Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bos Minyak Pilihan Rakyat

Pemerintah menjaring delapan calon direktur utama Pertamina untuk dinilai publik. Baihaki Hakim calon terkuat?

30 Januari 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Barangkali inilah ciri negara demokratis: menyerahkan semua urusan kepada suara rakyat. Lihat saja pemilihan direktur utama Pertamina. Perkara yang biasanya menjadi hak mutlak presiden itu, oleh Gus Dur, kini dilempar ke publik. Kamis pekan lalu, pemerintah menjaring delapan nama yang dianggap layak menduduki kursi nomor satu di Pertamina. Mereka adalah Baihaki Hakim (bekas presiden direktur Caltex), Erry Riyana Hardjapamekas (Dirut PT Timah), Hatta Radjasa (Ketua Fraksi Reformasi di DPR), Arifin Panigoro (pemilik perusahaan minyak Medco), Rachmat Sudibyo (Dirjen Migas), Bambang Subianto (bekas Menteri Keuangan), Jhon Karamoy (Dirut Medco), dan Qoyum Tjandranegara (Dirut PN Gas Negara). Delapan nama itu diserahkan Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina kepada DPR untuk digodok. Berdasarkan respons dari publik, DPR akan memilih tiga nama. Dari rekomendasi para wakil rakyat inilah, Presiden Gus Dur akan memilih satu nama—suka atau tidak suka. Dengan cara pemilihan berjenjang seperti itu, peluang Gus Dur—atau siapa pun yang punya pamrih untuk memilih orang yang bisa disetir—bakal makin tipis. Sudah bukan rahasia lagi, selama ini Pertamina dijadikan sumber duit kelompok tertentu. Pada zaman Soeharto, misalnya, Pertamina terpaksa meneken kontrak kerja dengan begitu banyak perusahaan Cendana—tanpa menghiraukan prinsip usaha yang efisien dan saling menguntungkan. Meskipun demikian, sejak pagi sudah terdengar sejumlah nama yang diunggulkan. Menurut sumber-sumber TEMPO, baik dari kalangan pemerintah maupun DPR, tiga nama yang akan masuk ke putaran terakhir adalah Baihaki, Erry, dan Arifin. Tapi, oleh sebagian kalangan, Arifin, yang merupakan salah satu tokoh di PDI Perjuangan, dikhawatirkan akan terlalu banyak membawa kepentingan PDIP. "Kader partai cenderung menjadi kasir kelompoknya sendiri," kata Priyo Budi Santoso, anggota DPR dari Fraksi Golkar. Arifin sendiri juga sudah mengisyaratkan keengganannya menjadi orang nomor satu di Pertamina. Katanya, ia merasa lebih nyaman menjadi anggota DPR agar bisa ngomong semaunya. "Jadi Dirut Pertamina lebih banyak dijitakin," katanya tertawa. Ia mengaku lebih menaruh perhatian terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Migas, yang menurut dia belum lengkap mencakup problematika perminyakan. Tak pelak, kandidat terkuat tinggal Baihaki dan Erry. Dari dua nama ini, Baihaki sementara memimpin. Jumat pekan lalu, Baihaki sudah ditanyai Gus Dur perihal kesediaannya memimpin Pertamina kelak, bila resmi ditunjuk. Baihaki sempat diajak bicara empat mata selama lima belas menit. Ketika itu, ia bersama empat pimpinan Caltex yang lain menghadap Presiden untuk melaporkan pergantian direksi. Menurut Presiden Direktur Caltex Pasifik Indonesia, Humayunbosha, yang juga ikut datang ke Istana, Baihaki sangat surprise dengan cara Gus Dur memilih pemimpin Pertamina. "Presiden punya kriteria yang jelas," kata Humayunbosha, menirukan Baihaki. Dan karena itu, Baihaki menyatakan kesanggupannya. Tapi, ini bukan berarti Baihaki merupakan calon jadi. Dalam perbincangan itu, Gus Dur tidak menyebut satu nama pun yang dijagokan. "Peluang semua calon sama, dan kejutan bisa terjadi," kata Juru Bicara Kepresidenan, Dharmawan Ronodipuro. Tapi Priyo menilai melambungnya nama Baihaki yang puluhan tahun menjadi profesional bisnis Caltex merupakan pertanda baik karena ia bukan orang partai. Namun, siapa pun yang kelak menjadi orang nomor satu di Pertamina, orang partai atau bukan, ada satu keharusan yang tak bisa ditawar: menjaga perusahaan minyak itu agar tidak lagi menjadi sapi perahan. Cara-cara bisnis yang boros dan tak efisien, pada zaman ini, tak mungkin dipertahankan. Apalagi jika kelak RUU Migas disetujui DPR. Dalam aturan main yang baru itu, Pertamina tak bisa lagi cuma menjadi "mandor" (dan mendapat duit) dari bisnis minyak investor asing di Indonesia. Selain harus bersaing melawan perusahaan asing yang jauh lebih besar dan efisien, Pertamina juga mesti berjuang untuk menjadi perusahaan minyak sejati. Yusi Avianto, I G.G. Maha Adi, Lea Tanjung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus