Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mencegah Negara Bangkrut

Pelantikan Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden menimbulkan harapan baru bagi pebisnis. Yang paling ditunggu investor adalah kebijakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak bersubsidi. Meski akan berdampak terhadap inflasi, pasar menilai, tanpa itu, fiskal Indonesia rentan karena terbebani anggaran.

Menteri Perekonomian Sofyan Djalil dan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro sudah mengisyaratkan pemerintah akan menaikkan harga minyak sebelum tahun ini berakhir. Jika kebijakan ini dipilih, akan ada penghematan yang cukup signifikan pada sisa tahun ini dan tahun depan.

3 November 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPERTI dugaan para ekonom, efek Jokowi menembus pasar. Indeks harga saham gabungan (IHSG) terkerek 1,09 persen sesaat setelah Joko Widodo dan Jusuf Kalla mengucap sumpah jabatan sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI, 20 Oktober lalu. Pada penutupan perdagangan sesi pertama hari itu, indeks ditutup naik 55 poin ke level 5.083 dibanding saat pembukaan.

Fenomena pelantikan Jokowi-JK memang luar biasa. Pertama kali dalam sejarah Indonesia, ribuan orang turun ke jalan untuk merayakan peresmian pemimpin baru. Jalur utama Ibu Kota, Jalan Sudirman, Jalan M.H. Thamrin, hingga Jalan Medan Merdeka menuju Istana Negara, berubah menjadi lautan manusia.

Tapi kemeriahan pesta rakyat ala Jokowi tak terlalu perkasa untuk mendorong indeks melaju lebih kencang. Volatilitas begitu terasa. Indeks naik-turun selama sepekan ini. Analis PT Investa Saran Mandiri, Kiswoyo Adi Joe, tak menampik anggapan bahwa efek Jokowi mendorong kenaikan indeks saham dan penguatan rupiah. "Pelaku pasar berharap Jokowi bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan melakukan reformasi ekonomi."

Deputi Tim Transisi Jokowi-JK, Hasto Kristiyanto, menyebutkan target pertumbuhan ekonomi pemerintah baru adalah 5,8-6 persen. "Itu realistis," kata Hasto di Rumah Transisi, Jalan Situbondo, Jakarta, September lalu. Wijayanto Samirin, dari tim ekonomi Jokowi-JK, menambahkan, target pertumbuhan sebesar 5,8 persen itu merupakan lompatan signifikan dari pertumbuhan tahun ini yang diperkirakan 5,2 persen.

Angka tersebut akan menjadi titik balik dari penurunan pertumbuhan ekonomi yang terjadi sejak 2011. Target pertumbuhan ekonomi akan naik secara gradual hingga mencapai 7 persen atau lebih pada 2019. "Kami optimistis angka tersebut dapat tercapai, tentunya dengan kerja keras semua pihak dan strategi yang tepat," kata Wakil Rektor Universitas Paramadina ini kepada Tempo, awal Oktober lalu.

Wijayanto menjelaskan beberapa hal yang akan menjadi fokus untuk meraih pertumbuhan 5,8 persen tahun depan. Pertama, memperbesar daya dorong Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Caranya, meningkatkan ukuran APBN dan memperbaiki alokasi. Misalnya menambah porsi belanja untuk aktivitas produktif, seperti infrastruktur, kesehatan, dan program sosial.

Kedua, penanaman investasi langsung (FDI) domestik dan asing. Menurut Wijayanto, insentif perlu diberikan khusus bagi investasi yang sangat berkualitas, yakni yang menciptakan nilai tambah ekonomi dan lapangan kerja serta menjanjikan efek berganda yang tinggi.

Ketiga, memperkuat ekonomi kerakyatan, seperti usaha mikro, kecil, dan menengah, yang selama ini menjadi pilar ekonomi Indonesia. Misalnya mempermudah akses permodalan. "Faktor-faktor tersebut hanya bisa berfungsi dengan baik jika kondisi makroekonomi stabil dan iklim usaha mendukung," ujar Wijayanto.

Namun, menurut analis Universal Broker Indonesia, Satrio Utomo, efek Jokowi belum memberi sinyal positif jangka menengah terhadap laju kenaikan indeks. Investor, kata dia, menanti kepastian atas rencana kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi, yang belakangan kerap didengungkan. Sentimen atas kenaikan harga BBM ini diyakini akan lebih besar dan kuat ketimbang pengumuman kabinet baru.

Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Juda Agung mengatakan persoalan BBM bersubsidi menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah baru. "Bukan hanya masalah tahun 2015, melainkan juga di sisa tahun 2014 ini," ujarnya. Dia menyebutkan dua masalah BBM bersubsidi, yakni dari sisi anggaran subsidi dan kuota. "Kita pasti akan kehabisan kuota pada akhir tahun."

Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero) Hanung Budya memprediksi konsumsi BBM bersubsidi hingga akhir tahun akan melebihi kuota sebesar 1,35 juta kiloliter. Bila subsidi pemerintah per liter bensin adalah Rp 4.000, bujet yang harus disiapkan atas pemekaran konsumsi itu kira-kira mencapai Rp 5,4 triliun. Pada APBN-P 2014, subsidi BBM dianggarkan sebesar Rp 246,5 triliun.

Meski harga minyak mentah dunia turun menjadi rata-rata US$ 80 per barel, menurut Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo, dampaknya baru akan dirasakan Indonesia dua-tiga bulan setelah itu. Sebab, minyak mentah yang diolah di dalam negeri saat ini menggunakan nilai kontrak tiga bulan sebelumnya.

Karena itu, Juda menambahkan, sikap pemerintah atas persoalan BBM bersubsidi akan sangat membentuk wajah perekonomian tahun depan.

Tim Transisi sebenarnya telah satu suara. Dari belasan rapat yang digelar sepanjang Agustus-Oktober lalu, tak satu pun anggota tim keberatan setiap kali membahas kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi. Tim yang dipimpin Rini Mariani Soemarno ini beranggotakan Andi Widjajanto, Hasto Kristiyanto, Anies Baswedan, dan Akbar Faizal. Rencana ini sejak awal telah direstui Jokowi.

Penasihat Tim Transisi, Luhut Binsar Panjaitan, malah membeberkan besaran kenaikan harga, yakni Rp 3.000 per liter, untuk Premium dan solar, mulai November. Jokowi tak menampik. "Kita bicara mengalihkan subsidi dari konsumtif ke produktif," katanya kepada Tempo, awal Oktober lalu. Jusuf Kalla memberi sinyal penegasan. "Kalau tidak, negara bangkrut," ujarnya.

* * * *

INDONESIA berpacu dengan Amerika Serikat. Bank sentral Negeri Abang Sam, Federal Reserve, sudah berancang-ancang menaikkan tingkat bunga. Menurut Juda, kebijakan Presiden Jokowi atas BBM bersubsidi harus lebih cepat. Bila tidak, bisa-bisa investor memilih pulang kandang. "Sense di market sekarang menunjukkan ekspektasi bahwa normalisasi The Fed akan lebih cepat."

Artinya, bila kebijakan BBM diputuskan tahun depan, Juda memperkirakan tekanan dari global semakin besar. Pemodal berpotensi hengkang karena menilai fiskal Indonesia rentan terbebani anggaran subsidi. Sebaliknya, jika masalah BBM segera diputuskan, Juda optimistis pasar akan merespons positif.

Apalagi jika kebijakan itu diikuti dengan reformasi di sektor-sektor lain, kata Yuda, diyakini tidak cuma mencegah arus modal keluar, "tapi juga menarik arus modal masuk." Juda menjelaskan, kenaikan harga BBM akan memperbaiki fiskal Indonesia ke depan. "Selama ini, current account defisit tinggi karena impor yang besar dari sektor minyak dan gas."

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa dalam tiga tahun terakhir impor minyak mentah dan BBM terus membesar, mengakibatkan surplus perdagangan nonmigas tergerus. Sejak 2012, Indonesia selalu mencatat defisit dalam perdagangan internasional. Menurut Kepala BPS Suryamin, sepanjang tahun ini sektor nonmigas defisit. "Padahal biasanya selalu surplus."

Kenaikan harga, Juda menambahkan, juga bisa menurunkan konsumsi BBM. Artinya, impor minyak juga akan susut. "Dampaknya akan positif terhadap neraca transaksi berjalan." Menurut Juda, neraca ini adalah salah satu yang disorot investor —selain fiskal dan inflasi—dalam menilai risiko di emerging markets.

Tapi, kalau inflasi karena penyesuaian harga BBM, Juda yakin justru akan membawa sentimen positif. Ia percaya investor akan memahami langkah ini sebagai aksi reformasi untuk memperbaiki fiskal.

Senada, Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti mengatakan kenaikan harga Rp 3.000 per liter (atau naik 47 persen) akan menghemat anggaran subsidi secara signifikan. Dampak negatifnya adalah inflasi. Setiap 1 persen kenaikan harga BBM akan mengerek inflasi 0,8 persen.

Destry menghitung, jika benar harga bensin naik 47 persen, inflasi akan bertambah 3,5-4 persen. Dengan angka inflasi saat ini 4,5 persen, berarti nantinya akan mencapai 8,5 persen. Tapi ia tak khawatir akan hal itu. "Not bad. Kita biasa dengan inflasi tinggi. Yang penting perekonomian jangka menengah dan panjang akan lebih bagus," katanya.

Tim Transisi Jokowi juga punya hitung-hitungan. Menurut Wijayanto, tim melakukan simulasi kenaikan harga dari Rp 500 hingga Rp 3.000 per liter. Lantas menganalisa berbagai skenario tingkat inflasi, termasuk kenaikan angka kemiskinan. Bila harga naik Rp 500 per liter, angka inflasi diperkirakan meningkat 0,7 persen. Dan, jika harga bensin naik Rp 3.000 per liter, inflasi akan bertambah 4 persen. "Angka itu lebih konservatif dibanding hitungan ADB dan BI."

Akibatnya, Wijayanto menambahkan, angka kemiskinan akan meningkat 0,3-2 persen. "Itu terjadi bila tidak ada intervensi pemerintah sama sekali." Karena itu, tim menyusun skenario program bantalan untuk menjamin agar inflasi terkendali dan angka kemiskinan tidak melonjak. Saat ini tersedia Rp 18 triliun dari berbagai dana cadangan yang telah dialokasikan di APBN 2014 dan 2015 untuk program penanggulangan kemiskinan.

Selain itu, dalam hitungan tim ekonomi Danamon, akan ada penghematan yang cukup signifikan sebagai dampak positif kenaikan harga bahan bakar minyak. Jika harga BBM bersubsidi dinaikkan Rp 2.000 per liter pada awal bulan ini, akan ada penghematan sekitar Rp 14,3 triliun atau setara dengan 0,14 persen produk domestik bruto. Tahun depan penghematannya akan mencapai Rp 92 triliun atau bahkan bisa lebih besar jika harga solar dinaikkan dengan besaran yang sama. Presiden akan bisa mengalihkannya ke program yang lebih produktif seperti yang sering diucapkannya.

Retno Sulistyowati, Gustidha Budiartie, Martha Thertina

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus