFD.
Pecahlah demonstrasi besar pada Maret 2012. PLN lantas "membakar" solar untuk menghidupkan pembangkit. Solar dibeli dari PT Pertamina dengan harga industri Rp 9.400 per liter. Untuk menghasilkan 1 kWh dibutuhkan 0,275 liter, sehingga biaya per kWh sekitar Rp 3.000, belum termasuk biaya lain. "Kalau pakai gas Medco bisa di bawah Rp 500," kata Sandika.
Pada Juli 2012, PLN mendapat pasokan gas dari Pertamina EP, anak usaha PT Pertamina. Gas dari Pulau Bunyu dialirkan lewat pipa tua bawah laut sepanjang 25 kilometer ke Tarakan. Dulu Tarakan yang mengirim gas ke Bunyu untuk membuat metanol. "Sekarang sebaliknya," ujar Khusnul. Gas itu dihargai US$ 5-5,5 per MMBTU dengan pasokan 2-5 juta kaki kubik per hari. Dengan harga itu, ongkos per kWh Rp 550. Sedangkan harga jual listrik kepada masyarakat Rp 850 per kWh, di luar biaya beban.
Namun pada Februari tahun ini kiriman gas Pertamina macet. Pemadaman listrik kembali meluas di Tarakan. Unjuk rasa besar kembali terjadi pada Maret lalu. Sebulan kemudian PLN mendatangkan mesin diesel sewaan tadi. "Ngurus gas itu kayak ngurus genderuwo. Tak bisa dilihat, tak bisa dipegang," ucap Khusnul.
Kendati kecewa, PLN Tarakan tak bisa menuntut Medco. Kontrak bisnis yang disetujui Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) tak mencantumkan denda. "Memang begitu dalam jual-beli gas," kata Sandika. Mengutip penjelasan SKK Migas, ia menerangkan, perusahaan gas sudah menanggung risiko di awal jika ternyata tak menemukan gas. Gas juga tak bisa disimpan laiknya minyak dan batu bara.
Sandika berharap Medco berupaya lebih keras supaya bisa memenuhi kontrak. Ia kecewa atas jawaban Medco mengenai macetnya pasokan gas. "Kami sudah ngebor di dua-tiga tempat, tapi yang keluar minyak. Alhamdulillah buat kami," katanya menirukan.
PLN kemudian menggaet PT Manhattan Kalimantan Investment (MKI) Pte tanpa memutus kontrak dengan Pertamina EP dan Medco. Tapi mereka kembali kecewa karena sampai Juni lalu gas 5 juta kaki kubik per hari dari MKI belum mengalir seperti yang dijanjikan. Menurut Sandika, MKI kesulitan membebaskan lahan untuk pipa sepanjang 15 kilometer dari ladang gas di Simanggatal Lapangan Bayan-A di Juawata Laut, Kota Tarakan. Kontraktor juga tak kunjung kelar mendirikan pengolahan gas. "Tapi komitmen harus dilaksanakan," ujar Sandika.
Dalam kontrak yang ditandatangani pada 5 April 2012, anak usaha perusahaan energi asal Singapura, Manhattan Resources Ltd, itu akan memasok gas seharga US$ 4,3 per MMBTU selama enam tahun. Harga bakal naik enam persen tiap dua tahun. Disepakati, gas dikirim mulai Oktober 2012. Tak ada penalti kalau pasokan gas tertunda. PLN pun tak kena denda jika belum siap menggunakan gas. Tapi, sampai Oktober, pipa belum terpasang dan kilang pengolahan gas belum berdiri.
Kontrak itu semestinya diteken pada Desember 2011, tapi kontrak baru disetujui SKK Migas pada April 2012. Proyek migas di atas US$ 5 juta memang mesti disetujui SKK Migas. Lalu disepakati realisasi pada Juni 2013 karena MKI harus menggelar tender. Revisi kontrak juga belum tuntas dibahas MKI bersama SKK Migas. Namun, sampai kalender bulan Juni habis, infrastruktur gas belum juga terpasang.
Tak terlihat tumpukan pipa dan kegiatan di area proyek MKI di Binalatung pada akhir Juni lalu. Hanya ada lima alat berat yang diparkir. "Sudah dua hari tak kerja karena cuaca," kata Amir, penjaga alat berat itu. Alat berat itu akan membuat parit untuk menanam pipa ke arah utara menuju ladang gas Juawata Laut.
Sekretaris Perusahaan Medco Imron Gazali mengakui cadangan gas untuk PLN kurang. "Tapi kontrak gas masih berjalan," ujarnya lewat pesan pendek, Rabu pekan lalu.
Adapun pejabat MKI, M. Yamin, mengakui pihaknya terlalu percaya diri ketika meneken kontrak. "Ternyata sulit dalam pelaksanaan konstruksinya," katanya Rabu pekan lalu. Ia menjelaskan, tender baru digelar pada Juni 2012 dan kontrak proyek ditandatangani pada September 2012. Pemenang lelang PT Promatcon Tepat Guna dan anak usaha PT PGN, PT Pegas Solution. Proyek direncanakan tuntas dalam 12 bulan, hingga September-Oktober nanti.
Deputi Komersial SKK Migas Widhyawan Prawiraatmadja memastikan MKI akan memasok gas pada September-Oktober nanti. "Kesepakatan pasokan pada Juni itu percepatan," katanya Selasa pekan lalu. Ia menuturkan MKI juga akan memasok gas 3 juta kaki kubik per hari ke pembangkit milik Perusda Tarakan. Namun rencana itu masih terganjal kontrak Perusda dengan Medco.
Direktur Utama Perusda Tarakan Tigor Nainggolan menuding PLN sebagai biang keladi krisis listrik. Sejak November 2010, Perusda telah mengusulkan kerja sama dengan MKI. Lalu, pada April 2012, Perusda mengajukan proyek pemasangan pipa gas MKI dengan menggandeng PT Tarakan Bais Energi. Dana Rp 20 miliar sudah disiapkan. Targetnya, gas bisa mengalir pada Februari 2013.
Dalam skema itu, Perusda akan memungut toll fee kepada PLN atas penggunaan pipa. "Tapi tak ditanggapi," katanya akhir Juni lalu. Kelambanan itulah yang membuat PLN "berdarah-darah" karena mesti membeli solar yang mahal.
Sandika mengakui PLN kesulitan keuangan gara-gara belanja solar. Pada 2012, PLN berutang Rp 50 miliar kepada PT Pertamina. Cicilan utang baru lunas pada Juni lalu. Sedangkan mulai Oktober 2012 PLN mesti membayar tunai setiap pembelian. Per bulan dibutuhkan sekitar Rp 3 miliar untuk membeli solar. Artinya, butuh Rp 30 miliar untuk kebutuhan Oktober 2012-Juli 2013. Tapi dia tak mau disebut lamban. Dia mengaku sudah berusaha membuat Medco melaksanakan komitmen menurut kontrak.
Kalau pasokan gas tak kunjung normal, belanja solar akan menggerus keuangan PLN, yang berpenghasilan Rp 15-16 miliar per bulan. Menurut Sandika, Pemerintah Kota Tarakan sedang mengupayakan dana darurat Rp 118 miliar dari APBN untuk membantu PLN.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo mengaku tak mengetahui persoalan krisis listrik di Tarakan. "Kalau tahu, akan saya panggil PLN," katanya Rabu pekan lalu. Ia mencontohkan, masalah pasokan gas PT PGN ke PT PLN Batam baru saja tuntas ditanganinya. Tapi ia menolak keinginan menggelontor PLN dengan uang negara.
Wakil Ketua Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat Effendi Muara Sakti Simbolon menilai kelangkaan pasokan gas memang disengaja agar PLN terus menggunakan solar. Ia menduga ada keuntungan finansial dalam penyewaan genset dan belanja solar. Padahal penggunaan solar memicu inefisiensi Rp 37,6 triliun di PT PLN pada 2009-2011, sesuai dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan. "Jangan gampang terharu," ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.
Jobpie Sugiharto, Gustidha Budiartie, Firman Hidayat (Tarakan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo