Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI memaparkan hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) Tahun 2023. Hasilnya, pemegang saham menyetujui aksi korporasi berupa pelaksanaan pemecahan saham beredar atau stock split.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Keputusan RUPS LB agenda pertama menyetujui pemecahan saham perseroan dengan rasio 1:2," ujar Agus Martowardojo dalam konferensi pers RUPS-LB secara daring pada Selasa, 19 September 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melalui keputusan tersebut, nilai nominal per Saham Seri A Dwiwarna dan Seri B berubah dari sebesar Rp 7.500 menjadi Rp 3.750, dengan catatan 1 saham Seri A Dwiwarna tetap dipertahankan sebagai saham Seri A Dwiwarna milik Negara Republik Indonesia dengan nilai nominal sebesar Rp 3.750.
Selain itu, 1 saham Seri A Dwiwarna menjadi 1 saham Seri B milik Negara Republik Indonesia, dengan nominal sebesar Rp 3.750 per saham. Sedangkan nilai nominal per Saham Seri C dari Rp 375 menjadi Rp 187,5.
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengatakan aksi korporasi ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan minat investor ritel untuk berinvestasi pada saham perseroan berkode BBNI, sekaligus memberikan dorongan positif pada perkembangan pasar modal di Tanah Air.
Dengan rasio tersebut, basis investor dapat lebih diperluas seiring dengan harga saham perseroan yang lebih terjangkau terutama bagi investor perorangan atau ritel. “Langkah ini diharapkan berdampak positif pada aktivitas perdagangan di Bursa Efek, sehingga mendorong likuiditas saham perseroan," kata Royke.
Adapun dalam tiga tahun terakhir, saham perseroan mendapat respon positif dari para investor. Harga saham perseroan pada penutupan perdagangan tanggal 31 Agustus 2023 tercatat di level Rp 9.175 per lembar, meningkat sebesar 79,9 persen dari posisi yang sama tiga tahun sebelumnya. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, harga saham perseroan meningkat sebesar 7,6 persen secara year on year (YoY).
Menurut Royke, aksi korporasi tersebut tidak mempengaruhi kecukupan modal dan kinerja keuangan perseroan. “Stock split juga tidak akan menyebabkan dilusi atau penurunan jumlah kepemilikan saham oleh pemegang saham perseroan," ujarnya.