Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MOBIL merek Ayla merah terang itu dipajang di halaman depan Asco Daihatsu, dealer mobil yang terletak di Jalan Radio Dalam, Jakarta Selatan. Dilindungi tenda, tulisan angsuran sekitar Rp 1 juta terpasang di sekeliling mobil irit bahan bakar itu. Sekilas, orang akan mengira angsuran memang Rp 1 juta per bulan. "Padahal kan bisa Rp 1,7 juta," kata Agustina, yang menjadi customer relation officer di dealer tersebut, Selasa dua pekan lalu. "Ini cara kami menarik minat customer supaya mau masuk."
Promosi lain lewat program showroom event, yang digelar setiap Sabtu. Konsumen yang membeli Xenia akan langsung mendapat voucher belanja Rp 1 juta. "Kami memang lebih berfokus menjual Xenia," katanya. Ada juga program Pilih Daihatsu Pilih Hadiahnya, yang menyediakan undian Rp 1 miliar, 12 kilogram emas, dan 120 unit mobil Ayla. Namun, bedanya, promosi yang digelar sepanjang September-Desember itu berlaku untuk semua agen Daihatsu di seluruh Indonesia.
Strategi promosi lewat gimmick yang memikat minat konsumen memang menjadi andalan industri otomotif untuk mempertahankan pasar penjualan mobil tahun ini. Berdasarkan riset Danareksa Sekuritas yang terbit pertengahan Oktober lalu, akan penjualan mobil pada 2014 hanya akan mencapai 1,24 juta unit, atau naik tipis 0,9 persen dibanding tahun lalu. Itu dengan catatan angka penjualan September yang mencapai 102 ribu unit dapat dipertahankan hingga kuartal keempat tahun ini.
Thendra Crisnanda, analis dari BNI Securities, mengungkapkan terdapat sejumlah kebijakan, baik dari pemerintah maupun bank sentral, yang mempengaruhi ruang gerak pasar otomotif setahun ke depan. "Ada pertumbuhan, tapi terbatas," katanya.
Salah satu kebijakan yang bakal segera menghadang adalah rencana pemerintah baru di bawah Presiden Joko Widodo, yang akan menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Thendra mencontohkan, dengan kenaikan harga BBM subsidi Rp 3.000 per liter, dampak pada penurunan penjualan mobil bisa sampai setengahnya. "Dampak kenaikan harga BBM cukup signifikan," ujarnya.
Konsumen memerlukan waktu untuk beradaptasi terhadap harga baru bahan bakar. Kenaikan harga BBM ini akan melemahkan daya beli masyarakat. Padahal sebelumnya, kata Thendra, pemerintah sudah menaikkan harga tarif dasar listrik 50 persen dan menaikkan harga elpiji.
Kebijakan menaikkan harga BBM itu akan mendorong laju inflasi. Karena itu, menurut Thedra, Bank Indonesia masih punya kemungkinan untuk menaikkan tingkat suku bunga acuan 25 basis point dari posisi saat ini yang masih 7,5 persen. Menurut dia, dengan nilai tukar rupiah yang saat ini sudah menembus 12. ribu per dolar, bukan tidak mungkin bank sentral menaikkan BI Rate.
Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia Jongkie D. Sugiarto berharap Bank Indonesia bisa mempertahankan tingkat suku bunga di 7,5 persen. "Kalau bisa BI Rate jangan dinaikkan lagi," kata Jongkie. Sebab, 70 persen penjualan mobil dilakukan dengan cara kredit. Maka naik atau turunnya angka penjualan mobil amat bergantung pada tingkat suku bunga perbankan.
Direktur Pemasaran Toyota Astra Motor Rahmat Samulo mengatakan kenaikan tingkat suku bunga akan berpengaruh pada kemampuan orang membeli kendaraan. "Apalagi sekarang suku bunga perbankan sudah relatif tinggi," kata Rahmat. Berhadapan dengan tingginya suku bunga bank, perusahaan otomotif punya strategi khusus, yakni dengan memberikan subsidi bunga satu-dua persen untuk mendongkrak daya beli konsumen.
Rencana pemerintah mencabut insentif yang selama ini dinikmati low cost and green car (LCGC) alias mobil murah juga berpotensi menghadang laju penjualan mobil tahun depan. Bila pembebasan pajak penjualan barang mewah 25 persen itu dicabut, mobil murah tidak lagi kompetitif di pasar karena harganya akan naik.
Padahal segmen mobil murah inilah yang menjadi penyangga bertahannya pasar otomotif setahun terakhir. Rahmat mengatakan, bila LCGC dikeluarkan dari volume penjualan mobil, jumlahnya akan menurun bila dibanding tahun lalu. Penjualan Agya, mobil murah Toyota, tahun ini menyumbang 10 persen dari total penjualan Toyota Astra Motor. Adapun Avanza masih yang terbesar dengan kontribusi 40 persen.
Jongkie berharap Jokowi mempertimbangkan kembali keinginannya mencabut beleid mobil murah. Dengan angka penjualan yang mencapai 130 ribu unit, pemerintah tetap menerima pajak pertambahan nilai dan pajak ke daerah masing-masing 10 persen. "Apa itu kecil?" Belum lagi, kata dia, adanya tambahan investasi dan tumbuhnya industri komponen di dalam negeri. "Ini juga kan membuka lapangan kerja," ujarnya.
Dengan berbagai tekanan itu-dari kenaikan harga BBM, bunga tinggi, hingga melemahnya nilai tukar rupiah-ditambah rencana pencabutan insentif mobi murah, Jongkie dan Rahmat berharap presiden baru mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di atas lima persen.
Karena itu, meskipun kenaikan harga BBM bersubsidi akan memukul industri otomotif, Rahmat dan Jongkie justru mendukungnya. "Kami punya sikap yang sama dengan pemerintah," katanya. Alasannya, dengan mengurangi subsidi, pemerintah bisa mengalihkan anggaran untuk pembangunan infrastruktur, seperti membangun jalan, jembatan, dan pelabuhan, yang akan berdampak positif terhadap industri otomotif. "Kami melihat peluang pertumbuhan ekonomi bisa di atas lima persen," kata Rahmat.
Dalam jangka panjang, industri otomotif melihat pasar Indonesia tetap merupakan pasar yang menarik. Rahmat mengatakan, dengan jumlah penduduk Indonesia yang besar, perusahaan induk mereka di Jepang tetap akan menaruh investasi jangka panjang di Indonesia, seperti membangun pabrik, memperbesar komponen lokal, dan memperluas jaringan ruang pamer. "Tidak ada alasan untuk tidak investasi."
Thendra mengatakan, meskipun perekonomian nasional kurang bagus, perusahaan induk di Jepang tetap akan melakukan ekspansi dengan membangun fasilitas produksi di Indonesia. "Mereka melihatnya tiga-lima tahun ke depan," katanya.
Iqbal Muhtarom
Proyeksi 2014:
Penjualan Mobil Murah *)
*): Hingga September 2014
Penjualan Mobil (unit)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo