APA kabar Yayasan Dana Abadi Karya Bakti (Dakab)? Jenderal Soeharto, patron yayasan ini, sudah lengser sejak Juni 1998. Yayasan Dakab memang masih bertahan, tapi kondisinya tidak lebih baik dari sang patron. Kantor Dakab di Gedung Granadi, Jalan Rasuna Said, Jakarta, yang dulu ramai dikunjungi pengusaha, sekarang sepi bak kuburan. Kondisi keuangan yayasan ini pun, menurut sumber TEMPO di sana, sangat pas-pasan. Maka, tak terlalu mengherankan bila terbetik kabar bahwa Dakab ingin melepas beberapa aset yang dulu berada dalam genggamannya.
Salah satu asetnya yang layak jual adalah saham di PT Multi Nitrotama Kimia (MNK). Di perusahaan penghasil amonium nitrat dan asam nitrat (bahan pembuat bom yang biasa digunakan di daerah pertambangan) tersebut, Dakab memiliki andil 30 persen. Pemilik lainnya adalah Bimantara, yang menguasai 40 persen, dan Pupuk Kujang dengan 30 persen saham. Saat ini, kapasitas produksi MNK mencapai 28 ribu ton amonium nitrat dan 55 ribu ton asam nitrat per tahun. Dari pemasaran di dalam negeri dan ekspor, keuntungannya ter-hitung lumayan. Menurut laporan yang pernah disampaikan kepada DPR, pada tahun 2000, MNK bisa meraup laba Rp 34,8 miliar.
Dengan kinerja yang bagus itu, banyak pihak melirik MNK. Dari sekian kandidat, yang terhitung peminat serius tampaknya hanya Pupuk Kujang dan Orica. Maklum, keduanya sudah tak asing dan mengenal betul isi perut Multi Nitrotama. Pupuk Kujang menguasai saham MNK sebanyak 30 persen, sedangkan Orica adalah perusahaan bahan peledak kenamaan yang selama ini telah menjadi mitra strategisnya. Perusahaan asal Australia itu juga berpengalaman mengelola pabrik peledak di empat lokasi lain, yaitu di Kelian (Kalimantan Timur), Satui (Kalimantan Selatan), Minahasa (Sulawesi Utara), dan Senakin (Kalimantan Timur).
Ditilik dari sejarahnya, MNK didirikan sebagai upaya Pupuk Kujang untuk memberikan nilai tambah pada produk sampingannya berupa amonia. Selama ini, amonia dijual dalam bentuk mentah dan baru kemudian Pupuk Kujang berencana mengolahnya dulu menjadi amonium nitrat, agar harga jualnya bisa lebih tinggi. Apalagi permintaan amoniak di dalam negeri cukup lumayan, terlebih karena di-butuhkan oleh banyak perusahaan tambang di Kalimantan, Sulawesi, dan Irianjaya.
Namun, entah bagaimana, niat Pupuk Kujang membangun pabrik amonium nitrat tercium oleh pihak Cendana. Keluarga yang terkenal dengan bujukan mautnya itu langsung minta dilibatkan dalam pendirian pabrik tersebut. Lalu… simsalabim, Keluarga Cendana berhasil menguasai mayoritas saham lewat Bimantara dan Dakab. Jangan tanya bagaimana hal itu bisa terjadi. Adapun yang ditunjuk menjadi presiden komisaris mewakili Dakab adalah Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto—terpidana yang kini masih buron dan diduga terlibat dalam sejumlah aksi pengeboman di Tanah Air.
Sekilas terlihat, pembagian saham itu kurang adil bagi Pupuk Kujang, yang menjadi pe-masok utama bahan baku Multi Nitrotama. Selain perusahan ini menjadi pemasok amoniak, tanahnya yang seluas 4 hektare di Cikampek digunakan untuk pabrik tersebut, tanpa dihitung sebagai ekuitas. Jelas Pupuk Kujang dirugikan, tapi tak bisa berbuat apa-apa. Nasibnya tak berbeda dengan Garuda Indonesia, yang bengkel pesawatnya "diserobot" oleh keluarga yang empunya kuasa itu. Menurut sumber TEMPO, Pupuk Kujang juga hanya bungkam ketika dipaksa menjual amonia dengan harga lebih rendah dari harga pasar internasional. Praktek bisnis yang mengenaskan Pupuk Kujang ini berlangsung sepuluh tahun, terhitung sejak 1991.
Namun, pihak Multi Nitrotama langsung membantah. Hery Kusnanto, direktur utamanya, malah menyebut harga amonia made in Pupuk Kujang lebih mahal ketimbang produk Pupuk Kaltim. "Pupuk Kujang menjual amonia seharga US$ 160, sedangkan Pupuk Kaltim cuma US$ 125 per ton," katanya menjelaskan. Kalaupun pihaknya tetap membeli amonia dari Pupuk Kujang, hal itu menurut Hery lantaran lokasi pabriknya lebih dekat sehingga menghemat biaya pengangkutan.
Lalu, bagaimana akhir pertarungan memperebutkan saham Dakab di MNK itu? Masih belum jelas. Soalnya, baik Dakab, Pupuk Kujang, maupun Multi Nitrotama belum mau berkomentar. Tapi, bila Dakab serius ingin menjual, lebih dulu perlu dilakukan uji tuntas (due diligence) untuk mengetahui nilai perusahaan bahan peledak itu. Setelah itu, barulah penawaran digelar.
Memang, bila mengingat sumbangsihnya yang cukup besar dalam pendirian Multi Nitrotama Kimia, Pupuk Kujang atau induknya, yaitu Pupuk Sriwidjaja, layak mendapat prioritas untuk menjadi penawar utama (preferred bidder). Tapi, kalau menginginkan pengelolaan yang profesional, mungkin lebih bagus bila Orica yang masuk ke MNK. Paling tidak, biarkan keduanya bersaing secara fair.
Nugroho Dewanto, Purwani Diyah Prabandari, Iwan Setiawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini