MEREKA datang pada saat pemerintah Indonesia sedang menggalakkan
ekspor non-minyak. "Kebetulan," sambut orang dari Hamburg,
pelabuhan utama di bagian utara Jerman Barat. "Cocok dengan
paket jasa kami," sambung orang dari Bremen, negara-bagian kecil
yang juga di sebelah utara Jerman Barat.
Hamburg dan Bremen saling bersaing dalam memajukan bisnis
pelabuhan masing-masing. Keduanya telah mengirim delegasi secara
terpisah ke Jakarta dalam Oktober ini.
"Anda tahu, bagian Hamburg dalarn perdagangan antara Republik
Federasi kami dan Indonesia mencapai 35% lebih," kata Senator
Helmut Kern pada TEMPO. Kern didampingi oleh dua pejabat tinggi
lainnya dari Hamburger Hafen und Lagerhaus Aktiengesellschaft
(HHLA).
Mereka berusaha menjual gagasan pada kalangan bisnis dan
pemerintahan di sini mengenai berbagai kemungkinan untuk
memperlancar arus angkutan laut dan perdagangan antara kedua
negara dan, tentu saja, dengan biaya lebih rendah dan supaya
lebih banyak melewati Hamburg. Mereka juga menawarkan fasilitas
bagi promosi ekspor dari Indonesia menuju pedalaman Jerman,
malah juga pasaran Eropa Barat umumnya. Kebetulan tujuan Hamburg
bagi ekspor Indonesia selama ini memang melulu untuk komoditi
non-minyak.
Bremen yang mengirimkan Dr Alexander Fischer dan dua pejabat
Handelskammer (Kamar Dagang) lainnya memakai cara seminar untuk
menjual gagasannya. Seminar itu dengan bantuan Ekonid,
organisasi kelompok perusahaan Jerman-lndonesia di Jakarta yang
bergerak semacam Kamar Dagang pula, dihadiri oleh para anggota
Kadin dan kaum eksportir Indonesia. Di situ orang-orang Bremen
menawarkan service package, bertujuan mempermudah Indonesia
memasuki pasaran Eropa melalui Bremen. "Cukup banyak kesempatan
yang belum tapi akan bisa dimanfaatkan oleh eksportir
Indonesia," kata Dr Fischer.
Kalau tidak untuk mengapalkan tembakau, Bremen ini belum begitu
dikenal oleh banyak eksportir Indonesia. Tapi Bremen
sesungguhnya mengimpor 20 kali lebih banyak dari Indonesia,
ketimbang ekspornya ke Indonesia.
Namun begitu, Indonesia merasa tak gembira karena defisitnya
yang besar dalam perdagangannya dengan Jerman Barat. Dibanding
nilai ekspor Indonesia tahun lalu ke sana yang berjumlah DM 889
juta, impornya dari sana mencapai DM 1100 juta. Defisit itu
cenderung makin besar, mengingat akan meningkatnya dana bantuan
pemerinuh dan kredit perbankan Jerman untuk Indonesia dalam
tahun-tahun mendatang. Semua program bantuan dan kredit itu akan
mengakibatkan bertambahnya ekspor barang modal Jerman ke
Indonesia.
Tapi Hamburg maupun lremen sekali ini datang bukan hendak
mendorong ekspor Jerman, melainkan justru mau membantu membuka
pasarannya bagi impor dari Indonesia. Dan untuk komoditi
non-minyak pula. "Inisiatif mereka,' kata seorang anggota Kadin,
"sungguh menantang kita."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini