SUDAH lama swasta maju mundur memandang sektor agribisnis. Maklum, dengan bunga bank cukup tinggi, berat juga rasanya memanggul beban Perkebunan Inti Rakyat (PIR), seperti pada kelapa sawit. Sebab, sebagai inti, perusahaan hanya boleh mengusahakan 20%, dari seluruh lahan yang mesti dibuka dan ditanaminya, dan menanggung risiko: petani peserta, plasma, menjual hasilnya keluar - tidak kepada inti. Terhitung surut April lalu, begitu menurut Paket 6 Mei, kebun inti boleh mengelola 40% dari areal, selama umur kelapa sawit belum sampai 10 tahun. Lewat itu, inti wajib meningkatkan bagian plasma, sehingga kebunnya kembali menjadi 20% lagi. Tambak udang pun dilonggarkan. Dulu investor hanya boleh mengusahakan 20% dari areal tambak udang. Sekarang, di Pulau Jawa, Pola TIR (Tambak Inti Rakyat) Udang mengizinkan investor mengusahakan tambak seluas 30 ha. Jika hendak menambah lagi, maka harus merelakan 60% untuk petani sebagai plasmanya. Yang lebih empuk di luar Jawa. Tambak seluas 50 ha bisa diusahakan sendiri, tetap dengan Pola TIR. Bahkan dapat mencapai 100 ha bila lahan belum berbentuk tambak. Dan, setiap penambahan lahan hanya 40% untuk petani Nah lahan di luar Jawa masih ada sekitar 70.000 ha. Angin kemudahan ini memang belum sempat dinikmati PTP VI, sebagai inti PIR Kelapa Sawit di Ophir, yang luasnya 6.000 ha. Namun, dengan menambah kebunnya seluas 2.600 ha di luar proyek, kalau dijumlah, luas kebun itu mirip dengan formula PIR yang baru. Bagi swasta, yang ingin berkecimpung dalam perkebunan kelapa sawit, belum tentu bakal diberikan fasilitas murah seperti didapat PTP VI yang hanya menyediakan dana Rp 1,2 milyar. Penyertaan modal pemerintah di situ mencapai Rp 8 milyar, pinjaman dari Kreditanstalt Fiir Wiederaufbauw (KFW) Jerman Barat Rp 4 milyar, ditambah kredit Bank Ekspor Impor Indonesia (BEII) - yang mendapat likuiditas BI berbunga 3% - Rp 8 milyar dengan bunga 12%. "Bunga ini ditetapkan Bank Indonesia," ujar seorang direktur muda BEII. Dengan dana murah itu pula, PTP VI sudah punya pabrik pengolahan minyak kelapa sawit kasar (CPO) mini berkapasitas 6 ton tandan buah segar (TBS) per jam. Pabrik baru berkekuatan 20 ton TBS akan mulai beroperasi Agustus mendatang dengan biaya sekitar Rp 8 milyar. Direktur Utama PTP VI, Soeratin Soeboer, rupanya tetap yakin bisa mengembalikan utangnya, kendati harga ekspor CPO anjlok. Ketika mulai investasi di Ophir itu, 1981, masih bernilai US$ 400 tiap ton. Sedangkan akhir-akhir ini tinggal US$ 175. Tapi apakah semangat PTP VI itu menular ke calon inti lain? Rupanya, belum kelihatan. Maklum, belum banyak pengusaha yang mengetahul liku-liku perkebunan. Porsi 40% bagi pengusaha yang mau jadi inti perkebunan kelapa sawit, menurut Aburizal Bakrie, Wakil Presiden Direktur PT Bakrie Brothers, memang bisa membuat orang tertarik membuka usaha perkebunan. Namun, setelah gagal mengambil alih perkebunan kelapa sawit Tor Gamba milik PTP IV, sampai kini ia belum berniat membuka kebun. Menurut dia, masih diperlukan kepastian lagi untuk membuka perkebunan. Misalnya mengenai harga kebun beserta sarananya, yang bakal dikonversikan kepada petani peserta setelah kelapa sawit berumur 5 tahun. "Kewajiban ada, tapi hak tidak punya," katanya. Ditambah lagi risikonya, seandainya petani menjual sendiri hasilnya tanpa melalui inti. BEII pun rupanya masih belum merasa jelas benar mengenai maksud Paket 6 Mei ini untuk PIR Transmigrasi atau PIR Khusus. Untuk PIR Transmigrasi, kata seorang direktur muda BEII, perlu diperjelas soal pendanaannya, sumbernya, jangka waktunya, juga risikonya. "Yang sudah ditentukan hanya bunga kredit 16%," ujarnya. Penjelasan demi penjelasan, memang, masih perlu dirinci lagi. Dengan demikian, kerja sama yang sedang berlangsung akan lebih lancar. Misalnya, antara Astra, yang siap menurunkan modal 70% dari Rp 48 milyar proyek PIR Kelapa Sawit di Jambi, dan PTP VI. Porsi 40% bagi inti mungkin pula bisa melicinkan kerja sama antara PTP VI dengan PT Berca, Commonwealth Development Corporation, dan International Finance Corporation, yang hampir ditandatangani. Juga agar para petani tak sia-sia antre menunggu giliran andil mengelola kebun yang banyak terdapat di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini