Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bisnis Sepekan

22 Februari 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Awas, Dengkul Rupiah Melemas

Kali ini, rupiah masih bisa diselamatkan. Digempur spekulan Singapura, rupiah tak juga tersungkur. Menurut para dealer pasar uang, sepanjang pekan lalu, sejumlah pemain uang Negeri Singa terus menukarkan rupiahnya dengan dolar Amerika Serikat. Mereka berusaha agar harga uang hijau itu naik sampai Rp 9.000. Tapi upaya habis-habisan Bank Indonesia (BI), yang terus meladeni permintaan pasar, untuk sementara bisa menahan nilai tukar rupiah. Jumat, 19 Februari, siang, harga dolar di pasar tunai antarbank di Jakarta tercatat Rp 8.850.

Bagaimana pekan depan? Tugas BI menopang rupiah agaknya makin berat. Loyonya yen menjelang pertemuan negara-negara industri di Bonn, pekan ini, dinilai akan menjadi faktor utama yang melemaskan dengkul rupiah. Pertemuan G-7 ini, kabarnya, akan menyetujui kebijakan pelemahan mata uang Jepang.

Sebelum ini, Bank of Japan menurunkan suku bunga pinjaman jangka pendek sampai 0,08 persen. Penurunan ini akan membuat investor malas memegang yen. Akibatnya, menurut perkiraan para dealer, harga dolar akan melambung hingga lebih dari 120 yen. Bahkan, ada yang menaksir harga dolar akan mencapai 200 yen.

Jika perkiraan itu benar, nilai tukar rupiah bakal hancur-hancuran. Selama ini, ikatan batin antara yen dan rupiah cukup intim. Ketika di Tokyo harga yen jatuh hingga kurs 147 yen per dolar, di Jakarta rupiah tersuruk sampai Rp 16.000 per dolar. Sebaliknya, ketika yen menguat sampai kurs 110 yen per dolar, rupiah mengekor hingga Rp 7.500 per dolar.

La, bagaimana kalau dolar sampai 200 yen? Bagaimana, Pak Sjahril Sabirin?


Cukai Rokok Sama Rata

Di tengah semangat membela kaum lemah, yang kelihatannya sedang menggebu-gebu, pemerintah justru mencabut insentif cukai rokok untuk industri rokok kecil. Mulai April nanti, cukai rokok akan disamaratakan. Selama ini, tarif cukai rokok dibedakan atas besar-kecilnya perusahaan. Pabrik rokok besar membayar tarif lebih besar ketimbang pabrik kecil.

Belum jelas bagaimana formula dan besarnya tarif baru cukai rokok ini. Tapi, dengan unifikasi tarif ini, para pemain rokok raksasa seperti Gudang Garam dan HM Sampoerna diperkirakan bakal makin mudah menggilas pasar pabrik rokok kecil.


Kenaikan Tarif Telepon Ditunda?

Takut diboikot, pemerintah meminta Telkom menunda kenaikan tarif telepon, terutama untuk kategori lokal tiga (jarak 30 kilometer). Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi Sasmito Dirdjo, Jumat, 19 Februari, mengakui bahwa reaksi keras masyarakat memaksa pemerintah mengkaji ulang rencana kenaikan tarif, yang sedianya dimulai 1 Februari.

Menurut Sasmito, kenaikan tarif lokal 24 persen dan interlokal 28,6 persen cukup wajar. Tapi, ia mengakui, untuk kategori lokal tiga, kenaikannya memang sangat tinggi--terutama di jam-jam sibuk. Karena itu, pemerintah meminta Telkom menunda pelaksanaannya tiga atau enam bulan.

Belum diketahui pasti bagaimana reaksi publik atas penundaan ini. Semula, masyarakat mengancam memboikot kenaikan tarif itu dengan tak membayar rekening telepon. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sudah bersedia mendukung boikot ini.

Di tengah krisis, kenaikan tarif telepon memang cukup memberatkan. Diperkirakan, konsumen yang bakal memutuskan sambungannya semakin banyak. Sampai akhir tahun lalu, sudah 5 persen pelanggan memutuskan sambungan telepon.


Timah Beli Kaltim Prima Coal

Perusahaan tambang PT Timah akan membeli 23 persen saham produsen batu bara Kaltim Prima Coal (KPC). Kepastian ini disampaikan seorang pejabat Timah yang terlibat dalam negosiasi itu, Jumat, 19 Februari.

Masuknya Timah ke KPC sebenarnya bukan berita baru. Hampir setahun lalu, KPC menawarkan sahamnya ke tiga BUMN: Timah, Aneka Tambang, dan Batubara Bukit Asam. Tawaran ini rupanya tak bersambut. Tapi, belakangan, Timah berubah pikiran setelah KPC mendiskon tawarannya. Menurut seorang sumber, KPC kini menawarkan sahamnya cuma 50 persen dari harga semula.

Timah pun tak mau melewatkan kesempatan ini, apalagi perusahaan tambang timah terpadu terbesar di dunia ini memang sedang kebanjiran duit. Gara-gara harga dolar terus melonjak, penjualan Timah sepanjang tahun lalu pun melonjak hampir tiga kali lipat, dari Rp 692 miliar menjadi Rp 2 triliun lebih. Laba bersihnya juga melambung, dari Rp 178 miliar menjadi Rp 519 miliar. Namun laba Timah itu masih di bawah harapan para analis, yakni sekitar Rp 600 miliar.

KPC--perusahaan patungan milik British Petroleum dan Rio Tinto--mengoperasikan tambang batu bara di Sangata, Kalimantan Timur. Dalam perjanjian kontrak karya, KPC diwajibkan secara bertahap melakukan divestasi (pengurangan saham) hingga 51 persen kepada pemerintah atau perusahaan yang dikontrol oleh orang Indonesia, 5-10 tahun sejak produksi komersial.


Panen Pabrik Mobil

Krisis sudah berakhir? Kalau cuma dilihat dari data penjualan mobil, boleh jadi krisis memang sudah dilupakan orang. Tengok saja, selama Januari lalu, 4.000 lebih mobil baru terjual, padahal bulan sebelumnya cuma 1.800.

Luar biasa? Tunggu dulu. Kenaikan penjualan ini lebih banyak didongkrak oleh kegiatan ekspor. Separuh lebih dari jumlah itu dicatat karena ekspor Astra Internasional. Produsen otomotif terbesar di Indonesia itu tetap memimpin pasar dengan menjual lebih dari 3.300 mobil.

Barangkali karena ledakan pasar yang loyo itu, raksasa otomotif Amerika Serikat, Ford Motor, berencana menanamkan investasinya. Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rahardi Ramelan mengaku sudah dihubungi Ford, yang akan "meningkatkan peranannya" di Indonesia. Menurut Rahardi, Ford pernah membuat rencana besar di Indonesia, tapi batal gara-gara pemerintah memberikan insentif pajak khusus kepada PT Timor Putra Nasional.


Upah Naik, tapi Tak Cukup

Gaji Korpri dan ABRI naik, bagaimana buruh? Untuk menjawab pertanyaan itu, pemerintah menetapkan kenaikan upah minimum regional (UMR) rata-rata 16,07 persen. Dengan tarif baru, upah terendah (di daerah Yogyakarta) menjadi Rp 130 ribu dan tertinggi (Batam) menjadi Rp 290 ribu. Kenaikan ini akan berlaku mulai 1 April nanti. Apa cukup?

Pertanyaan yang tak mudah dijawab. Dilihat dari nilai tukarnya terhadap harga kebutuhan pokok, kenaikan itu jelas tak berarti. Dengan kenaikan ini, UMR hanya setara dengan 72 persen dari kebutuhan hidup minimum--turun dari tahun lalu, yang masih 74 persen. Tapi para pengusaha biasanya juga menjerit. Kenaikan UMR, katanya, bakal mempercepat proses masuk ke liang kubur bagi pabrik yang banyak mempekerjakan buruh.

Lalu, bagaimana jalan keluarnya? Menurut sejumlah pengamat, di masa krisis seperti sekarang, pemerintah mestinya sudah meninggalkan sistem UMR. Sebagai gantinya, mereka mengusulkan upah minimum sektoral (UMSR), yang menggolongkan tingkat penggajian buruh menurut sektor usaha.

Pertimbangannya, tak semua bisnis terpuruk, seperti halnya tak semua usaha bisa lancar, di masa krisis. Sektor tekstil, yang selama ini dikenal sebagai industri padat karya, misalnya, justru mencorong di masa sulit. Lihat saja, hingga Oktober tahun lalu, ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) mencapai US$ 7,8 miliar atau naik US$ 500 juta dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Lonjakan ini, menurut pengamat industri tekstil, Chamroel Djafrie, jauh lebih bagus daripada kenaikan bisnis sektor minyak dan gas bumi (migas).

Pada sektor yang panen seperti itu, menurut Chamroel, kenaikan upah mestinya bisa lebih besar. Jika pemerintah terus ngotot menerapkan UMR, para pemilik perusahaan akan terus menekan manajemen untuk "mematuhi" saja ketetapan pemerintah. Akibatnya, kata Chamroel, "Kebijakan UMR ini kontraproduktif."

Lalu, bagaimana dengan upah di sektor usaha yang melempem? Apa boleh ditekan semaunya, Pak?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum