APA saja yang ditawarkan Wakil PM Vietnam, Vo Van Kiet, yang beberapa waktu lalu memimpin delegasi ekonomi ke sini? Presiden Soeharto, setelah dipamiti, langsung memberi petunjuk kepada PT Krakatau Steel agar segera menjajaki kemungkinan membeli besi tua dari Vietnam. Unik juga, karena yang harus dijajaki adalah kemungkinan mengangkut rongsokan peralatan perang, dari aneka ragam seniata ringan, tank, sampai kapal terbang. Perang yang panjang ternyata juga bisa menghasilkan komoditi yang berharga. Dalam waktu singkat Direktur Utama Krakatau Steel, Tungky Ariwibowo, mengirimkan tim penjajakan. Hasilnya? "Rupanya, mereka belum siap," ujar Tungky. Kelihatannya, tak mudah mengumpulkan rongsokan mesin perang yang tersebar di keiuasan hutan Vietnam. Bahkan masih perlu waktu panjang untuk mengetahui saja berapa banyak komoditi unik itu yang bisa ditawarkan. Buat Krakatau Steel, urusan jualbelinya sendiri tidak pelik, asal harga dan kualitasnya cocok. Sebab, minat dan kebutuhan akan besi tua memang besar. "Kami akan terus memfollo~w upnya melalui KBRI," kata Tungky. Krakatau Steel memang masih mampu melahap segala bentuk besi tua. Suplai dari dalam negeri belum mencukupi meski kapal-kapal di atas umur laik laut sudah digiring ke sana. Bahkan masih harus mengimpor pabrik yang diapkir dari Amerika, Australia, dan Hong Kong. Kendati harga sedang turun, entah kenapa, pasar besi tua internasional terasa kekurangan stok. November lalu, ketika Amerika -- sebagai pemasok utama -- lebih banyak memanfaatkan sendiri besi tuanya, harga melonjak sampai 160 dolar per ton. Sepuluh bulan sebelumnya harga baru di tingkat 105 dolar. Terakhir, Desember lalu, harga mulai turun lagi: 140 dolar. Stok yang menipi~s di pasar dunia itulah yang menyebabkan para produsen besi beton, besi profil, dan produsen sejenis lainnya kelabakan. Karena besi tua merupakan bahan baku utama, 40%, untuk mengepulkan tungku-tungku mereka. Krakatau Steel sendiri tahun lalu menggunakan tak kurang dari 150 ribu ton. Dan tahun ini kebutuhannya meningkat menjadi 200 ribu ton. Sementara itu, pabrik-pabrik lain diperkirakan membutuhkan sekitar 400 ribu ton. Besi tua di bekas medan perang di Vietnam agaknya diharapkan betul. Karena besi tua lokal akhir-akhir ini sulit didapat. Amir Hamsyah, pedagang besi dari Tegal yang memasok pabrik-pabrik di Jakarta, Tegal, dan Klaten, mengatakan bahwa sekarang ini semakin jarang ada perusahaan menjual peralatannya yang rusak atau sudah tua. Sehingga, sekalinya ada pabrik yang mengadakan lelang, para peminat datang membludak. Dalam keadaan demikian, pembeli lebih banyak dari penjual, harga menjadi tak keruan: sekitar 60% di atas harga "normal". Tidak hanya dari segi suplai dan harga, tampaknya, yang sekarang menganggu pikiran para pedagang besi tua kelas Amir Hamsyah. Soal tata niaga lebih memusingkan. Para pedagang besi tua biasanya sudah terikat perjanjian dengan perusahaan rekanan pabrik. Mereka mendapat pinjaman tanpa bunga sebagai modal untuk mengumpulkan barang dari pedagang-pedagang yang lebih kecil. Pemasok, yang membeli dari pengumpul ceharga Rp 260 per kg, akan menjualnya ke pabrik Rp 300. Pihak pabrik juga menilai bahwa tata niaga yang sekarang mengganggu bisnisnya. Seorang pengusaha, tanpa menunjuk hidung, mengatakan, "Tata niaga besi lokal maupun impor sudah ditangani kelompok tertentu yang sangat susah ditembus". Akhirnya memang tinggal soal waktu. Mana lebih dulu: menunggu banjir besi tua dari Vietnam atau seperangkat SK-SK yang akan menyederhanakan tata maga besi tua. Budi Kusumah dan biro-biro
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini