Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menghadapi Saingan RRT

Menteri pertambangan dr. sadli menyatakan bahwa pasaran minyak Indonesia di jepang dibayangi oleh ekspor minyak cina. Hal ini menyebabkan penerimaan dalam negeri berkurang 5-10 tahun mendatang. (eb)

13 Desember 1975 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBERAPA jauh minyak RRT merupakan ancaman pasaran minyak Indonesia di Jepang? Ini diterangkan secara panjang lebar oleh Menteri Pertambangan DR. Sadli di depan Komisi APBN DPR baru-baru ini. Sekalipun Sadli menegaskan bahwa ekspor minyak RRT ke Jepang "belum mengkhawatirkan kita", dia mengakui bahwa saham pasaran minyak Indonesia di Jepang bisa turun menjadi 14% dari 15% sekarang ini. Dan karena pasaran minyak Timur Tengah di Jepang tak berobah, maka ekspor minyak RRT ke Jepang, jelas merupakan "korban kita". RRT tahun- lalu berhasil mengekspor minyaknya ke Jepang sejumlah 4 juta ton, tapi tahun ini ekspor ini akan mencapai 8 juta ton. Kenaikan ekspor minyak RRT yang lipat dalam waktu setahun itu jelas akan mengancam pasaran minyak Indonesia di Jepang. Jepang nampaknya tak akan bisa menahan desakan RRT untuk membeli minyaknya, kalau Jepang ingin RRT sebagai tempat bagi pasaran barang ekspornya. Tak ada waktu di mana Jepang lebih memerlukan pasaran RRT dari pada sekarang ini. Dalam usaha untuk melepaskan diri dari resesi ekonomi yang mencekamnya selama ini, Jepang memerlukan menaikkan ekspornya secara cepat. Ini kurang bisa dicapai dengan partner dagangnya di negara industri lainnya. Sebab mereka ini juga masih belum lepas dari resesi. Lagi pula harga minyak Cina yang lebih rendah dari harga minyak Indonesia tentunya akan lebih menarik para pembeli di Jepang Satu kekurangan yang dialami RRT adalah terlalu sempitnya pelabuhan RRT bagi kapal tangki Jepang yang datang untuk mengangkut minyak, seperti dinyatakan Sadli. Sebaliknya Indonesia punya pelabuhan yang cukup besar untuk menampung kapal tangki Jepang. Memang ini satu keunggulan Indonesia. Tapi kalau RRT melihat bahwa ekspor minyaknya ke Jepang mempunyai prospek yang menggembirakan, bukan tak mungkin mereka akan mengeluarkan biaya untuk memperluas pelabuhannya. Kwalitas Jatibarang Dalam waktu dekat mungkin pengaruh minyak Cina tak akan terasa. Tapi masalahnya jadi lain dalam 5 atau 10 tahun mendatang. Sesudah melakukan penyelidikan minyak Cina selama setahun, Selid Harrison menulis dalam majalah Foreign Policy, bahwa "Peking nampaknya akan bisa mencapai produksi minyaknya setingkat dengan produksi Arab Saudi pada 1988 atau bahkan lebih cepat". Kesimpuian ini antara lain didasarkan atas terus meningkat cepatnya produksi minyak Cina akhir-akhir ini: 12 tahun lalu produksi minyak Cina baru 44,8 juta barrel, tahun 1970 meningkat jadi 140 juta barrel dan tahun lalu produksinya berlipat jadi 490 juta barrel. Cadangan minyak RRT diperkirakan berjumlah 50 milyar barrel, 30 milyar barrel di antaranya merupakan cadangan lepas pantainya. Ini merupakan jumlah sedikit di bawah cadangan Arab Saudi sekarang ini. Dan hampir 2 kali lipat cadangan minyak laut Utara. Bagi Indonesia, apakah minyak RRT akan merupakan ancaman atau tidak akan tergantung dari cepatnya pertumbuhan ekonomi RRT. Kalau pertumbuhan industri RRT berjalan cepat maka kebutuhan akan minyak juga akan meningkat. Ini akan mengurangi kemampuan RRT untuk mengekspor minyaknya. Dan memang kemampuan ekspor RRT juga akan dibatasi oleh kewajiban RRT untuk membantu mengirim minyak ke negara seperti Korea Utara, Vietnam dan Khmer. Malah sudah ada komitmen untuk Muangthai pula. Bagaimana pun, minyak RRT--yang dikatakan Sadli kwalitasnya sama dengan kwalitas minyak Jatibarang, kwalitas nomor 4 di sini--akan terus membayangi prospek ekspor minyak Indonesia. Sekurangnya dialah salah satu penyebab berkurangnya penerimaan minyak Indonesia, dan yang menyebabkan Menkeu Ali Wardhana pesimis dengan realisasi penerirnaan dalam negeri APBN sekarang ini. Dalam laporannya kepada Komisi APBN baru-baru ini, Ali Wardhana mencatat bahwa penerimaan dalam negeri akan berkurang dengan lebih dari Rp 100 milyar, yang memaksa pemerintah juga mengurangi belanjanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus