Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Greenpeace Kritik Kebijakan Sawit Prabowo: Melanggar Komitmen Menurunkan Emisi

Greenpeace Indonesia mengkritik sikap Presiden Prabowo Subianto yang meluaskan perkebunan sawit.

7 Januari 2025 | 12.22 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden Prabowo Subianto setelah menyampaikan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, 31 Desember 2024. ANTARA/Aprillio Akbar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Greenpeace Indonesia mengatakan rencana Presiden Prabowo Subianto untuk perluas lahan kelapa sawit, bertentangan dengan komitmen Indonesia dalam menurunkan emisi gas rumah kaca, sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Paris yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2016.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik mengatakan, pembukaan lahan sawit berpotensi meningkatkan deforestasi yang berdampak langsung pada krisis iklim. “Pembukaan hutan akan melepaskan emisi karbon dalam jumlah besar, memperburuk bencana iklim seperti kekeringan, banjir, dan kebakaran hutan,” ujarnya dalam keterangan resmi pada Selasa, 7 Januari 2025

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Iqbal menyebut alasan swasembada energi yang digunakan pemerintah sebagai dalih untuk perluasan lahan sawit tidak berdasar. "Kebijakan ini hanya menguntungkan segelintir pihak dari industri sawit, bukan masyarakat luas," tuturnya.

Rencana perluasan perluasan lahan untuk pangan dan energi, termasuk sawit, hingga 20 juta hektare dianggap jauh melebihi alokasi yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 7 Tahun 2021, yang hanya memperbolehkan 12,8 juta hektare hutan produksi konversi (HPK) untuk kebutuhan energi dan pangan.

Manajer Kampanye Bioenergi Trend Asia, Amalya Reza Oktaviani, menyatakan bahwa pembukaan hutan alam seluas 4,5 juta hektare saja dapat melepaskan emisi karbon hingga 2,59 miliar ton. “Di tengah ancaman krisis iklim, Indonesia tidak memiliki kemewahan untuk melakukan deforestasi. Kementerian Kehutanan seharusnya menyelesaikan tata batas kawasan hutan, bukan berbicara soal perluasan sawit yang justru memperburuk tata kelola lingkungan,” ucapnya dalam keterangan resmi pada Selasa, 7 Januari 2025.

Sawit dan Ancaman Kerusakan Ekosistem

Policy Strategist CERAH, Sartika Nur Shalati, menyoroti pernyataan Presiden Prabowo yang menyebut sawit tidak akan menyebabkan deforestasi. Ia menilai pernyataan tersebut keliru. “Kelapa sawit adalah tanaman monokultur yang menghancurkan keanekaragaman hayati, merusak struktur tanah, dan mengganggu sistem hidrologi alami hutan,” katanya dalam keterangan resmi pada Selasa 7 Januari 2025.

Ia juga memperingatkan bahwa perluasan lahan sawit akan mengancam ekosistem gambut, yang selama ini berperan sebagai penyerap karbon alami. Dengan sekitar 19 persen perkebunan sawit sudah berada di lahan gambut, ekspansi ini dikhawatirkan akan meningkatkan risiko kebakaran dan emisi karbon.

Rencana pengembangan biodiesel 50 persen (B50) yang menjadi bagian dari program swasembada energi nasional juga menuai kritik. Menurut Sartika, untuk mencapai target tersebut, diperlukan perluasan lahan sawit hingga dua kali lipat dari total lahan saat ini. Langkah ini tidak hanya memperburuk deforestasi tetapi juga menghambat percepatan transisi energi.

“Pemanfaatan bioenergi dari sawit dan biomassa di PLTU hanya memperpanjang usia penggunaan batu bara, yang seharusnya segera dipensiunkan,” kata Sartika. Ia menambahkan, kebijakan ini bertolak belakang dengan komitmen Presiden Prabowo di G20 terkait rencana penutupan PLTU dalam 15 tahun ke depan.

Para pakar dan aktivis mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan ulang rencana ekspansi lahan sawit dan fokus pada kebijakan yang lebih berkelanjutan. “Swasembada energi memang penting, tetapi jika harus mengorbankan hutan dengan konversi menjadi perkebunan sawit monokultur, itu langkah yang salah,” ujar Sartika.

Rencana ini, menurut para ahli, bukan hanya akan menggagalkan komitmen penurunan emisi, tetapi juga memperburuk kerusakan lingkungan di Indonesia, yang sudah menghadapi berbagai ancaman akibat perubahan iklim.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus