Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Broker VS Calo

Dengan didukung oleh INSA, Gaveksi dan badan angkutan laut Indonesia, PT Pasmindo (Pasar muatan dan kapal laut indonesia) didirikan untuk mengatasi masalah yang dihadapi pengusaha pelayaran dan EMKL.

21 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WAKIL Ketua Umum DPP-INSA (asosiasi pemilik kapal) Harun Rasidi lumayan sibuk. Hari-hari ini sering belum sejam ada di kantor dia sudah pergi. Sering pula dia pergi ke luar daerah. "Sembilan bulan saya sibuk, dan belum satu rupiah pun uang masuk," katanya pada Klarawijaya dari TEMPO. Dia aktif menyiapkan kelahiran satu usaha yang menangani soal muatan kapal laut yang kemudian diberi nama PT Pasar Muatan dan Kapal Laut Indonesia, disingkat PT Pasmindo. "Ada orang yang kaget dengan kelahiran Pasmindo, apa boleh buat, kita jalan terus," katanya lagi. Pasmindo didukung oleh INSA, GAVEKSI (asosiasi veem/EMKL) dan Badan Angkutan Laut Indonesia atau BALI. Tujuannya untuk mengatasi masalah yang dihadapi masyarakat pengusaha pelayaran dan EMKL/Veem. Perang tarip, merajalelanya permintaan korting, rebate, manipulasi golongan barang dan praktek lainnya -- semua itu dalam masyarakat pelayaran selama ini merugikan semua pihak, pemerintah, pengusaha, pemilik barang, bahkan juga buruh pelabuhan. Dalam hal terakhir misalnya pernah kapal Tampomas berangkat dari Tanjungpriok menuju Belawan. Kapal itu disebut membawa muatan 250 ton, tapi belakangan diketahui malah lebih dari 1000 ton. Siapa yang rugi? Jelas pengusaha pelayaran, pemerintah, juga buruh karena mereka dibayar berdasarkan berat yang dikatakan hanya 250 ton. Sekarang baru dua bulan Pasmindo berdiri. "Tak ada kesulitan," kata DirUt Harun. Sampai pekan ini, menurut Harun, Pasmindo sudah beroperasi di 14 pelabuhan: mulai dari Belawan, Padang, Palembang, Tanjung Priok, Semarang, Tanjung Perak, Ujungpandang sampai ke Pontianak, Ambon dan Ternate. Armadanya sekitar 450 kapal, punya kurang lebih 50 perusahaan pelayaran nusantara dan lokal. Alhasil, Harun beranggapan bisnis muatan untuk dalam negeri sudah "beres". Dia optimis akan bisa merintis obyek muatan untuk pelayaran samudera. Tidak Kompak Dari investasi yang direncakan Rp 1 milyar, saham dibagi 40% INSA, 40% GAVEKSI dan 20% BALI. Tidak jelas berapa ketiganya sudah menyetor. Dalam bekerja, ada beberapa tahap yang ditempuh Pasmindo pengumpulan (pooling) administrasi, fisik dan keuangan. Dari 14 pelabuhan yang dinyatakan sudah berkibar bendera Pasmindo, baru Tanjungpriok, Belawan, Padang dan Surabaya saja yang sudah sepenuhnya beres. Lainnya ada yang baru tahap pengumpulan administrasi di samping ada juga yang sudah meningkat ke tingkat pooling fisik. Pada pokoknya Pasmindo tak lain dari semacam usaha broker atau perantara. Pemilik barang, baik langsung atau melalui EMKL, menyerahkan urusan pemuatannya ke kapal melalui Pasmindo. "Memang ada orang luar yang dirugikan, yaitu calo," kata Harun. Bayangkan, praktek calo selama ini menawarkan jasa ruangan kapal kepada pemilik barang. Dia mengatakan, kapal susah. Orang itu lalu menyediakan diri mencarikan kapal asal harganya dilebihkan dari tarip resmi. Kontrak terjadi. Orang tadi menghilang sehari, menemui pemilik kapal. Di sini ia berkata tentang kurangnya muatan. "Ada, apabila anda mau kasih korting," kata orang tadi. Apa boleh buat pemilik kapal merelakan kapalnya dengan muatan yang ongkosnya di bawah tarip resmi. Maka sudah dari dua pihak calo tadi menerima keuntungan. Tak cukup dengan itu, hampir selalu calo yang sama datang pula ke pemilik kapal yang lain. Di sana ia mengatakan bahwa kapal anu sanggup menurunkan ongkos sampai sekian persen. Demi kapal tidak kosong atau nongkrong, pemilik kapal kedua banting tarip lebih rendah dari pemilik kapal pertama. "Begitulah, terjadi perang tarip sehingga yang untung hanya calo, sementara pemilik kapal, pemilik barang, dan pemerintah jelas rugi," Harun menyimpulkan. Bahwa pemilik kapal kurang memperhatikan pelayanannya kepada yang punya barang karena toh dia sudah dapat muatan dari Pasmindo, bukan mustahil akan terjadi. "Perusahaan pelayaran yang begitu, akan kita tinggalkan," menyela Imlhas Dyz, pembantu Harun. Namun belum semua orang yang sering berurusan dengan soal perhubungan laut mengerti Pasmindo. "Tujuannya belum jelas. Dari bahan-bahan yang sampai pada saya sekarang, ini merupakan alamat buruk bagi EMKL," ucap Soedaryanto, Direktur perusahaan EMKL PT Arpeni, Tanjung Priok. Lain pula komentar Haji Teuku Anwarsyah, Sekjen PB GAVEKSI, yang kebetulan duduk sebagai salah seorang Direktur PT Pasmindo mendampingi Harun. "Anggota GAVEKSI tak dipaksa bergabung dengan Pasmindo, tapi justru sebagai anggota GAVEKSI mereka seyogyanya bergabung," kata Anwarsyah. Rupanya masih ada anggotanya yang belum kompak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus