Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Besi melembek

Prospek besi beton suram. beberapa produsen melakukan kecurangan dengan menghemat pemakaian billet. pt budidharma tak lagi memproduksi billet, karena kra katau steel menjual billet murah. (eb)

23 November 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRODUSEN besi beton sedang terjepit. Empat tahun terakhir ini, permintaan sektor industri konstruksi akan bahan baku itu cenderung melorot terus: dari 745 ribu ton di tahun 1982, jadi 645 ribu ton tahun lalu. Dan tahun ini, permintaannya diperkirakan hanya akan 600 ribu ton, atau separuh dari seluruh kapasitas terpasang. Padahal, untuk mencegah agar volume penjualan tidak melorot terus, produsen sudah melego besi beton di bawah biaya produksi. Tapi kemerosotan harga dan penjualan seperti tak bisa dibendung. Kesulitan tampaknya belum akan hilang karena proyek-proyek besar, yang ditunda pembangunannya sejak 1983 gara-gara prospek penerimaan devisa migas terancam menciut, belum ada tanda-tanda bakal dibuka. Apa boleh buat, pabrik besar seperti Tobu Indonesia Steel (Tobusco) terpaksa mau juga mengerjakan pembuatan besi beton pesanan (job order) Krakatau Steel untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Tetap saja Tobusco, seperti di katakan seorang stafnya, hanya bekerja dengan separuh kapasitas. Di tingkat pengecer, harga besi beton sekarang bergerak antara Rp 330 (jenis polos) dan Rp 340 (jenis ulir) per kg. Menurut Suhendro Notowidjojo, Sekjen Gabungan Pengusaha Besi Beton Seluruh Indonesia (Gapbesi), harga jual itu sesungguhnya berada di bawah biaya produksi yang mencapai Rp 360. Sialnya lagi, konsumen tidak mau tahu tentang kewajiban membayar PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Karena itu, "Penghasilan kami jadi berkurang sekitar 10%," ujar Suhendro. Di tengah situasi suram seperti itu, beberapa produsen kemudian berusaha menekan biaya produksi dengan cara tak terpuji: menghasilkan besi beton berbentuk lonjong atau persegi. Dengan begitu, pemakaian billet bisa dihemat, tapi faktor keamanan konstruksi jadi terabaikan. Menurut Sekjen Suhendro, usaha menertibkan anggota nakal seperti itu tidak bisa di lakukannya. "Karena Gapbesi tidak punya gigi," katanya. Organisasi ini mungkin tidak bisa menjatuhkan sanksi, hingga wibawanya mengatur 29 perusahaan penghasil besi beton kurang terasa. Tapi jika di siplin ingin ditegakkan, apalagi menyangkut kepentingan konsumen, Gapbesi sesungguhnya bisa merekomendasikan suatu tindakan tertentu ke pemerintah. Yang bisa dilakukan organisasi ini adalah berteriak minta tolong pada Krakatau Steel agar mau membantu memasarkan besi betonnya ke RRC. Rendahnya permintaan besi beton, yang menyebabkan harganya turun sekitar 1% dibandingkan tingkat harga 1984, pada akhirnya ikut memukul unit produksi yang menghasilkan billet. Sejumlah industri baja terintegrasi milik swasta yang mempunyai unit pembuatan billet terpaksa menutup unit itu karena biaya untuk melebur biji besi dengan listrik kelewat mahal. Biaya produksinya makin mahal karena mereka harus pula menyusutkan barang modal, yang investasinya memerlukan dana lebih besar dari unit besi beton. Karena tidak lagi mampu menanggung ongkos produksi, maka pabrik besar seperti Budidharma terpaksa menutup unit produksi billet, yang berkapasitas 100 ribu ton, sejak Oktober lalu. Langkah itu rupanya diikuti juga oleh sejumlah pabrik baja terpadu. Hingga, produsen billet sekarang tinggal empat: Tosan Prima (Jakarta) dengan kapasitas 200 ribu ton, Ispatindo (Surabaya) 300 ribu ton, Gunung Gahapi (Medan) 100 ribu ton, dan Krakatau Steel (Cilegon) 500 ribu ton. Mereka yang menutup unit produksi billet, kemudian, lebih suka mengambil bahan baku itu dari Krakatau Steel, yang bisa menjual produksinya Rp 274 per kg. Dibandingkan tingkat harga 1984, harga tahun ini sebenarnya hanya naik Rp 2. Direktur Utama Krakatau Steel T. Ariwibowo menjamin harga billet itu tidak akan naik terlalu tinggi selama harga bahan baku bijih besi yang diimpornya (sebagian besar dari Swedia) juga tidak naik. Tahun ini produksi billetnya diperkirakan akan mencapai 400 ribu ton, naik tinggi dibandingkan tahun lalu yang 313 ribu ton. Harga billet eks Krakatau Steel itu boleh jadi malah akan turun jika industri baja milik negara ini makin efisien berproduksi. Kalau itu terjadi, maka unit billet milik swasta makin terasa tidak layak dioperasikan. Maunya pihak swasta, Krakatau Steel sebagai produsen terbesar (rata-rata 40% dari seluruh produksi nasional) secara berangsur menaikkan harganya hingga tingkat harga 1983 sebesar Rp 301 per kg tercapai lagi. "Produsen billet swasta 'ngomel, karena harga Krakatau Steel dianggap terlalu murah, hingga mematikan mereka," ujar Guhendro. Aneh memang gejala yang terjadi di industri baja milik swasta itu. Di saat banyak sektor industri berusaha menekan biaya produksi supaya bisa bersaing dengan barang impor, mereka malah minta perlindungan harga. Untung saja Gapbesi bukan merupakan kartel harga. Bayangkan saja, jika keinginan usahawan swasta itu dipenuhi billet eks impor yang Rp 258 per kg (sampai di pelabuhan tujuan) itu makin sulit disaingi. "Tapi jangan bandingkan harga billet dalam negeri dengan yang eks impor," ujar Ariwibowo. "Karena harga impor biasanya tidak terkait biaya produksi." Jika diperlukan, demi melindungi industri dalam negeri, harga billet eks impor itu bisa dibikin mahal dengan menaikkan bea masuknya. Tentu saja usaha semacam itu tidak selalu baik bagi kepentingan konsumen, yang cenderung menginginkan harga produk baja akhir lebih murah. Karena itulah beberapa kalangan menganjurkan agar unit produksi billet swasta yang tak efisien bekerja ditutup. Tindakan itu, selain dianggap akan mampu menjaga efisiensi pabrik yang ada, juga akan menutup kemungkinan pindahnya biaya produksi yang tinggi ke unit usaha berikutnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus