PASAR baja dunia mulai balik ke jalur normal. Harga mulai bergerak turun setelah Cina mengerem konsumsinya. Harga baja canai panas, misalnya, sudah kembali pada kisaran US$ 400 per ton. Slab juga turun pada kisaran US$ 300 per ton. Bandingkan dengan lonjakan hingga 60 persen sejak November tahun lalu.
Ketika itu harga baja canai panas naik dari US$ 365 menjadi US$ 580 per ton. Slab juga naik dari US$ 290 menjadi US$ 490 per ton. Pokok soalnya, konsumsi Cina atas baja dunia melonjak heboh. Dari 60 juta ton menjadi 241 juta ton. Cina menyedot baja dunia menyongsong persiapannya sebagai tuan rumah Olimpiade 2008.
Menurut Presiden Direktur Arcelor, Guy Dolle, kenaikan harga baja dunia selama dua tahun terakhir akan berakhir. Menurut produsen baja yang kapasitasnya mencapai 43 juta ton ini, produsen kini lebih suka mencari "ruang batas" untuk menekan lebih jauh kenaikan harga, menyusul penurunan konsumsi baja di Cina dan pemulihan ekonomi di Eropa.
Pasar baja dunia memang menarik. Saat ini produksi baja dunia mencapai 930 juta ton, sedangkan volume konsumsinya sekitar 900 juta ton. Karena itu, setiap tahun dunia selalu kelebihan stok. Produsen yang kapasitasnya berlebih ini biasanya mengakalinya dengan mengekspor dengan harga dumping. Cina, Jepang, Korea, Rusia, Jerman, dan Amerika Serikat adalah produsen besar dunia dengan volume produksi 50-100 juta ton per tahun. Bandingkan dengan "raksasa" Indonesia, Krakatau Steel, yang hanya 2,5 juta ton!
Tak mengherankan bila negara produsen kecil baja seperti Thailand, Malaysia, dan India berlomba melindungi pasar domestiknya atas produk dumping. Malaysia tetap mengenakan bea masuk 50 persen. Thailand, selain bea masuk 10 persen, juga melakukan standardisasi. India mengenakan bea masuk 40 persen. Indonesia, sebaliknya, mengenakan bea masuk nol persen dengan penerapan standar nasional Indonesia (SNI), yang tidak efektif karena belum dilaporkan ke Organisasi Perdagangan Dunia.
MSU
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini