Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ruang sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, di Gedung Nusantara II, Jakarta, Rabu siang pekan lalu riuh. Beberapa anggota Dewan melontarkan interupsi setelah Ketua Komisi Keuangan dan Perbankan, Achmad Hafiz Zawawi, membacakan tiga rekomendasi untuk Badan Pemeriksa Keuangan yang sedang melakukan audit investigasi kasus Bank Century. Anggota parlemen umumnya mengusulkan rekomendasi tambahan. Setelah berdebat alot, sidang paripurna yang dipimpin Agung Laksono itu memutuskan rekomendasi Komisi Perbankan menjadi sikap resmi wakil rakyat.
Dalam rekomendasinya, Dewan meminta Badan Pemeriksa menyelesaikan audit investigasi Bank Century sesingkat-singkatnya. Badan Pemeriksa juga didesak menyelidiki aliran dana dalam kasus Bank Century, dan meminta penegak hukum menyelidiki dugaan tindak pidana di bank itu.
Komisi Perbankan menyoroti penyelamatan Century oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan pada November 2008. Mereka mempermasalahkan pembengkakan suntikan dana untuk Century menjadi Rp 6,7 triliun dari semula Rp 1,3 triliun. Penilaian sistemik dan dasar hukum penyelamatan juga dipertanyakan.
Dewan menduga ada kejanggalan penyelesaian Century, sehingga meminta Badan Pemeriksa Keuangan melakukan audit investigasi. Audit interim investigasi kasus Century sudah dilakukan. Laporan sementaranya, berlabel "Rahasia Negara", telah diserahkan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Anwar Nasution kepada Ketua Dewan (periode 2004-2009), Agung Laksono, Senin pekan lalu.
Lantaran rahasia, anggota parlemen menolak membeberkan rinci hasil audit. Anggota Komisi Perbankan, Harry Azhar Azis, hanya mengatakan ada dugaan tindak pidana kejahatan perbankan di Century. Pejabat Bank Indonesia, kata dia, diduga juga menyalahgunakan wewenang dengan mengubah peraturan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek. Alhasil, Century bisa mendapatkan fasilitas pendanaan itu. Anggota Komisi lainnya, Dradjad Wibowo, menilai Bank Indonesia salah menilai sehingga suntikan Century membengkak menjadi Rp 6,7 triliun. "Itu mengakibatkan kerugian negara," ujarnya.
Seketat-ketatnya rahasia dijaga, hasil audit bocor juga. Isinya delapan halaman, berisi 10 poin pemeriksaan awal. Sebagian besar isi audit Badan Pemeriksa menyoroti pengawasan Bank Indonesia. Laporan audit menyebutkan Bank Indonesia terlalu memberikan kelonggaran persyaratan merger Bank Danpac, Bank Pikko, dan Bank CIC menjadi Century pada 2004. Contohnya, aset bank dinyatakan lancar sehingga memenuhi syarat rasio kecukupan modal. Pemegang saham yang tak lulus uji kepantasan juga lolos menjadi pemilik bank.
Bank Indonesia tak bertindak tegas atas beberapa pelanggaran Bank Century. Saat rasio kecukupan modal minus 132,5 persen, Century tidak masuk pengawasan khusus. Pada 2005-2007, Bank Indonesia juga tidak bertindak tegas saat Century melanggar batas maksimum pemberian kredit. Seharusnya, kata Badan Pemeriksa Keuangan, Century masuk pengawasan khusus pada 31 Oktober 2005. "Kenyataannya baru masuk pengawasan khusus pada 6 November 2008."
Beberapa pelanggaran lain juga terjadi, di antaranya pengeluaran letter of credit (L/C) fiktif senilai Rp 397,97 miliar kepada orang-orang Robert Tantular—mantan pemegang saham Century yang telah divonis empat tahun—dan pemberian L/C fiktif sebesar US$ 75,5 juta. Manajemen Bank Century diduga melakukan pengeluaran biaya-biaya fiktif senilai Rp 209,8 miliar dan US$ 4,72 juta pada 2004-2008.
Badan Pemeriksa Keuangan mencium kejanggalan pemberian fasilitas pembiayaan jangka pendek untuk Century. Bank ini mengajukan permohonan fasilitas pembiayaan Rp 1 triliun pada 30 Oktober 2008 akibat kesulitan likuiditas. Permohonan ini diulangi pada 3 November 2008. Saat Century meminta fasilitas, rasio kecukupan modalnya 2,35 persen. Alhasil, Century tak bisa memperolehnya karena Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/26/PBI/2008 mensyaratkan hanya bank berasio kecukupan modal minimal delapan persen yang bisa mendapat fasilitas itu.
Pada 13 November 2008, Century gagal kliring. Keesokan harinya, bank sentral mengeluarkan aturan nomor 10/30/PBI/2008. Sesuai dengan aturan ini, asalkan punya rasio positif, bank sudah bisa mendapatkan fasilitas pembiayaan jangka pendek. Century pun digerojok fasilitas pembiayaan jangka pendek Rp 689,39 miliar. Badan Pemeriksa menemukan fakta, pada 31 Oktober, rasio kecukupan modal Century minus 3,53 persen. "Sesungguhnya Century tak memenuhi syarat mendapatkan fasilitas itu."
Badan Pemeriksa menduga fasilitas pembiayaan itu untuk menutupi bolong akibat pembobolan oleh Dewi Tantular. Pada 15 November 2008, Kepala Divisi Bank Notes Century itu memindahkan deposito Budi Sampoerna senilai US$ 96 juta dari cabang Surabaya ke kantor pusat Senayan. Dewi mencairkan deposito US$ 18 juta untuk menutupi kekurangan bank notes yang digunakan untuk kepentingan pribadinya. Fasilitas pembiayaan jangka pendek ini menggantikan deposito milik Sampoerna.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Rochadi menampik bahwa bank sentral sengaja mengubah aturan untuk menolong Century. Perubahan aturan fasilitas pembiayaan sudah disiapkan sejak Bank Indonesia menetapkan status ancaman krisis atas perbankan nasional pada 29 Oktober 2008. Rencana perubahan persyaratan dan mekanismenya terus dimatangkan pada 5 November 2008. Kebetulan saja aturan baru berlaku pada 14 November 2008, sehari setelah Century gagal kliring. "Saat itu ada bank lain yang juga mengajukan fasilitas pembiayaan," katanya.
Budi menegaskan fasilitas pembiayaan bukan untuk menutup kas bolong oleh Dewi Tantular. "Untuk keperluan likuiditas Century," ujarnya. Adapun duit untuk menutup penggelapan diambil manajemen Century dari dana milik Sampoerna. "Laporan audit kami menemukan fakta ini. Itu pun sudah dibenarkan Robert Tantular di pengadilan."
Tentang kelonggaran merger, Budi enggan menjelaskannya. "Tanya Anwar Nasution saja," ujarnya. Izin merger Danpac, CIC, dan Pikko menjadi Century diberikan dalam rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 2001. Saat itu Anwar masih menjabat Deputi Gubernur Bank Indonesia. Anwar, yang sedang di luar negeri, belum dapat dimintai konfirmasi. Pertanyaan Tempo lewat pesan pendek (SMS) belum direspons.
Bank Indonesia, kata Budi, sebenarnya mengawasi Century. Pascamerger, Bank Indonesia terus meminta bank ini menjual surat-surat berharga bodongnya. Bank sentral berhasil meminta pemegang sahamnya menambah modal sebanyak dua kali. Century pun selalu bisa lolos dari pengawasan khusus. Soal Robert Tantular menjadi pemegang saham Century baru diketahui pada April 2008. Saat itu calon investor baru Century mengaku sudah menandatangani nota kesepahaman dengan Robert. "Bertahun-tahun nama Robert tidak muncul karena masuk lewat pasar modal."
Sodokan kepada Bank Indonesia rupanya tak berhenti di situ. Dalam auditnya, Badan Pemeriksa Keuangan juga menyebutkan, pembengkakan dana talangan dari Rp 632 miliar menjadi Rp 6,7 triliun terjadi akibat Bank Indonesia tak memberikan informasi jelas atas risiko penurunan rasio kecukupan modal Century.
Sumber Tempo membisikkan, menjelang rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan soal penentuan nasib Century pada 20 November 2008, Bank Indonesia sudah menginformasikan kepada pejabat komite itu kebutuhan dana talangan Century sekitar Rp 6,5 triliun. Sebesar Rp 1,77 triliun untuk mengangkat rasio kecukupan modal menjadi delapan persen, dan Rp 4,9 triliun untuk menutup kebutuhan likuiditas.
Angka itu memperhitungkan macetnya pembayaran surat-surat berharga yang jatuh tempo November dan Desember 2008 kepada Century. Tapi kebutuhan dana talangan Rp 6,5 triliun batal diajukan lantaran pejabat Komite menilai perhitungan November dan Desember kurang tepat karena laporan keuangan yang dipakai per 31 Oktober 2008, bukan per Desember 2008. Setelah itu, kebutuhan modal awal Century diketahui hanya Rp 632 miliar dengan catatan akan terus bertambah sejalan dengan pemeriksaan Bank Indonesia. "Informasi ini ada dalam laporan Badan Pemeriksa Keuangan," ungkapnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani ikut tersengat audit interim. Dia mendesak Dewan memerinci tindak pidana kejahatan di Century, termasuk orang-orang yang terlibat. "Agar tidak ada tuduhan, hasutan, dan pencemaran nama baik," ujarnya. Sri juga menegaskan, penetapan sistemik Century menggunakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan. Perpu itu sah karena tak ada penolakan resmi dari Dewan, dan belum ada rancangan undang-undang pencabutannya. Adapun suntikan modal ke Century menggunakan Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan. Sri meminta semua pihak menunggu hasil audit final Badan Pemeriksa Keuangan.
Anggota Dewan berharap audit final menginvestigasi aliran dana setelah Century diselamatkan. "Dalam audit interim, itu sama sekali belum ada. Justru ini yang penting," ujar Dradjad, yang tak lagi menjadi anggota Dewan untuk periode 2009-2014. Juru bicara Badan Pemeriksa, Dwita Pradana, mengatakan lembaganya memang akan menyelidiki aliran dana kasus Century. "Kami butuh waktu lebih panjang," katanya di Jakarta pekan lalu. Budi Rochadi senang dengan rencana itu. "Buka saja. Justru kami gembira kalau itu terungkap. Bila ada yang main, akan ketahuan," ujarnya.
Padjar Iswara, Amandra Megarani, Iqbal Muhtarom
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo