Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Perang Bunga Masih Berlanjut

Perburuan dana memicu kenaikan suku bunga. Mencari sumber pendanaan baru atau memperbesar kapasitas bank lewat merger.

3 November 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Memasuki kuartal terakhir tahun ini, Muliaman Hadad terpaksa berakrobat. Sengitnya persaingan di antara para pelaku industri perbankan dalam beberapa bulan belakangan mulai merisaukan Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini. "Saya harus memotong rencana bisnis bank. Tadinya pertumbuhan kredit masih 20 persen, kami potong menjadi 16-17 persen saja, sehingga perlombaan mencari likuiditas turun," kata Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia itu kepada Tempo, Rabu dua pekan lalu.

Sudah cukup lama pertumbuhan dana nasabah tak mampu mengejar pertumbuhan kredit. Per Agustus 2014, sudah 92 persen dana pihak ketiga yang tersimpan di perbankan mengucur dalam bentuk kredit. Tak banyak lagi dana tersisa. Perebutan untuk menarik minat nasabah agar menaruh uang mereka di bank mulai mengeras. Perang suku bunga pun tak terhindari, dan dalam jangka panjang bisa membahayakan perekonomian. Bila dibiarkan berlarut, bank-bank kecil yang tak kuat berkompetisi bisa kolaps.

Tak ada jalan lain. Otoritas harus turun tangan untuk mengerem kecenderungan jorjoran bunga. Peraturan baru pun dikeluarkan dan mulai berlaku 1 Oktober lalu untuk bank bermodal besar. Bagi bank umum kategori usaha (BUKU) III dengan modal inti Rp 5-30 triliun, bunga maksimal yang boleh ditawarkan sebesar 225 basis point di atas BI Rate, yang saat ini ada di level 7,5 persen. Adapun untuk BUKU IV, dengan modal inti di atas Rp 30 triliun, bunga simpanan yang boleh dijanjikan maksimal 200 basis point di atas suku bunga acuan Bank Indonesia atau 9,5 persen.

Muliaman mengatakan efek dari pembatasan itu cukup terasa. Persaingan masih keras, tapi mulai bisa diredam. Tahun depan situasi diperkirakan membaik, sehingga perbankan dianggap siap untuk pertumbuhan 1 persen lebih tinggi. Kredit diproyeksikan mekar di kisaran 17-18 persen, sedangkan dana nasabah tumbuh 14-15 persen.

Otoritas, kata Muliaman, juga akan mengkaji target bisnis tiap bank untuk memastikan pertumbuhan itu terjadi secara sehat. Bank harus siap dana kalau mau menyalurkan kredit. "Harus direncanakan betul, untuk mengurangi tekanan likuiditas berlebihan. Sebab, kalau itu terjadi, tentu saja suku bunga akan naik lagi," ujarnya.

Bunga deposito sejumlah bank, termasuk bank pelat merah, tercatat sempat bertengger di level 12-13 persen pada rentang sembilan bulan pertama 2014. Lembaga pemeringkat internasional, Moody's Investor Services, ikut menyoroti kenaikan bunga deposito yang melebihi kenaikan suku bunga acuan BI tersebut.

Sepanjang Juni-November 2013, bank sentral lima kali menaikkan BI Rate dengan total 1,75 persen, lalu berhenti. Namun bank masih melakukan penyesuaian bunga. Sepanjang tiga bulan pertama 2014, rata-rata bunga deposito satu bulan, tiga bulan, dan enam bulan naik masing-masing 2,48 persen, 2,73 persen, dan 2,18 persen, di atas kenaikan BI Rate. Tren itulah yang kemudian dikhawatirkan mengancam sektor riil dan ekonomi secara umum.

Namun Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara berpendapat langkah memaksakan BI Rate turun untuk menekan suku bunga bank tak akan otomatis memberi solusi. "Pertumbuhan ekonomi perlu funding," katanya. "Kebijakan kami membuat funding tetap di sini."

Dalam kondisi bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, berancang-ancang mengurangi stimulus dan menaikkan tingkat bunga, keadaan semakin tak mudah. Belum lagi inflasi di Tanah Air yang pasti naik jika pemerintah nanti jadi menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi. "Jika kebijakan moneternya menurunkan bunga, yang terjadi capital outflow. Bunga di financial market malah naik," ujar Mirza. Deposan besar bisa-bisa mencari alternatif penempatan lain: menyimpan dana di luar negeri atau menanamkan dana di aset yang kurang produktif, misalnya properti.

Menurut Mirza, berbicara tentang suku bunga yang lebih rendah akan lebih mudah hanya jika angka inflasi turun. Padahal, jika melihat perkembangan terakhir, target inflasi di level 3,5-5,5 persen pada 2014 dan 3-5 persen tahun depan agaknya tak akan gampang dicapai.

Mirza menambahkan, BI juga terus mendorong pendalaman pasar keuangan agar berkembang sumber pendanaan lain untuk pemerintah dan korporasi, termasuk bank. Harapannya, "Tidak akan ada special deposit rate kalau funding-nya melimpah."

Presiden Direktur Bank Central Asia Jahja Setiaatmadja berbangga hati banknya tak ikut larut dalam perang bunga lantaran punya likuiditas besar. Dana yang disalurkan dalam bentuk kredit baru 75 persen. Jahja bahkan mengungkapkan BCA sebagai bank pertama yang menurunkan bunga deposito tahun ini. BCA memangkas 0,25 persen pada 1 Agustus, lalu 0,50 persen pada September, dan terakhir 0,25 persen pada 1 Oktober. "Sekarang deposito tertinggi 8,25 persen." Masih jauh dari batasan yang dipatok OJK.

BCA berani memasang bunga deposito di bawah pasar lantaran mayoritas dana nasabah adalah dana murah berupa tabungan dan giro, bukan deposito. Dari situ, mereka punya proyeksi pertumbuhan kredit di kisaran 12-15 persen tahun depan. "Tergantung dana pihak ketiga yang bisa diperoleh," ucapnya. Sedangkan pertumbuhan dana diperkirakan 10-12 persen.

Berdasarkan pengalaman, Ketua Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono menjelaskan, kredit perlu tumbuh di kisaran 16,5-22 persen untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 5,1-5,5 persen. Tapi, dengan rasio kredit terhadap simpanan sudah 92 persen, susah mengharapkan kredit bisa tumbuh sebesar itu. "Paling bisa 16,5 persen, itu pun target optimistis. Banyak pihak menargetkan di bawah 15 persen."

Menurut Sigit, tak banyak pilihan untuk mengatasi persoalan likuiditas bank di 2015. "Kalau tidak mau likuiditas ketat, kredit direm. Tapi ini akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Sumber pendanaan dari pasar modal juga belum bisa maksimal."

Karena itu, ia melanjutkan, kalau mau tetap mengandalkan perbankan untuk dana usaha, kemampuan bank harus diperbesar. Sigit kembali menyebut gagasan lamanya sebagai alternatif: merger bank BUMN. Pemerintah bisa menggabungkan Bank BNI, Bank Mandiri, dan Bank BTN. Lalu menjadikan Bank BRI sebagai bank khusus UMKM, perikanan, dan pertanian.

Setelah itu, bank pembangunan daerah dimerger menjadi bank pembangunan, dan bank syariah juga harus ikut dalam gelombang tersebut. Dengan cara ini, pemerintah bisa merencanakan pendanaan perbankan yang kuat untuk semua sektor. "Mudah-mudahan pemerintah baru mau melaksanakan itu. Dampaknya baru akan kelihatan lima tahun ke depan."

Martha Thertina


Akibat Likuiditas Ketat

Rasio kredit terhadap dana nasabah/loan to deposit ratio bank umum (%)
-Juli 2013: 88,68
-Juli 2014: 92,19

Suku bunga deposito (%)1 bulan3 bulan6 bulan12 bulan
Juli 20135,876,116,175,92
Juli 20148,449,429,078,51

Proyeksi OJK20142015
Dana nasabah12 - 1314-15
Kredit16 - 1717-18

Rasio Kredit terhadap PDB (%)

Negara2013Inflasi
Thailand154,423,90
Singapura135,022,40
Indonesia37,888,38
Filipina35,843.80
Sumber: Data Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia (diolah).

Pertumbuhan Laba 7 Bank Beraset Terbesar(juta rupiah)

BankJuni 201420132012201120102009
Bank Mandiri Tbk9.965.55418.829.93416.043.61812.695.8859.369.2267.1 55.464
Bank Rakyat Indonesia Tbk11,749,51519.916.65418.661.00815.087.99611.472.3857.308.292
Bank Central Asia Tbk7.861.80014,256,23911,718,46010.817.7988.479.2736.807.242
Bank Negara Indonesia Tbk4.947.4069.057.9417,048,3625,808,2184.101.7062.483.995
Bank Danamon Tbk1.534.3174.159.3204.117.1483,449,0332,983,7611.613.722
Bank Permata Tbk800.3561.725.8731.368.1321.156.878996.649480.155
Bank Tabungan Negara Tbk538.8451.562.1611.363.9621.118.661915.938490.453

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus