Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bergantung pada Cepu

Pemerintah harus menggenjot produksi minyak nasional. Penurunan harga belum menyelamatkan anggaran negara.

3 November 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PIMPINAN Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) bekerja keras. Sejak Komisi Energi dan Sumber Daya Mineral Dewan Perwakilan Rakyat mengetukkan palu target lifting minyak 900 ribu barel per hari pada 2015, mereka tak henti mengejar para kontraktor migas untuk menggenjot angka produksi.

Sudah sebulan ini SKK Migas mengoreksi rencana kerja para kontraktor. Mereka meminta para produsen minyak itu menambah produksi. "Tentu, dengan rencana anggaran yang tidak berpotensi menambah beban negara. Ini perjuangan berat," kata Sekretaris SKK Migas Gde Pradnyana kepada Tempo, pertengahan Oktober lalu.

Target yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015 itu memang beda dengan usulan SKK Migas. Lembaga ini cuma berani mengajukan target lifting rerata 845 ribu barel per hari. Tapi usul ini ditolak DPR. Komisi Energi DPR berkeras target 900 ribu barel per hari harus bisa dicapai.

Pelaksana Tugas Kepala SKK Migas Johanes Widjanarko menyebutkan permintaan para anggota Dewan itu tidak realistis. Kalaupun SKK harus kerja sampai jungkir balik, hasil optimal yang bisa dicapai tahun depan hanya di kisaran 870 ribu barel per hari. "Itu pun sudah termasuk tambahan 34 ribu barel dari angka yang kami ajukan semula," kata Widjanarko.

Menurut Widjanarko, mencari tambahan yang 34 ribu barel per hari saja tidaklah mudah. Ia menjabarkan, tambahan itu akan diperoleh dari hasil percepatan proyek-proyek yang menyumbang sekitar 15 ribu barel per hari. Sisanya dari hasil mitigasi lapangan yang bisa dikembangkan.

Namun, Gde menambahkan, angka tambahan itu masih sebatas di atas kertas. Untuk merealisasinya, masih ada beberapa hambatan yang perlu disingkirkan, antara lain masalah perizinan untuk menghindari risiko hasil eksploitasi yang tidak sesuai dengan hitungan. "Jadi masih belum bisa dipastikan," katanya.

Saat ini rata-rata produksi minyak masih berada di kisaran 793 ribu barel per hari. Angka ini pun belum memenuhi target 2014 sebesar 818 ribu barel per hari. Volume produksi tahun depan juga terancam lebih rendah bila Blok Cepu tak bisa diandalkan.

Tapi SKK Migas optimistis Blok Cepu akan mencapai puncak produksi tahun depan. Menurut Gde, titik tertinggi produksi—165 ribu barel per hari—akan dicapai mulai kuartal ketiga. Maka, jika dirata-rata, Blok Cepu akan berkontribusi menambah produksi 120 ribu barel per hari untuk 2015.

Direktur Eksekutif Reforminer Institute Pri Agung Rachmanto ragu pemerintah bisa memenuhi target lifting dan produksi tahun depan. Kalaupun produksi Blok Cepu tahun depan berhasil menyentuh puncak, ia memperkirakan rata-rata produksi optimal tahun depan hanya sekitar 850 ribu barel per hari.

Belum lagi, Pri menambahkan, angka rasio penurunan produksi yang diperkirakan juga masih tinggi, mengingat mayoritas sumur produksi di Indonesia tergolong uzur. "Itu pun dengan syarat pemerintah serius dan berkomitmen dengan jadwal yang dibuat," ujarnya.

* * * *

"So what?" Begitu jawab Susilo Siswoutomo saat media bertanya tentang penurunan harga minyak dunia, dalam acara perpisahan sebagai Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Selasa dua pekan lalu.

Harga minyak dunia yang terus melemah sedang menjadi sorotan publik. Minyak mentah jenis Brent, misalnya, memecahkan rekor menyentuh titik terendah dalam dua tahun terakhir di posisi US$ 85,68 per barel dua pekan lalu. Harga kontrak minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November juga turun menjadi US$ 82,7 per barel.

International Energy Agency (IEA) bahkan merilis revisi permintaan minyak dunia tahun ini diperkirakan hanya tumbuh 700 ribu barel menjadi 92,4 juta barel per hari, atau turun 200 ribu barel per hari dari prediksi sebelumnya.

Tahun depan IEA memprediksi pertumbuhan permintaan minyak dunia masih tumbuh walau sedikit melambat, yakni 1,2 persen menjadi 93,5 juta barel per hari. Akibatnya, harga minyak diperkirakan masih lemah.

Pri Agung menuturkan, anjloknya harga terjadi karena pasokan minyak yang berlebih. Maka konflik di beberapa negara produsen minyak, seperti Libya dan Ukraina, tidak menekan harga.

Kondisi ini diperkirakan masih berlangsung hingga tahun depan karena produksi beberapa negara Timur Tengah diprediksi melebihi target. Kalaupun ada kenaikan harga, ada kemungkinan terjadi mulai semester kedua, saat perekonomian global lebih pasti dan pertumbuhan ekonomi beberapa negara kembali pulih. Dengan begitu, akan ada dorongan permintaan minyak dunia.

Menurut Pri, hal itu akan berdampak terhadap harga minyak Indonesia (ICP). Harga minyak Indonesia akan turun, tapi tidak tajam. Dengan penurunan harga minyak dunia ke posisi US$ 80 per barel, diperkirakan rata-rata ICP tahun depan berada di kisaran US$ 95-100 per barel. "Tidak jauh berbeda dengan asumsi APBN 2015," katanya.

Pemerintah mengasumsikan ICP tahun depan US$ 105 per barel. Menurut Susilo, dampak dari penurunan harga minyak dunia biasanya akan dirasakan Indonesia dua-tiga bulan setelahnya. Sebab, minyak yang diolah di dalam negeri saat ini menggunakan nilai kontrak tiga bulan sebelumnya.

Susilo juga memperkirakan ICP berada di kisaran US$ 95 per barel dengan kondisi harga minyak dunia masih terpuruk. Tapi hal itu tidak akan berpengaruh banyak terhadap anggaran negara. Sebab, nilai tukar rupiah masih lemah terhadap dolar Amerika Serikat.

Berdasarkan hitungannya, dengan harga minyak yang turun pun harga bensin dan solar masih berada di kisaran Rp 11.500 per liter. Artinya, pemerintah masih punya beban subsidi cukup besar dengan harga bensin saat ini.

Apalagi dengan konsumsi bahan bakar minyak yang terus meningkat dan ketersediaan kilang yang masih terbatas, impor pun masih menjadi jalan keluar untuk mencukupi kebutuhan energi dalam negeri. "Ini artinya subsidi tidak bisa langsung turun," ujarnya.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara menegaskan, ketergantungan impor energi yang tinggi ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. "Sama saja itu akan memakan cadangan devisa," ucapnya.

Menurut Pri, permasalahan sektor energi bisa dibereskan bila pemerintah berkomitmen soal investasi, baik di hulu maupun hilir. Di hulu, pemerintah harus menjamin kepastian hukum dan penyederhanaan birokrasi. Sebab, produksi yang terus merosot tak bisa dimungkiri karena tidak adanya investasi baru untuk eksplorasi ataupun eksploitasi dalam beberapa tahun terakhir.

Di hilir, kesungguhan pemerintah baru membangun infrastruktur, seperti tangki penyimpanan dan kilang, akan sangat berarti untuk menekan impor BBM. "Kalau itu dijalankan, masalah energi yang begini-begini saja dari dulu pasti bisa diselesaikan," kata Pri.

Gustidha Budiartie, Ayu Primasandi, Bernadette Christina.


Target Lifting Minyak dan Gas Bumi 2015

NOKKSMinyak (Mbopd)Gas (BOEPD)
1Total E&P Indonesie61,6269,5
2PT Pertamina EP121161
3PT Chevron Pacific Indonesia280-
4BP Berau Ltd5,6178,6
5Conoco Phillips Grissik8,1151,8
6Mobil Cepu Ltd165-
7Conoco Philips Indonesia20,557,1
8PHE ONWJ39,733,9
9VICO11,253,6
10JOB Pertamina-E&P Medco Tomori40,2995,25
11Kangean Energy-44,6
12CNOOC SES Ltd319,8
13Premier Oil Natuna1,536,6
14PHE West Madura Offshore20,117,9
15Petrochina International12,525,4
1663 KKKS lainnya116,2168
Total Lifting9001248

Ket :
Mbopd : Ribu barel minyak per hari
BOEPD : Barel setara minyak per hari

Data ICP

  • 2010 : US$ 79,40
  • 2011 : US$ 111,55
  • 2012 : US$ 112,73
  • 2013 : US$ 105,84
  • 2014 : US$ 92,58 (per September)
  • 2015 : US$ 105 (asumsi APBN) Sumber: Kementerian ESDM
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus