Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berjanji akan menindaklanjuti hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2018 yang baru saja disampaikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Salah satu yang akan ditindaklanjuti adalah peringatan dari BPK mengenai rasio utang pemerintah terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) yang meningkat sejak 2015.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca: Lelang 6 Sukuk, Pemerintah Serap Dana Rp 8,98 Triliun
"Beberapa temuan-temuan tentu akan kami tidak lanjuti sesuai dengan mekanisme yang selama ini kami juga atur," kata Sri saat ditemui usai menghadiri pembacaan laporan LKPP di sidang paripurna ke-18 di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 28 Mei 2019.
Secara prinsip, kata Sri, laporan keuangan pemerintah daerah memang belum terkonsolidasi. Sehingga, kalau kemudian ada perhatian mengenai utang, maka pemerintah akan mengatasinya dari sisi belanja pemerintah. "Apa yang disebut belanja modal, yang kemudian mempengaruhi ekuitas pemerintah, itu juga sangat dipengaruhi," ujarnya.
Selain itu, kata Sri, perhatian tak hanya pada utang, tapi juga pada komposisi belanja. Saat ini, sepertiga daru belanja pemerintah diarahkan untuk transfer daerah. Sehingga, tidak tercatat di dalam neraca pemerintah.
"Tentu saja ini akan mempengaruhi dari sisi kemampuan kita untuk menunjukan bahwa belanja pemerintah terlihat di dalam neraca keuangannya pemerintah pusat," kata dia.
Walau demikian, kata Sri, pemerintah menyambut positif hasil audit dari BPK karena status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) bisa dipertahankan berturut-turut 3 tahun. "Kami kita sangat serius menindaklanjuti temuan beberapa kementerian lembaga yang waktu itu masih disclaimer juga sudah positif," ujarnya.
Dari catatan BPK, peningkatan rasio utang ini tidak Iepas dari realisasi pembiayaan utang dari tahun 2015 hingga 2018. Perinciannya yaitu Rp 380 triliun pada 2015, Rp 403 triliun pada 2016, Rp 429 triliun pada 2017, dan Rp370 triliun pada 2018. "Ya memang masih di bawah (ambang batas), tapi kami warning kalau makin lama makin meningkat, hati-hati begitu," kata Moermahadi.
FAJAR PEBRIANTO
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini