Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direksi PT Berau Coal Energy Tbk boleh dibilang kini tak lagi leluasa mengelola perusahaan. Ruang gerak eksekutif dipersempit oleh induknya, Bumi Plc, yang menguasai 84,7 persen saham perusahaan tambang batu bara itu.
Hanya aksi korporasi bernilai di bawah US$ 1 juta yang boleh diputuskan oleh direksi. Transaksi di atas itu mesti disetujui dewan komisaris. "Kewenangan sekarang banyak di komisaris," kata Direktur Utama Berau Eko Budi Santoso seusai rapat umum pemegang saham, Sabtu dua pekan lalu, di Hotel Le Meridien, Jakarta. "Supaya jangan lagi ada hal-hal seperti kemarin."
Berau memang sedang dililit masalah. Manajemen lama di bawah Rosan Perkasa Roeslani dinilai melakukan kesalahan sehingga perusahaan rugi hampir Rp 2 triliun tahun lalu. Hasil audit investigasi Bumi Plc pun menemukan penyimpangan keuangan US$ 201 juta (sekitar Rp 1,99 triliun) pada 2011 dan 2012.
Walhasil, Rosan diminta membayar US$ 173 juta (sekitar Rp 1,71 triliun) kepada Berau. "Tak ada denda. Segera akan saya bantu Berau," ujar Rosan, Juni lalu. Ia dicopot awal Maret lalu, lantas kembali menjadi Presiden Direktur Recapital, salah satu pemegang saham Berau.
Sumber Tempo di Bumi Plc menuturkan komisaris diberi kewenangan besar karena banyak lubang dalam laporan keuangan Berau. "Itu memicu Bumi Plc meningkatkan pengawasan," kata si sumber Rabu pekan lalu. Pengawasan juga dilakukan dengan merombak direksi dan komisaris.
Akhir Juni lalu, Sandiaga Uno, mitra Rosan di Recapital, mengundurkan diri dari posisi komisaris. Masuklah CEO Bumi Plc Nick von Schirnding menjadi wakil komisaris utama mendampingi Komisaris Utama Sofyan Djalil dan Amir Sambodo sebagai komisaris. Amir juga Direktur independen Bumi Plc.
Schirnding, Amir, dan Rosan termasuk kubu Bakrie yang mematahkan keinginan baron Nathaniel Rothschild mempertahankan PT Bumi Resources Tbk di pangkuan Bumi Plc. Nat—panggilan akrab Nathaniel Rothschild—menguasai 17, 8 persen saham di Bumi Plc. Pemilik saham lainnya di antaranya PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk milik Samin Tan (23,8 persen), Grup Bakrie (23,8 persen), Hary Tanoesoedibjo (1,7 persen), dan Hashim Djojohadikusumo.
Hasil voting dalam rapat umum pemegang saham luar biasa Bumi Plc di London, Februari lalu, menunjukkan kubu Bakrie meraup dukungan 63 persen. Bakrie pun kembali menguasai penuh Bumi Resources dengan membeli 29 saham Bumi Plc di perusahaan tambang batu bara terbesar itu. Nat juga gagal mendepak 12 dari total 14 anggota direksi Bumi Plc.
Bakrie dan Nat, yang tadinya bersekutu saat mendirikan Bumi Plc, kini memang menjadi seteru. Menurut sumber tadi, perombakan sekaligus untuk melindungi Berau dari obsesi Nat menguasai aset tambang di Indonesia. Dengan lepasnya Bumi Resources, praktis Berau menjadi incaran utama investor kakap asal Inggris itu.
Tapi Nat menampik kabar ingin mencaplok Berau. Ia mengatakan perlawanannya justru agar Berau tak rugi lebih banyak akibat ulah Bakrie. Dia justru ragu perombakan kali ini mampu memperbaiki Berau. "Berau masih di bawah kendali sekutu-sekutu Bakrie dan Samin Tan," katanya kepada Tempo via surat elektronik, Senin pekan lalu.
Nat menyebutkan perombakan itu hanya untuk memasukkan sekutu Bakrie seperti Scott Merrillees dan Eko di posisi direksi serta Schirnding dan Amir di jajaran komisaris. "Ini bukan sengketa para pemegang saham seperti kata Bakrie, melainkan penipuan gaya lama," ujar Nat.
Juru bicara Grup Bakrie, Christopher Fong, membantah tudingan bahwa bosnya ingin mengobok-obok Berau. "Urusan kami hanya pada Bumi Plc. Yang dibicarakan Nat adalah omong kosong," katanya Rabu pekan lalu.
Gustidha Budiartie, Rizki Puspita Sari
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo