Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bisnis Sepekan

21 Juni 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pertamina Jual Super-Tanker

Permintaan Dewan Perwakilan Rakyat agar PT Pertamina menghentikan rencana penjualan dua kapal supertanker sepertinya tak mempan. Indikasi itu dikemukakan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara yang juga menjabat Komisaris Utama Pertamina, Laksamana Sukardi, dalam wawancara khusus dengan TEMPO, Kamis pekan lalu. ”Soal jual-beli itu kan keputusan perusahaan. Saya kira DPR sudah meralat keberatannya.”

Para wakil rakyat di Komisi Energi sebelumnya memang gencar mendesak agar penjualan ini dibatalkan. Alasannya, Pertamina di masa mendatang membutuhkan kapal tersebut untuk memastikan keamanan pengangkutan agar pasokan minyak nasional terjamin. Tapi situasi terakhir berbalik, para legislator tersebut justru diterpa isu tak sedap seputar kunjungan mereka ke Hong Kong dan Korea Selatan, yang ditengarai telah dibiayai Pertamina.

Menurut Laksamana, penjualan kapal ini bertujuan mengembalikan Pertamina ke bisnis utamanya. Sedangkan sasaran jangka pendeknya menyelamatkan kondisi arus kas Pertamina, yang saat ini sedang bolong akibat kenaikan harga minyak dunia hingga di atas US$ 40 per barel.

Bisnis perkapalan juga dianggap terlalu berisiko dan dikhawatirkan bisa menggerogoti keuangan Pertamina karena biaya overhead yang tinggi. Laksamana mencontohkan sejumlah perusahaan minyak dan gas asing yang mengembangkan usaha shipping line tapi bangkrut akibat kapalnya bocor dan kerepotan karena harus menghadapi aneka gugatan class action atas tuduhan pencemaran lingkungan.

Keputusan Pertamina menjual dua kapal dengan harga US$ 184 juta (Rp 1,65 triliun, kurs Rp 9.000 per dolar) itu juga akan menguntungkan karena saat membeli harganya US$ 130 juta (Rp 1,17 triliun).

Bunga Segera Naik

Seiring dengan kemungkinan peningkatan suku bunga di Amerika Serikat, Bank Indonesia akan melakukan hal yang sama terhadap bunga sertifikat Bank Indonesia (SBI). ”Itu pasti, tapi masih dikaji seberapa jauh kenaikannya,” kata Deputi Gubernur Senior BI, Anwar Nasution, di Jakarta, Rabu pekan lalu.

Jika bank sentral AS hanya menaikkan bunga maksimal 25 basis poin, Bank Indonesia tetap mempertahankan bunga SBI yang sekarang, sekitar 7,3 persen. Jika kenaikan melebihi 25 basis poin, SBI akan dinaikkan. ”Tapi tidak sampai 8 persen,” kata Anwar. Kenaikan memang belum terlihat dari hasil lelang SBI pekan lalu. ”Namun, kecenderungannya meningkat,” ujar Gubernur BI, Burhan-uddin Abdullah.

Ekspektasi pasar terhadap kenaikan bunga di Amerika telah memicu penguatan dolar dan sekaligus melemahkan nilai tukar rupiah dalam dua bulan terakhir. Dikhawatirkan, hal ini segera berimbas pada meningkatnya inflasi.

Sementara itu, tekanan yang mendorong laju inflasi dari dalam negeri juga membesar. Hal ini terlihat dari hasil survei Badan Pusat Statistik yang menunjukkan inflasi sudah mencapai 6,47 persen atau melebihi target inflasi pemerintah 2004, yang mencapai 5-6 persen. ”Ini mendorong kami untuk melakukan sesuatu,” kata Anwar.

Subsidi Membesar

Ini seperti ”kado” baru dari pemerintah menjelang putaran-putaran akhir masa kampanye pemilihan presiden: subsidi bahan bakar minyak (BBM) tahun depan diperbesar.

Hal ini berarti pemerintah tidak akan menaikkan harga BBM tahun depan. Saat pembahasan dengan Panitia Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat pekan lalu, pemerintah mengusulkan subsidi BBM untuk tahun depan sebesar Rp 22 triliun. Jumlah itu lebih besar ketimbang tahun ini, yang diasumsikan Rp 14,5 triliun. Tahun ini pemerintah menetapkan asumsi harga minyak mentah dunia US$ 22 per barel.

Subsidi BBM Rp 22 triliun tersebut, kata Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Departemen Keuangan, Darmin Nasution, dengan asumsi harga minyak mentah dunia US$ 24 per barel. Tahun de-pan, pemerintah juga mengasumsikan konsumsi BBM masih pada angka 60 juta kiloliter seperti tahun lalu. Sedangkan minyak tanah 11,8 juta kiloliter, naik sedikit dibandingkan dengan tahun ini, yang diperkirakan 11,5 juta kiloliter. ”Karena harga BBM tahun depan tidak naik, pemerintah berarti memberi subsidi Rp 1.000 untuk setiap liter BBM,” kata Darmin.

PT Pertamina sendiri memperkirakan, tahun depan biaya pokok produksi BBM adalah Rp 1.657 per liter. ”Biaya ini naik karena ada kenaikan harga minyak mentah dunia,” kata Deputi Direktur Hilir Bidang Pemasaran Pertamina, Rachmat Drajat.

Listrik Byar-Pet

PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) memastikan, perbaikan beberapa pembangkit listrik di Sumatera Barat dan Sumatera Selatan akan selesai paling lambat akhir bulan ini. ”Ini perkiraan terburuk,” kata Direktur Utama PLN, Eddie Widiono, di Jakarta pada Kamis pekan lalu.

Sebelum urusan itu beres, masyarakat yang selama ini menikmati listrik dari pembangkit-pembangkit listrik itu terpaksa harus mengalami pemadaman bergilir. Pembangkit listrik yang sedang diperbaiki adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Si Jantan di Sawahlunto, Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) di Payakumbuh, PLTG Payaselinca, dan pembangkit listrik di Jambi.

Sebelumnya, Direktur Pembangkitan dan Energi Primer PLN, Ali Herman Ibrahim, menyebutkan kerusakan juga terjadi di unit kedua PLTU Ombilin, Sumatera Selatan, yang memiliki kapasitas 30 megawatt. ”Kerusakan sering terjadi karena kualitas batu bara untuk sumber energinya yang kurang bagus.”

Untuk sementara, PLN mengganti pembangkit tenaga uap dan gas yang rusak dengan pembangkit tenaga air. Akibatnya, volume konsumsi air meningkat secara drastis, dan PLN harus membuat jadwal pengalirannya ke pembangkit untuk menghemat penggunaan air. Sebab, jika perbaikan PLTU Si Jantan gagal, wilayah Maninjau di Sumatera Barat terancam gelap total akibat pemadaman listrik.

Gangguan juga terjadi di PLTG Lembu, yang memiliki kapasitas 18 megawatt, dan PLTG Limo, dengan kapasitas 20 megawatt, sejak 20 April lalu. Untuk dua unit ini, diperkirakan perbaikan baru akan selesai awal Agustus.

Harga Mi Naik

Melemahnya rupiah terhadap dolar Amerika Serikat mulai berdampak pada sektor pangan. Para produsen mi instan akan segera menaikkan harga produk pangan paling populer setelah beras ini. ”Harga harus naik karena sudah tak cocok lagi,” kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Industri Pangan Indonesia (Aspipin), Bachtiar Yusuf, di Jakarta pada Selasa pekan lalu.

Bachtiar menyebut kenaikan harga bahan baku pembuatan mi sebagai faktor utama. Misalnya, kata dia, sejak 1997 hingga tahun ini, harga minyak goreng, terigu, garam, angkutan, dan beberapa bahan baku rata-rata sudah naik empat kali lipat, sedangkan harga mi hanya meningkat dua setengah kali lipat. ”Artinya, produsen telah menyubsidi agar harga mi tetap terjangkau masyarakat luas.”

Harga mi instan di Indonesia, kata Bachtiar, paling murah di dunia. Padahal, dengan kapasitas terpasang 20 miliar bungkus per tahun, saat ini tingkat utilitasnya baru sekitar 60 persen.

Si Miskin Masih Banyak

Pemerintah belum berhasil menekan jumlah penduduk miskin di Tanah Air. Buktinya, jumlah penduduk miskin di Indonesia per Februari tahun ini hanya turun 3,2 persen dari 37,3 juta jiwa menjadi 36,1 juta jiwa.

Menurut Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin itu berasal dari jumlah total orang miskin yang tinggal di kota dan desa. Di kota, jumlah penduduk miskin mencapai 11,5 juta jiwa (12,6 persen). Sedangkan 24,6 juta jiwa (19,5 persen) tinggal di desa.

BPS memakai standar konsumsi kalori 2.100 per kapita per orang. Artinya, setiap orang yang mengkonsumsi kalori kurang dari standar itu dikategorikan penduduk miskin. ”Kategori ini sama untuk kota dan desa,” kata Soedarti Surbakti, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), dalam rapat kerja dengan Komisi Keuangan dan Perbankan pekan lalu. Selain angka kemiskinan, BPS juga mencatat jumlah pengangguran terbuka tahun lalu mencapai 6,96 persen (15 juta jiwa) dari total jumlah penduduk yang 217 juta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus