MULAI 1 Februari nanti, penumpang Garuda dari Jakarta ke Ambon, yang hendak terus ke Ternate dengan Merpati, bisa mempergunakan satu tiket terusan. Penumpang yang tak ingin menginap di Ambon bisa juga memasukkan bagasinya dari Jakarta ke perut Garuda, dan membongkar bagasi langsung dari Merpati di Ternate. Fasilitas serupa juga bisa diperoleh di beberapa jalur lain. Kemudahan lain bagi penumpang, tak perlu menunggu lama atau menginap menunggu penerbangan sambungan, karena perusahaan Garuda Indonesian Airways dan Merpati Nusantara Airlines sudah sepakat untuk saling menyesuaikan jadwal penerbangan bersambung. Bila, misalnya, kebetulan terjadi halangan - seperti penerbangan sambungan tertunda, sehingga penumpang harus menginap - perusahaan penerbangan yang tertunda itu akan menanggung hotel dan angkutan dari pelabuhan ke hotel. Kerja sama antara Garuda dan Merpati ini berdasarkan perjanjian yang di teken pekan lalu. Semuanya sudah lama dipersiapkan direktur utama Garuda R.A.J. Lumenta, sejak ia masih menjadi dirut Merpati dan sekretaris Garuda, 1979-1984. Prosesnya cukup lama, terutama karena diperlukan penjajakan-penjajakan administrasi yang sangat cermat antara kedua perusahaan. Soal penarikan keuanganlah yang paling rawan dalam usaha kerja sama itu. "Bayangkan, bagaimana sulitnya mengumpulkan jutaan rupiah yang tersebar di agen-agen yang terpencar di banyak tempat," kata Lumenta. Agaknya, banyak agen penerbangan biasa menunggak. Padahal, menurut ketua umum Asosiasi Agen Perjalanan Indonesia (Association of the Indonesian Travel Agencies Asita), Sri Mulyono Herlambang, penunggakan itu tak perlu terjadi kalau perusahaan penerbangan tidak lalai. Caranya, setiap agen harus menaruh deposito pada perusahaan penerbangan, dan tidak boleh mengambil tiket bernilai melebihi depositonya. "Jadi, itu masalah perusahaan penerbangan sendiri, khususnya manajer perwakilan mereka," kata Herlambang. Sulitnya, penagihan pada agen-agen akan memperpanjang proses penagihan lewat administrasi dua perusahaan yang kini bekerja sama itu. Malahan, akibat kerja sama itu pula, risiko beban biaya akan bertambah, seandainya ada penerbangan sambungan yang tertunda. Belum lagi kalau ada klaim barang hilang, seperti sering dikeluhkan lewat media massa, siapa yang akan bertanggung jawab. Menurut Lumenta, klaim atas kerusakan atau kehilangan bagasi akan ditanggung penerbangan yang terakhir menangani bagasi. Sebaliknya, melihat risiko-risiko tambahan itu, diharapkan pelayanan penerbangan Garuda dan Merpati akan lebih rapi. Dengan demikian, Merpati dan Garuda bisa mengharapkan pemakai jasa penerbangan mereka akan meningkat. Faktor muatan penumpang Merpati, tahun lalu, rata-rata 59% kapasitas pesawat, dan menghasilkan Rp 48 milyar. Direktur utama Merpati Nusantara Airlines, Soeratman, berharap bahwa kerja sama angkutan estafet dengan Garuda akan meningkatkan faktor muatan Merpati hingga 65%. Sedangkan dirut Garuda, Lumenta, belum bisa memperkirakan berapa besar tambahan muatan dengan adanya kerja sama itu. Tapi, melihat rata-rata faktor muatan Garuda untuk penerbangan domestik baru 42%, itu berarti masih 17% di bawah faktor muatan Merpati. Memang, pesawat-pesawat Garuda memakai mesin jet, sehingga titik impasnya cuma 35%. Dari angkutan dalam negeri, Garuda berharap bahwa keuntungan bisa ditingkatkan. Angkutan penerbangan luar negerinya memang bisa mendapatkan muatan sampai 53% kapasitas, tapi rongrongan beban utangnya menyebabkan keuntungannya cuma sekitar 7% di atas titik impas. Kerja sama antara Garuda dan Merpati ini sebenarnya sudah sangat terlambat. Garuda oleh beberapa perusahaan asing dipandang selama ini kurang suka bekerja sama. Tapi dengan penerbangan Australia, baik Qantas maupun penerbangan domestik, kerja sama sudah ada. Kerja sama Garuda dengan Merpati itu tampaknya belum akan segera mengikutsertakan penerbangan swasta, seperti Bouraq dan Mandala. "Mereka mempunyai konsesi tersendiri dengan Departemen Perhubungan," kata Lumenta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini