Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pelaku UMKM mengharapkan pemutihan kredit macet, tapi dengan aturan yang ketat.
Hapus buku dan hapus tagih kredit macet UMKM berpotensi membebani keuangan negara serta perbankan.
Pemerintah masih menggodok payung hukum penghapusan kredit UMKM. Aturan itu tidak ditargetkan rampung tahun ini.
JAKARTA – Para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menanti pemutihan kredit usaha rakyat (KUR) di bawah Rp 500 juta yang macet. Namun mereka meminta ketentuan yang ketat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Umum Asosiasi Institusi UMKM Indonesia (Akumandiri) Hermawati Setyorinny mencatat sekitar 60 persen anggotanya terjebak kredit macet. Pandemi berkontribusi memicu tingginya angka tersebut. "Waktu pembebasan bunga (pada masa pandemi), tidak semuanya ikut melakukan," katanya kepada Tempo, kemarin. Anggotanya bukan tidak mau berpartisipasi, melainkan tidak tahu adanya program itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah masa pandemi, pelaku UMKM berhadapan dengan kenaikan harga bahan baku. Pemain di bidang kuliner, misalnya, saat ini kesulitan mengantongi keuntungan dengan tingginya harga bahan pangan.
Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, total kredit bermasalah UMKM yang masuk kategori program restrukturisasi itu mencapai Rp 21,9 triliun. Kredit macet tersebut menjerat sekitar 421 ribu pelaku UMKM.
Dengan kredit macet, pelaku UMKM tidak mungkin mencari modal untuk mempertahankan bisnisnya dari bank lagi. Hermawati menuturkan mereka yang beruntung masih bisa mendapat dana dari industri nonbank. Namun tak sedikit yang memilih institusi penyedia layanan pinjaman dana ilegal untuk mendapatkan dana cepat.
Pelaku usaha kerajianan lampion mengikuti pameran UMKM di Jakarta, 8 November 2023. Tempo/Tony Hartawan
Pemutihan kredit macet akan sangat membantu para pelaku UMKM bangkit kembali. Namun Hermawati mengingatkan pemerintah agar mengaturnya dengan ketat. "Mereka harus dikasih warning dan yang penting dibimbing," ujarnya. Pemerintah harus membantu mencari penyebab kredit mereka macet beserta solusinya. Tak lupa, penerima pinjaman yang kreditnya lancar diberi penghargaan.
Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Edy Misero sepakat perlu ada aturan ketat sebelum pemutihan. Ia tak ingin kebijakan ini membuat penerima KUR tidak bertanggung jawab melunasi utangnya ke depan. Menurut dia, masih ada opsi lain untuk menolong pelaku usaha kecil: membantu menyelesaikan penyebab kredit macet dan menginjeksi modal tambahan. "Kita belajar dari pelaku UMKM di Cina yang ditambah modalnya sehingga mampu mengembangkan usahanya dan mengembalikan pinjamannya," tuturnya.
Catatan Edy lainnya adalah rekam jejak setelah pemutihan. "Kalau dihapustagihkan, apakah tidak jadi catatan merah saat BI checking?" Dia berharap kebijakan ini tidak menyulitkan pelaku UMKM yang mengajukan pinjaman lagi ke depan.
Manajer Riset Sekretariat Nasional Forum Indonesia Badiul Hadi pun menyoroti pentingnya pengaturan pemutihan yang ketat untuk menghindari risiko penyimpangan moral. Pemerintah harus memastikan kebijakan ini tidak jadi kesempatan bagi oknum menambah utang, lalu dengan sengaja tidak membayar.
Selain itu, niat baik pemerintah ini berpotensi menambah beban keuangan negara jika tak dipersiapkan dengan matang. Negara berpotensi menanggung biaya untuk menutup utang yang dihapustagihkan. "Jangan sampai ini menghambat pertumbuhan ekonomi." Dampaknya terhadap perbankan yang berorientasi pada keuntungan juga perlu jadi pertimbangan.
Pelaku usaha kerajinan perhiasan mengikuti pameran UMKM di Jakarta, 8 November 2023. Tempo/Tony Hartawan
Aturan Pemutihan Tidak Ditargetkan Rampung Tahun Ini
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan rencana penghapustagihan kredit macet KUR berawal dari diskusi dengan kalangan perbankan. Lembaga keuangan tersebut sudah secara rutin menghapus buku kredit macet KUR, tapi tidak bisa melakukan hapus tagih. "Pelaku UMKM kena BI checking sehingga tidak bisa mengakses kredit baru."
Karena itu, Teten mengajukan program ini kepada Presiden Joko Widodo. Dia mengusulkan pemberian bantuan kepada penerima KUR periode 2014 hingga sekarang dengan nilai di bawah Rp 500 juta yang kesulitan melunasi pinjaman.
Lewat rapat kabinet, rencana tersebut mendapat lampu hijau. Menurut Teten, saat ini pemerintah sedang menggodok payung hukum berbentuk peraturan pemerintah (PP) sebagai turunan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan yang memungkinkan penghapusan kredit macet UMKM. Rancangan peraturan itu juga akan mengantisipasi risiko penyimpangan moral yang banyak jadi perhatian. "Hari ini prosesnya masih dalam pembahasan, jadi ini bukan dalam target tahun ini harus selesai," tuturnya.
Namun dia mengatakan kebijakan penghapustagihan kredit macet KUR bisa segera direalisasi setelah aturannya terbit. "Tidak ada fiskal baru karena cukup dengan cadangan perbankan sendiri."
Pelaksana tugas Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian, Ferry Irawan, menyatakan tim penyusun rancangan PP tersebut masih membahas substansi ketentuan, seperti kriteria, jumlah kredit UMKM, serta lembaga keuangan pelaksana hapus tagih dan hapus buku kredit UMKM. "Proses penyusunan ketentuan penghapusan kredit UMKM ini ditargetkan dapat selesai segera sesuai dengan arahan Presiden dalam rapat internal tentang program restrukturisasi UMKM."
VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo