Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

"Jangan Khawatir..."

22 Februari 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Awas, likuidasi! Tampaknya tak ada yang lebih menakutkan para bankir pada hari-hari ini ketimbang likuidasi bank. Bahkan, bukan cuma bankir, masyarakat pun memandang kata yang satu ini dengan alergi. Maklumlah, pengalaman selama ini, likuidasi bank identik dengan hilangnya simpanan di bank. Penutupan Bank Summa dan likuidasi 16 bank pada awal November 1997 sama-sama memberi gambaran seragam: uang nasabah dicicil secara bertahap. Bahkan, dalam kasus Bank Summa, hingga bertahun-tahun kemudian sebagian uang nasabah tetap tak bisa dicairkan.

Karena itu, ketika pemerintah mengumumkan niatnya untuk menutup sekitar 40 bank, masyarakat panik. Mereka buru-buru menarik duit dari bank, tak peduli apakah banknya tergolong sehat atau sakit. Mereka memindahkan rekeningnya ke bank asing, bank BUMN, atau kembali menyimpannya di lemari pakaian. "Simpan di rumah dulu, Mas, sampai situasi tenang," kata seorang manajer bank swasta ketika mencairkan depositonya yang belum jatuh tempo.

Sejumlah bank swasta kena rush. Upaya bank sentral meyakinkan bahwa semua kewajiban bank sudah dijamin pemerintah, bahwa uang nasabah akan aman kendati banknya ditutup, tidak digubris. Deposito, tabungan, ramai-ramai ditarik dari bank. Pokoknya cari aman.

Bahkan bukan cuma nasabah awam. Bank yang punya tagihan di bank yang dicurigai bakal ditutup pun ikut panik. Para manajer treasury, pejabat bank yang bertanggung jawab atas pengamanan likuiditas bank, sibuk mencari info bank mana saja yang bakal masuk kotak. Ini tak mudah. Akibatnya, selebaran yang memuat daftar calon bank terlikuidasi, entah dari mana asalnya, laku keras diperdagangkan.

Repotnya, nama-nama dalam daftar hitam ini terus berubah hampir setiap hari. Agar tak terpeleset, seorang manajer treasury bank swasta mengaku berlangganan daftar itu dari seorang pejabat Bank Indonesia. Manajer yang lain mendapat kiriman rutin dari konsultan bisnis di Singapura. Harganya? Untuk setiap faksimile yang memuat daftar itu, harus ditebus dengan Rp 3 juta.

Daftar bank ini kemudian masuk black list. Bank-bank ini dikucilkan, tak diberi akses ke dalam pasar pinjaman antarbank, kecuali berani membayar dengan bunga amat tinggi. Jumat (19 Februari), bank-bank yang dicurigai akan divonis mati itu hanya bisa menarik kredit dengan bunga di atas 60 persen. Padahal, suku bunga pinjaman antarbank hari itu cuma 35 persen.

Diskriminasi tingkat suku bunga ini mencerminkan bahwa bahkan bank pun meragukan jaminan pemerintah. Menurut seorang bankir swasta, pengalaman menunjukkan, pemerintah tak mudah menutup kewajiban bank kepada pihak ketiga. Belum lama berselang, pemerintah tak mau menalangi kewajiban sebuah bank swasta papan tengah kepada tiga bank swasta yang lain. Akibatnya, "Kami merasa diperdaya dengan jaminan itu," katanya.

Apalagi, menurut sejumlah bankir, proses rekapitalisasi ini tak bersih benar. Ada sejumlah bank yang bisa lolos dari vonis mati lantaran melakukan sejumlah akrobat. Misalnya, berpura-pura melakukan injeksi modal dengan memakai dana dari pinjaman jangka pendek. Atau, melakukan lobi politik.

Untuk mengetahui lebih jauh seluk-beluk rekapitalisasi bank dan tuduhan permainan uang dalam program ini, Iwan Setiawan dari TEMPO menemui Subarjo Joyosumarto, Direktur Perbankan Bank Indonesia (BI) yang bertanggung jawab atas program rekapitalisasi bank, pekan lalu. Berikut petikannya.


Benarkah ada 40 bank yang akan dibredel izinnya akhir Februari ini?

Memang benar ada bank yang akan ditutup. Namun berapa jumlahnya, belum pasti. Saat ini, bank-bank masih terus diperiksa. Saya tegaskan, gosip yang beredar di masyarakat tentang bank yang akan dilikuidasi tidak benar. Dari mana mereka mendapat informasi itu, padahal prosesnya saja belum selesai.Saya harap baru minggu depan semuanya beres.

Ada spekulasi, bank dengan CAR di bawah negatif 100 persen pasti ditutup. Apakah benar?

Yang menentukan apakah sebuah bank akan dilikuidasi atau tidak bukan persentase CAR-nya, tapi seberapa besar kebutuhan modal yang harus ditambahkan agar banknya masih bisa hidup. Ada bank dengan CAR negatif dua persen, tapi karena asetnya besar, perlu tambahan modal Rp 2 triliun dalam program rekapitalisasi. Jika bank tak mampu menyetor modal Rp 2 triliun, mereka pun akan ditutup.

Jadi, bagaimana kriteria bank yang akan dilikuidasi?

Jika sampai 27 Februari masih ada bank yang masih masuk kategori C (bank dengan kecukupan modal di bawah negatif 25 persen), mereka pasti ditutup. Selain itu, bank kategori B (kecukupan modal antara minus 25 persen dan 4 persen) juga belum tentu selamat. Jika mereka tak memenuhi syarat untuk direkapitalisasi, juga akan dibabat.

Untuk itu, mereka harus memenuhi beberapa syarat. Pertama, harus membuat rencana usaha untuk memperbaiki kinerja. Jika dalam tiga tahun kinerjanya meningkat, ada peluang ditambah modal. Jika tidak, bank harus dilikuidasi.

Kedua, bank harus lolos tes fit and proper. Jejak pemegang saham, komisaris, dan direksi akan ditelusuri dan dinilai. Jika reputasinya jelek, mereka harus diganti. Jika lolos, boleh terus, jika tidak, likuidasi.

Ketiga, harus mampu menyetor 20 persen dari jumlah modal yang dibutuhkan. Jika sanggup, pemerintah akan menambahkan penyertaan modal 80 persen. Jika tidak, juga dilikuidasi.

Aturannya tegas sekali. Apakah karena itu sekarang banyak pemilik bank yang melobi BI dan membeli peringkat bank?

Proses penutupan bank ini sangat panjang. Banyak pihak yang terlibat. Begini. Tanggal 15 Februari lalu merupakan batas akhir bagi bank berkategori C menyerahkan setoran modal, agar bisa masuk kategori B. Sementara itu, bagi bank kategori B, tanggal itu merupakan batas akhir penyerahan rencana bisnisnya agar bisa ikut program rekapitalisasi.

Sekarang, semua rencana usaha itu sedang diperiksa komite teknis yang beranggotakan pejabat eselon III Departemen Keuangan, Bank Indonesia, dan BPPN. Jika prosesnya beres, hasilnya akan diperiksa komite evaluasi (anggotanya para direktur di ketiga lembaga itu) untuk disampaikan kepada komite kebijaksanaan (anggotanya para direktur jenderal). Hasilnya akan diserahkan kepada Menteri Keuangan dan Gubernur BI yang akan berkonsultasi dengan presiden dan DPR.

Mereka yang menentukan bank mana saja yang akan direkapitalisasi dan mana yang akan dilikuidasi. Jadi, tak mudah untuk melakukan lobi atau jual beli kategori bank.

Apakah setiap proses pemeriksaan dijamin bebas korupsi?

Proses pemeriksaan sangat transparan. Dalam setiap rapat komisi, selalu ada peninjau independen yang mengawasi. Mereka wakil-wakil dari IMF, Bank Dunia, dan Bank Pembangunan Asia.

Apakah bank-bank itu akan ditutup serempak atau bertahap?

Serempak. Pokoknya mereka yang masuk kategori C atau tak memenuhi syarat injeksi modal akan ditutup. Prosedur penutupan bank telah disiapkan. Mungkin belum banyak yang tahu, membenahi perbankan butuh biaya sangat besar. Menurut perhitungan, jika bank kategori B ditutup, perlu Rp 570 triliun. Tapi jika direkapitalisasi, perlu Rp 250 triliun.

Ketentuan apa saja yang ditetapkan BI terhadap bank yang diduga dilikuidasi?

Mereka dilarang menarik deposito baru yang bunganya di atas suku bunga yang dijamin BI. Jika kelak bank itu dilikuidasi, deposito yang bunganya di atas jumlah yang dijamin tak akan diganti. Akibatnya, deposan rugi. Ketentuan lain, bank dilarang melakukan transaksi yang jangka waktunya panjang.

Apakah BI menjamin dana masyarakat di bank yang ditutup pasti bisa dicairkan?

Pasti. Jangan salah, bukan BI yang menjamin uang nasabah, tapi pemerintah. Pemerintah meminjam uang dari BI untuk membayar dana nasabah bank yang ditutup. Jadi, jangan kaget jika bantuan likuiditas BI (kasbon yang diberikan BI kepada pemerintah untuk menalangi kebutuhan bank) akan naik. Kelak, pemerintah akan menerbitkan obligasi untuk membayar utangnya kepada BI.

Likuidasi bank pasti menimbulkan gejolak. Bagaimana mengatasinya?

Guncangan pasti ada. Tapi BI sudah menyiapkan panduan agar gejolaknya tak berlebihan. Begini. Pada H minus 7 atau sekitar 20 Februari, BI akan menempatkan pemeriksanya di bank-bank yang diduga akan ditutup. Untuk kantor pusat akan diawasi tiga pemeriksa, sedangkan setiap kantor cabang, satu pemeriksa. Mereka bertugas mengawasi agar bank-bank itu melakukan segala ketentuan yang telah ditetapkan BI, dan mengamankan aset-asetnya.

Antara H minus 7 sampai hari H, BI akan mencari bank-bank pendamping untuk menampung nasabah bekas bank terlikuidasi. Bank pendamping ini harus memiliki kantor cabang yang setidaknya sama dengan jumlah kantor cabang bank yang dilikuidasi. Pada H minus 1, seluruh pimpinan bank yang akan ditutup dan bank pendamping dipanggil. Saat itu ditetapkan bank mana yang mendampingi bank dilikuidasi. Dengan demikian, nasabah tak perlu bingung untuk menarik dananya. Mereka bisa mencairkan dananya di bank pendamping tersebut.

Pada hari H, likuidasi akan diumumkan di berbagai surat kabar. Sekaligus akan diberi tahu, bank mana saja yang ditunjuk jadi bank pendamping. Para nasabah dapat menarik dananya mulai H plus 3 setelah likuidasi sampai H plus 180. Jadi, jangan khawatir, para nasabah diberi waktu setengah tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus