Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bisa Gugur Satu-Satu

Industri elektronika dan alat-alat rumah tangga dari dalam negeri terpukul oleh barang-barang selundupan. asosiasi produsen mohon perhatian pemerintah agar menaikkan bea masuk dan mengawasi barang-barang impor. (eb)

13 Desember 1975 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELUSIN tokoh asosiasi yang tergabung dalam BKS Industri Logam & Mesin pekan lalu bersidang kilat sehari suntuk di hotel Sahid Jaya, Jakarta. Ada apa? "Mereka masih menghadapi tekanan berat dari barang selundupan", sahut Dirjen Industri Logam & Mesin, Ir Suhartoyo. Sambungnya lagi: "kalau tidak ditangani sungguh-sungguh, jelas menghambat perkembangan produksi". Sebabnya karena smokel itu menurut ketua Gabungan Industri Elektronika & Alat-alat Rumah Tangga, Bachtiar Jahya, "telah membuat industri elektronika berada di ambang kehancuran". Keadaan yang serupa juga dilaporkan oleh industri komponen accu, sambung seorang pengusaha dari Jawa Timur. 50% Sesungguhnya soal smokel itu laglama yang kembali hangat. Satu dua tahun lalu masuknya barang gelap itu oleh berbagai gabungan perusahaan sudah disampaikan kepada DPR dan instansi-instansi pemerintah agar ditindak tegas. Namun tindak lanjut yang diharapkan tak kunjung datang, sementara arus smokel kian menjadi. Tahun lalu. 30%, dari seluruh barang elektronika yang diperdagangkan berasal dari selundupan. Sekarang, menurut perk iraan Gabungan Elektronika jumlahnya meningkat sampai sekitar 50%. Dan meliputi segala macam barang seperti radio, televisi, tape recorder, radio kaset dan macam-macam onderdil. Tidak hanya itu. Orang pun dengan mudah dapat membeli bola lampu merek Tungsram, Boston, Osram dari Singapupura, lampu TL merek Toshiba dari Jepang dan TFC dari Taiwan. Padahal lampu pijar produksi dalam negeri baru terbatas pada 2 merek saja - Philips Ralin dan Tri Star. Dengan kata lain merek-merek yang disebut di atas berasal dari smokel. Anehnya, yang menjerit kena pukulan smokel bukan hanya produsen radio, tivi dan lampu pijar yang memang secara resmi sudah dilarang impor. Tapi juga industri alat penyekat baterai accu (separator). Ini dikemukakan JF Poluan, direktur PT Intryda produsen pelat separator dari Sidoardjo. Produksi pabrik asembling separator pertama di Indonesia ini tengah dikeroyok separator impor buatan Bulgaria. AS, Jepang dan Taiwan. Meskipun memang masih boleh diimpor, anehnya menurut dia harga separator impor yang banyak dijual di Jakarta Kota itu, "lebih murah". Bayangkan saja: 5 bulan lalu harga separator impor maupun lokal hampir sama, yakni sekitar Rp 1 per lembar. Kini separator impor dapat dibeli seharga Rp 15 per lembar harga itu sangat tidak wajar, mengingat tingginya bea masuk. Selanjutnya harga bahan baku (tepung plastik PVC) di seluruh dunia sama, sementara upah tenaga kerja di sini lebih murah. Jadinya Poluan beraarti mensinyalir bahwa pemasukan separator dari luar itu dengan cara under invoice alias penyelundupan bea masuk. Akibat membanjirnya impor separator itu pabrik Intryda baru mampu memproduksi 35%, dari kapasitas penuh. Padahal diperkirakan bahwa dengan 120 karyawan kapasitas produksi penuh Intryda sebanyak 25 juta pelat separatol setahun bisa laris terjual. Nyatanya tidak, dan "itupun terpaksa kami jual sekedar harga pokok", kata Poluan. Kendati demikian, anggota kelompok Udatimex itu tidak menghendaki proteksi berlebihan seperti stop impor yang diangapnya tidak populer. Baginya yang penting ada hak naikkan bea masuk atas barang sejenis produksi dalam negeri dan pengawasan atas barang-barang yang dilarang impor. Kalau tidak, Indonesia masih akan tetap jadi sorga bagi penyelundup dan dikhawatir kan pabrik-pabrik elektronika yang padat karya akan gugur satu-satu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus