Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mantan Bankir Ditahan
SAIFUDDIEN Hasan, mantan Direktur Utama Bank BNI, bersama dua anak buahnya, Rachmat Wiriaatmadja (mantan direktur treasury dan internasional) dan Suryo Sutanto (mantan direktur korporasi), dikenai status tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Medan. Ketiga mantan petinggi BNI itu tersangkut kasus pengucuran kredit ke PT Industri Baja Garuda.
Kasus ini bermula tiga tahun lalu, ketika BNI mengambil alih dari BPPN tagihan ke Baja Garuda senilai Rp 427 miliar. Pembelian aset kredit itu kemudian diikuti pemberian fasilitas kredit baru ke Baja Garuda. ”Ada kredit lagi Rp 190 miliar,” ujar Soehandojo, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung. Fasilitas baru itu terdiri dari kredit investasi sebesar Rp 140 miliar dan kredit modal kerja Rp 50 miliar.
Setelah menyidik kasus ini sekitar satu bulan, aparat berseragam cokelat mengendus patgulipat dalam pemberian kredit baru kepada Baja Garuda. Bobby Pitoy, pemilik Baja Garuda, diketahui menyambangi Direktur Utama BNI saat itu, Saifuddien, pada 9 Juli 2002. Hanya selang sembilan hari, fasilitas baru itu diteken kedua pihak. Pengucuran itu terlihat janggal karena Baja Garuda seharusnya tak boleh disuapi dana segar, mengingat statusnya sebagai debitor yang pernah dililit kredit macet.
Ketiga mantan Direktur BNI itu pun dipanggil Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Kamis pekan lalu. Status mereka saat dipanggil sebagai saksi. Setelah diperiksa seharian, mereka ”naik” status jadi tersangka. Dari kubu debitor, pihak kejaksaan telah menahan Paul Chandra, yang disebut sebagai pemilik Baja Garuda. Petinggi Baja Garuda lain, Bobby Pitoy, yang menjabat komisaris, hingga Sabtu pekan lalu masih buron.
Direktur Utama BNI, Sigit Pramono, membenarkan bahwa kredit ke Baja Garuda berstatus seret. ”Kredit itu ditutup oleh jaminan yang nilainya lebih besar,” ujar Sigit. Jaminan itu sendiri telah diserahkan BNI ke Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara untuk dijual.
Investasi Asing Melesat
BILA dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, penanaman modal asing pada semester pertama 2005 naik 69,5 persen, atau Rp 31,8 triliun, dari Rp 18,8 triliun. Realisasi investasi asing tahun ini sudah mencapai 98,4 persen dari yang ditargetkan, Rp 32,4 triliun.
Sebaliknya, kata Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal, Muhammad Lutfi, pertumbuhan investasi lokal justru melorot. Semester pertama tahun lalu penanaman modal dalam negeri mencapai Rp 8,9 triliun. Tapi, tahun ini hanya Rp 7,8 triliun, turun 12,4 persen. ”Tahun ini PMDN ditargetkan Rp 17,7 triliun,” katanya.
Menurut Lutfi, realisasi investasi asing paling banyak di sektor konstruksi: 15 proyek dengan nilai US$ 664,3 juta. Lokasi penanaman modal asing paling banyak di Jawa Barat, 98 proyek. Seluruh investasi itu berhasil menyerap 129.227 tenaga kerja.
Pabrik Kertas Korindo
KORINDO Group, perusahaan asal Korea Selatan, berencana membangun pabrik bubur kertas di Kalimantan Tengah atau Kalimantan Barat. Korindo sudah menyiapkan US$ 1,3 miliar untuk membangun pabrik itu.
Menurut Menteri Kehutanan M.S. Kaban, pembangunan pabrik akan dilakukan tahun depan. ”Korindo sudah punya hutan tanaman industri sendiri di Indonesia,” katanya. Kaban menambahkan, investor asal Malaysia dan India juga tertarik membangun pabrik kertas koran di Kalimantan Barat.
Kaban mengatakan peluang investasi di sektor hutan tanaman industri (HTI) masih terbuka lebar. Paling tidak, masih bisa membangun delapan pabrik bubur kertas. Dari total 7 juta hektare HTI yang tersedia, baru 2,5 juta hektare yang terpakai—300 ribu hektare di antaranya dimanfaatkan untuk industri bubur kertas.
Perusahaan Tambang Menunggak Pajak
DELAPAN perusahaan menunggak dana hasil produksi batu bara (DHPB) sejak 2001. Hingga Juni lalu, nilai tunggakan mencapai US$ 118,58 juta dan Rp 45,16 miliar. Kedelapan perusahaan itu adalah PT Arutmin Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Bahari Cakrawala Sebuku, PT Multi Harapan Utama, PT Tanito Harum, PT Allied Indo Coal, PT Antang Gunung Meratus, dan PD Baramarta.
Kaltim Prima Coal dan Arutmin merupakan perusahaan batu bara besar di Tanah Air. Setiap tahun, volume produksinya mencapai 22 juta ton dan 15 juta ton. Tunggakannya pun paling gede, masing-masing US$ 48,76 juta dan US$ 48,02 juta. Menurut Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral, Simon Sembiring, tunggakan itu sudah termasuk denda.
Bulan ini tunggakan harus dibayar 50 persen. Sisanya bisa dilunasi hingga akhir tahun. DHPB merupakan pendapatan pemerintah sebesar 13,5 persen dari penjualan batu bara. DHPB terdiri dari royalti yang besarnya 5-7 persen, tergantung nilai kalori batu bara yang dijual. Sisanya dana pengembangan batu bara.
Penjualan Mobil Naik
UNTUK semester pertama 2005, penjualan mobil meningkat pesat. Pasar otomotif nasional mencapai angka penjualan 295.774 unit, atau melonjak 30,8 persen ketimbang periode yang sama tahun lalu (226.126 unit). Bulan lalu, kendaraan roda empat yang dapat dilego 49.322 unit, atau naik 15,3 persen dibandingkan dengan Juni 2004 (42.767 unit). Tahun ini penjualan mobil dipatok pada angka 510 ribu unit.
Toyota ikut menikmati manisnya penjualan mobil di Indonesia. Presiden Direktur PT Toyota-Astra Motor, Johnny Darmawan, mengatakan penjualan Toyota meningkat 26 persen dari 72.721 unit menjadi 91.555 unit pada pertengahan semester 2005. ”Toyota optimistis target penguasaan pasar sebesar 30 persen tahun ini dapat tercapai,” katanya.
Indomobil Group malah berencana menaikkan harga jual mobil produksinya. Menurut Presiden Direktur Indomobil, Gunadi Sindhuwinata, koreksi harga ini akibat kenaikan harga bahan baku, dampak dari melambungnya tarif minyak mentah dunia dan melemahnya nilai tukar rupiah. ”Tahun ini seharusnya sudah dilakukan koreksi harga 3-5 persen,” katanya.
Direksi Baru Danareksa
MENTERI Negara BUMN, Sugiharto, melantik jajaran direksi baru PT Danareksa, yakni Lin Che Wei (Weibinanto Halimdjati) sebagai direktur utama, serta Harry Wiguna, Wahzary Wardaya, Muhammad Hanif, dan Aloysius Kiik Ro sebagai direktur, Jumat pekan lalu. Menteri berharap, direksi baru mampu mengembalikan fungsi Danareksa sebagai investment banking house di Indonesia.
Dia juga berpesan agar anggota direksi baru segera melepas jabatan rangkap di kantor Kementerian BUMN. Direksi lama diminta turun tangan jika dimintai bantuan oleh direksi baru. Lin Che Wei—sebelumnya menjabat staf ahli Menteri Negara BUMN—berjanji Danareksa akan ikut memobilisasi masyarakat agar mendorong program infrastruktur pemerintah pusat. Perusahaan itu juga akan memfasilitasi pendanaan bagi investasi asing di Indonesia.
Lobi Gas untuk PIM
PEMERINTAH akan melobi Oman dan Qatar agar menjual gas alamnya ke Indonesia. Menteri Negara BUMN Sugiharto mengatakan, lobi yang akan dilakukan September mendatang itu demi menyelamatkan pasokan gas bagi PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) untuk jangka panjang. ”Pemerintah akan all out mempertahankan PIM,” katanya, Kamis pekan lalu.
Menurut dia, solusi satu atau dua kargo gas alam cair bagi produsen pupuk itu tak akan efektif, karena pasokan itu hanya bertahan empat bulan. Jika lobi berhasil, diharapkan suplai gas ke dua pabrik PIM bisa diamankan hingga 2008, ketika lapangan Blok A di Nanggroe Aceh Darussalam berproduksi.
Pada saat ini, stok gas aman selama 50 hari sejak ada pasokan dari ExxonMobil, 10 Juli lalu. Kontraktor asal Amerika Serikat ini bersedia setelah dijamin empat menteri bahwa gasnya akan dikembalikan dalam tempo dua bulan. Nasib PIM masih jauh lebih baik dibanding produsen pupuk lainnya, yakni PT Asean Aceh Fertilizer (AAF). Perusahaan ini akan segera merumahkan sekitar 800 karyawan karena tiadanya kepastian pasokan gas sejak dua tahun lalu.
Insentif Pajak bagi Investor Perikanan
PEMERINTAH akan menghapus pajak selama tiga tahun bagi investor perikanan, demi mengurangi pencurian ikan. Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi, mengatakan penghapusan itu akan berlaku pada pajak pertambahan nilai dan pajak ekspor.
Hingga saat ini, pemberian fasilitas itu masih dibahas di Badan Koordinasi Penanaman Modal. Freddy menjelaskan, investasi perikanan jarang berbentuk dana segar. Padahal investasi semacam itu lebih efektif mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Umumnya, investasi di bidang perikanan ditanam dalam bentuk kapal penangkap ikan.
Karena itu, pemerintah juga mengatur agar kapal menjadi aset kerja sama investor dengan pengusaha ikan lokal. ”Jadi, kapal investor bisa menangkap ikan di sini dengan tetap menggunakan bendera Indonesia,” katanya, Kamis pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo