Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bisnis Sepekan

7 Juni 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bensin Tidak Naik

Meski harga minyak mentah di pasar internasional membubung hingga US$ 42 per barel, Pertamina ternyata tidak menaikkan harga bensin dan solar. Pertamina hanya ”berani” menaikkan harga avtur dan avgas, masing-masing dari Rp 2.574 per liter dan Rp 5.467 per liter menjadi Rp 3.014 dan Rp 5.808. Avtur dan avgas merupakan bahan bakar untuk pesawat terbang.

Seiring dengan meningkatnya harga minyak di pasar dunia dan melemahnya rupiah, sebenarnya biaya impor Pertamina untuk semua jenis bahan bakar minyak membengkak.

Sebagai gambaran, patokan rata-rata harga minyak mentah bulan lalu adalah US$ 36,91 per barel, lebih tinggi 7,4 persen dibandingkan dengan harga rata-rata bulan sebelumnya. Sementara itu, rupiah sudah melemah hingga kisaran Rp 9.500 per dolar Amerika Serikat.

Namun, Pertamina mungkin menyadari bahwa menaikkan harga BBM, khususnya solar dan bensin, pada saat berlangsungnya kampanye para calon presiden sangat berisiko terhadap citra pemerintah yang sekarang, sehingga perusahaan pelat merah tersebut hanya berani menaikkan avtur dan gas.

Kenaikan tersebut diperkirakan akan dibuntuti oleh peningkatan harga jual tiket pesawat. Sebab, dalam industri jasa angkutan udara, komponen bahan bakar menyumbang lebih dari 20 persen biaya produksi.

Tata Niaga Impor Garam

Setelah gula, kini giliran perdagangan garam yang diatur oleh negara. Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini M.S. Soewandi menyatakan bahwa impor garam akan dilarang menjelang dan setelah panen raya garam. ”Peraturannya baru saya tanda tangani,” ucap Rini, Selasa pekan lalu.

Panen raya garam berlangsung selama Juni hingga September, sementara larangan untuk mengimpor garam akan diberlakukan satu bulan sebelum panen hingga dua bulan setelah panen.

Perusahaan yang diizinkan mengimpor hanyalah mereka yang terbukti melakukan pembelian garam dari petani selama panen. Volume impor akan disesuaikan dengan banyaknya garam yang dibeli dari petani. ”Hitungannya (untuk impor) 50 persen yang dibeli dari petani,” tutur Rini.

Setiap tahun, volume impor garam mencapai 400 ribu ton. ”Kami inginnya tidak ada impor sama sekali,” Rini menegaskan.

Pemerintah memutuskan mengatur impor garam karena harga di petani lokal kerap terpuruk saat panen. Rini memberikan contoh, saat panen tahun lalu harga garam hanya Rp 150 per kilo, padahal biaya produksi yang dikeluarkan petani Rp 200 per kilo.

BRI Hapus Kredit Macet

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. akan menghapus tagih dan mengeluarkan kredit macet senilai Rp 500 miliar dari neraca.

Dalam rapat umum pemegang saham pekan lalu, direksi memutuskan nilai utang tertinggi untuk setiap obligor yang dapat dihapus Rp 5 miliar, serta harus disetujui oleh dewan komisaris.

Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI), Rudjito, menyatakan rencana penghapustagihan kredit macet tengah dibahas bersama Menteri Koordinator Perekonomian serta Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara. Karena itu, rencana penghapustagihan kredit macet diperkirakan akan berlangsung hingga tahun 2005.

Akhir tahun lalu, total kredit macet BRI Rp 5,6 triliun, sementara kredit macet yang dihapus buku mencapai Rp 496 miliar. Direktur BRI, Gayatri Rawit Angreni, memperkirakan tingkat pengembalian (recovery rate) kredit yang akan dihapus tagih hanya 10 persen.

Dari keseluruhan kredit yang akan dihapus tagih, Rp 300 miliar akan dialokasikan bagi debitor yang berlokasi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Ini bertujuan agar debitor di daerah konflik tersebut masih dapat mempertahankan kelangsungan bisnis.

Tender 10 Blok

Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral melanjutkan proses tender sepuluh blok migas pada awal bulan ini. Kesepuluh blok itu pernah ditawarkan Oktober tahun lalu, namun ditunda karena menunggu aturan perpajakan untuk kontraktor bagi hasil sektor di sektor minyak dan gas.

Sepuluh wilayah kerja yang ditawarkan itu sebagian besar terletak di perairan (off shore), seperti di lepas pantai Laut Natuna, lepas Selat Makassar, lepas pantai Laut Arafura, dan lepas pantai Sulawesi Selatan.

”Dokumen penawaran akan kami terbitkan dalam minggu-minggu ini,” tutur Direktur Jenderal Minyak dan Gas Departemen Energi, Arifin Takhyan.

Untuk menarik minat investor mengembangkan daerah laut dalam, pemerintah menjanjikan sejumlah insentif. Bentuknya, kata Iin, bisa berupa kredit investasi atau perbedaan bagi hasil.

Bisnis DOC Dibuka

Ini tentu kabar yang melegakan bagi peternak ayam yang wilayahnya terserang flu burung atau biasa disebut avian influenza (AI). Departemen Pertanian menyatakan bahwa anak ayam atau day-old chick (DOC) dari daerah yang terserang wabah flu burung boleh diperdagangkan lagi mulai Juli mendatang.

”Perdagangan dibuka kembali setelah dilakukan vaksinasi dan evaluasi terhadap daerah yang pernah terkena wabah AI,” ujar Ketua Pusat Penanggulangan Krisis AI Departemen Pertanian, Tri Satya Putri Naipospos, pekan silam.

Tri, yang juga menjabat Direktur Kesehatan Hewan Departemen Pertanian, menjelaskan bahwa daerah yang dinyatakan bebas dari AI akan memperoleh sertifikasi monitoring antibodi.

Pembukaan kembali perdagangan DOC dilakukan sesuai dengan persyaratan kesehatan hewan, yang terdiri dari empat tahap. Pertama, DOC yang dijual harus berasal dari peternakan yang tidak memiliki lagi kasus AI selama 30 hari. Kedua, DOC yang dijual harus berasal dari induk yang sudah divaksinasi AI. Ketiga, induk harus lolos uji serologis yang dilakukan secara berkala. Keempat, DOC harus langsung dikirim ke tempat tujuan dan tidak diperbolehkan singgah di wilayah mana pun.

Indofood Kena Semprit

Setelah lebih dari dua tahun meneropong gerak-gerik PT Indofood Sukses Makmur Tbk., Komite Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyimpulkan perusahaan tersebut berpotensi menghambat persaingan di pasar mi instan.

Ada sejumlah indikasi yang diajukan oleh KPPU untuk menyokong ”vonis” tersebut. Alasan pertama adalah, raksasa mi instan tersebut mampu menjual produk dengan harga yang murah dengan memanfaatkan skala operasi, pengalaman, modal, serta bahan baku yang mereka miliki. Tak hanya itu, Indofood juga diketahui oleh KPPU memiliki kapasitas produksi yang lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik.

Indofood juga dinilai memandulkan persaingan karena memproduksi dan memasarkan mi instan dalam berbagai macam rasa dan merek. Selain itu, KPPU menilai Indofood mengangkangi pasokan terigu di pasar lokal sehingga menyulitkan pesaing mendapat bahan baku. Di sisi lain, para pesaing Indofood terpentok oleh regulasi saat hendak mencari bahan baku impor di luar yang disediakan oleh kelompok Indofood.

Dari data yang dikumpulkan pada tahun 2002, KPPU menyebut Indofood menguasai produksi dan pemasaran mi instan dari kelas teri sampai kelas kakap. Sekitar 88 persen mi instan yang terjual di pasar dalam negeri (setara dengan 9,8 miliar bungkus) merupakan produk Indofood. Pangsa pasar yang tersisa diperebutkan oleh produsen mi instan lain, seperti ABC, Jakarana, Sentrafood, Olagafood, dan Karunia Alam Segar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus