Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan menyebut penambahan pagu anggaran subsidi listrik 2017 sebesar Rp 5,22 triliun tak sesuai dengan Undang-undang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2017. "Dan tidak berdasarkan pertimbangan yang memadai," kata Wakil Ketua BPK Bahrullah Akbar, Kamis, 31 Mei 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penambahan pagu anggaran subsidi listrik yang dipersoalkan BPK itu merupakan salah satu hasil pemeriksaan badan tersebut atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2017. Hasil pemeriksaan itu disampaikan dalam sidang paripurna DPR di Gedung Nusantara II hari ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Secara umum, hasil pemeriksaan menunjukkan realisasi belanja subsidi mencapai Rp 166,4 triliun. Artinya, realisasi belanja subsidi pada 2017 adalah 98,53 persen dari anggaran sebesar Rp 168,87 triliun. Dari realisasi itu terdapat belanja subsidi listrik Rp 50,59 triliun atau membengkak 111,50 persen dari anggaran sebesar Rp 45,37 triliun.
Pada 28 Desember 2017, Menteri Keuangan menetapkan revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) keempat dengan menambahkan anggaran subsidi listrik menjadi Rp 50,59 triliun. Adapun realisasi subsidi listrik Rp 50,59 triliun terdiri dari pembayaran subsidi tahun berjalan sebesar Rp 45,37 triliun dan pembayaran atas kurang bayar subsidi listrik 2015 sebesar Rp 5,22 triliun.
Sekretaris Jenderal BPK Bahtiar Arif menambahkan, pemerintah tak menganggarkan subsidi listrik 2017 dengan nilai Rp 5,22 triliun. Namun, pemerintah tetap membayar subsidi listrik Rp 5,22 triliun untuk tagihan 2015.
Saat dikonfirmasi BPK, kata Bahtiar, Kementerian Keuangan tak dapat menjelaskan payung hukum penambahan belanja subsidi listrik untuk membayar utang subsidi listrik tahun anggaran 2015 tersebut. Hasil pemeriksaan BPK juga memaparkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tak meminta persetujuan DPR atas perubahan DIPA dan realisasinya. "Istilahnya bayar tanpa ada anggaran. Dalam prinsip seharusnya ada anggaran yang disetujui DPR," ujar Bahtiar.
BPK merekomendasikan agar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatur mekanisme pertanggungjawaban atas penambahan anggaran pagu APBN subsidi di luar parameter yang ditetapkan bersama DPR.
Ditemui terpisah, Sri Mulyani angkat bicara ihwal BPK yang mempersoalkan penambahan pagu anggaran subsidi listrik tersebut. Setelah hasil audit BPK disampaikan kepada pemerintah, kata Sri Mulyani, maka pemerintah akan diminta melakukan penetapan. "Penetapan yang dimaksud apakah kelebihan atau kekurangan dari temuan BPK dibayarkan atau ditampung badan usaha terkait," ujarnya.