Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dua Pola Restrukturisasi untuk Utang Bakrie

Konsorsium kreditor menguasai 95 persen saham Bakrie & Brothers. Kepemilikan keluarga Bakrie tinggal 1,03 persen. Tapi masih ada opsi penjualan kembali.

30 September 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perundingan panjang dan melelahkan itu akhirnya selesai juga. Negosiasi yang dimulai sejak 1997 itu akhirnya membuahkan hasil. Lebih dari 130 kreditor menyepakati restrukturisasi utang Bakrie & Brothers (BB) senilai US$ 1,086 miliar. Berkas kesepakatan sudah ditandatangani dan berlaku efektif mulai 28 November 2001. Pola yang disepakati dalam restrukturisasi itu adalah debt to equity (pengalihan utang menjadi penyertaan) dan debt to assets swap (pengalihan utang menjadi aset). Dengan pola ini, konsorsium kreditor menguasai 95 persen saham serta empat aset BB, yakni PT Bakrie Kasei Corporation (di perusahaan ini BB memiliki 25,5 persen), PT Arutmin Indonesia (di sini BB memiliki 20 persen), PT Bakrie Sumatra Plantation (kepemilikan BB di sini 52,5 persen), dan PT Bakrie Electronics (saham BB di perusahaan ini 70 persen). Pola ini membuat saham kelompok Bakrie dan publik tergerus hingga masing-masing tinggal 3,57 persen dan 1,43 persen. Saham yang dikuasai kelompok Bakrie pun masih dikerat lagi menjadi: perusahaan yang terafiliasi dengan Bakrie 2,57 persen dan keluarga Bakrie 1,03 persen. Seperti diketahui, sebelumnya keluarga Bakrie memiliki 19,62 persen, publik 28,95 persen, dan Bakrie Investindo 51,43 persen. Dengan hanya 1,03 persen saham, praktis keluarga Bakrie tergusur dari posisi kunci di Grup BB. Penguasa baru tentu akan membawa orang-orangnya, dan bukan mustahil orang lama akan tergusur. Di jajaran komisaris, disebut-sebut muka baru yang cukup kondang, yakni ekonom Sjahrir. Diperkirakan, ia akan men-duduki posisi komisaris independen. Sjahrir juga ditunjuk sebagai ketua komite audit perusahaan. Menurut sumber TEMPO, orang lama yang masih dipertahankan adalah Aburizal Bakrie—dengan tujuan untuk melancarkan bisnis BB di bidang telekomunikasi. Hubungan baik yang dibina Ical dengan PT Telkom sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi lokal dianggap penting. "Kreditor tetap mempertahankan Ical di manajemen karena butuh aksesnya," kata sumber tersebut. Namun, dengan atau tanpa Ical, kendali atas manajemen BB sepenuhnya berada di tangan kreditor. Untuk itu, mereka membentuk Special Purpose Vehicle (SPV), yang menangani tiga anak perusahaan yang selama ini berfungsi sebagai cash cow B&B, yaitu PT Bakrie Sumatra Plantation, PT Bakrie Kasei, dan PT Arutmin. Menurut analis keuangan dari Main-saham.com, Alan Monangin, pola restrukturisasi utang BB memungkinkan kreditor memiliki kontrol atas penjualan aset dan repatriasi (pengembalian) uang kas secara langsung dari hasil penjualan aset tersebut. Kreditor juga berwenang menjual 30-40 persen saham kekeluarga Bakrie atau investor lain, melalui opsi penjualan kembali. Di pihak lain, investor minoritas hanya akan menikmati kucuran dividen dari kas yang dihasilkan anak perusahaan di luar SPV, seperti infrastruktur dan telekomunikasi. Arus kas anak-anak perusahaan di luar SPV tentu tidak sebaik tiga perusahaan dalam SPV. Kalau bagus, pastilah kreditor bersikeras menempatkannya di bawah payung SPV. Apalagi kreditor juga memiliki klaim atas piutang Bakrie Electronics—salah satu anak perusahaan di divisi telekomunikasi—sebesar US$ 30 juta. Ini berarti, investor minoritas baru akan menikmati keuntungan setelah piutang itu dibayarkan kepada para kreditor tersebut. Satu-satunya harapan pemasukan bagi investor minoritas adalah dari hasil divestasi tiga perusahaan di SPV. Sesuai dengan perjanjian restrukturisasi, investor minoritas bakal mendapat 5 persen dari divestasi aset itu. Dari divestasi 51,5 persen aset PT Bakrie Kasei Corporation ke Mitsubishi Chemical senilai US$ 51,5 juta, investor minoritas mendapat US$ 2,6 juta. Sekitar US$ 3 juta lagi bakal diperoleh dari divestasi 20 persen saham PT Arutmin plus 52,5 persen PT Bakrie Sumatra Plantation. "Total pendapatan investor minoritas dari divestasi tiga perusahaan itu diperkirakan US$ 6 juta," kata Alan menambahkan. Meski terpuruk sebagai pemegang saham minoritas, peluang keluarga Bakrie untuk bangkit dan kembali menguasai grup usaha itu—yang dulu diwariskan sang ayah, Achmad Bakrie, kepada anak-anaknya—masih terbuka. Menurut Kepala Divisi Komunikasi BPPN, Suryo Sulistio, dalam perjanjian restrukturisasi terdapat skema insentif kepada manajemen Bakrie untuk mendapatkan kembali sebagian saham yang telah diserahkan ke kreditor. Tapi, apa iya? Menurut petinggi BPPN itu, insentif saham diberikan jika BB sukses menjual empat aset yang diserahkan dengan nilai dan waktu penjualan yang disetujui kreditor. "Makin tinggi harganya dan makin cepat penjualannya, makin besar insentifnya," kata Suryo. Insentif itu bertujuan agar Bakrie termotivasi untuk meningkatkan nilai aset-asetnya dan menyelesaikan re-strukturisasi dengan segera, sehingga meningkatkan recovery (tingkat pengembalian), yang akhirnya menguntungkan para kreditor juga. Hartono, Dewi Rina Cahyani, Purwani Diyah Prabandari

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus