Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bukan mau cuci tangan

Wawancara tempo dengan muchtar mandala, direktur utama bank bukopin mengenai kredit macet yang terjadi di bukopin.

20 April 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANKIR Muchtar Mandala lagi gundah. Bank Umum Koperasi Indonesia (Bank Bukopin), yang sejak satu setengah tahun silam berada di bawah pimpinannya, dilanda kesulitan likuiditas. Itu terutama disebabkan kredit macet Bukopin terakhir dikabarkan sudah membengkak menjadi Rp 185 milyar. Dan yang berutang paling besar adalah kelompok perusahaan yang lebih dikenal dengan nama Grup Kumbo. Berita hangat itu, yang berasal dari Rapat Anggota Tahunan (RAT) Bukopin, pecah di beberapa koran pekan lalu. Namun, Muchtar, yang sempat diwawancarai TEMPO Rabu malam lalu, membantah. "Hari ini kami menang kliring, dan deposito yang masuk ke Bukopin terus mengalir," katanya. Berikut adalah petikan wawancara khusus Direktur Utama Bukopin tersebut dengan Bambang Aji dari TEMPO. Mengapa sampai terjadi krisis likuidasi? Ah, itu tidak benar. Bukopin hanya kekurangan modal. Selama satu setengah tahun saya di Bukopin, memang ada masalah-masalah yang belum terselesaikan. Dan sebagian adalah warisan dari direksi lama. Tapi selama ini kan citra Bukopin membaik. Jadi, Bukopin tidak menderita kesulitan likuiditas? Tidak pernah. Bisa Anda lihat, selama ini Bukopin tidak pernah kalah kliring. Manajemen juga kompak. Dan jangan lupa, sudah banyak hasil yang dicapai Bukopin. Warisan direksi lama itu apa, sih? Ya, seperti kredit macet. Jumlahnya sekarang kurang lebih Rp 185 milyar. Salah satunya kredit macet di Grup Kumbo. Dulu jum lahnya Rp 37 milyar, tapi sekarang jumlahnya telah membengkak lagi karena ada beban bunga dan biaya lain-lain. Wah, kalau sudah segede itu, kapan uang itu bisa kembali? Masalah Kumbo ini hampir selesai. Tak lama lagi, uang itu akan kembali karena, setelah macet hampir setahun, jaminan milik Kumbo berupa gedung pertokoan di Krekot (kawasan perdagangan dekat Pasar Baru, Jakarta -- Red.) akan dilelang. Bisa laku berapa itu? Gedung itu ditaksir bisa laku Rp 45 sampai Rp 50 milyar. Nah, kalau uang ini nanti masuk lagi, berarti beban Bukopin agak mendingan. Mudah-mudahan begitu. Tapi omong-omong kredit yang macet kok bisa demikian besar? Ya, mungkin dengan suasana perekonomian seperti dulu, diperkirakan akan berhasil. Tapi nyatanya ekonomi tak begitu menggembirakan. Apalagi setelah ada kebijaksanaan pengetatan likuiditas pertengahan tahun lalu. Juga, kredit-kredit itu tak didukung oleh jaminan yang kuat, dan prosedur hukum yang benar. Jadi, menurut Anda, semua itu ulah direksi lama? Saya tidak mempermasalahkan direksi lama. Tapi, ini memang fakta. Ini hasil pemeriksaan oleh Bank Indonesia. Saya bukan mau cuci tangan. Seperti saya katakan tadi, permasalahan kredit macet ini bukan hal baru. Semua anggota dan pengurus sudah mengetahuinya. Sudah dua kali masalah itu dilaporkan oleh direksi Bukopin dalam RAT. Kredit macet ini apa berasal dari dana yang diberikan kepada koperasi? Sebagian besar, antara 70% dan 75%, merupakan kredit macet swasta. Koperasi lebih baik pengembaliannya. Kami tak bisa cepat menarik kredit macet ini karena harus melalui prosedur hukum. Selain itu, ada beberapa kredit yang jaminannya kurang, dan sebagian lagi karena kurangnya pengikatan yuridis. Kabarnya, Bukopin butuh injeksi modal untuk bisa memulihkan kemelut ini? Benar. Seperti yang tertuang dalam Paket Februari lalu, setiap kredit, apakah itu lancar atau tidak, harus didukung oleh sejumlah cadangan. Kalau lancar, misalnya, harus ada cadangan minimal 1% dari total aktiva produktif. Kalau diragukan, cadangannya 50% dari aktiva produktif yang diragukan. Nah, dalam RAT (Rapat Anggota Tahunan) Maret lalu, saya minta kepada anggota untuk memikirkan masalah ini. Hasilnya? Anggota Bukopin yang hadir dalam RAT sangat banyak, seluruh Indonesia mencapai 127 orang. Merekalah yang akan merumuskan jalan keluarnya. Tentu tak mungkin untuk meminta pendapat satu per satu. Maka, kami membentuk Tim Permodalan. Ketuanya Lili Kusumah, salah seorang anggota pengurus Bukopin. Jalan keluar apa yang ditawarkan oleh direksi? Direksi minta kepada Menteri Koperasi untuk memberikan tambahan dana dalam jangka lima tahun dengan bunga 6% setahun. Juga minta penurunan beban bunga dari kredit macet itu dari 18% menjadi 6%. Juga diusahakan memupuk tambahan modal melalui penambahan komponen harga baik pada penyaluran maupun pengadaan komoditi Bulog. Konsumen juga yang akhirnya ketiban pulung? Bukan begitu. Kami cuma minta agar dilibatkan dalam pemberian kredit kepada rekanan Bulog. Tapi ini kan baru alternatif. Jadi, Anda minta Bustanil Arifin. Wajar, dong, saya datang ke Pak Bus. Kalau masalah ini harus ditanggung oleh direksi, berat sekali. Kepala saya rasanya mau pecah. Saya minta agar bunga sub-ordinary loan tadi diturunkan, agar bisa membantu cost of fund yang tinggi. Kapan Anda lapor ke Pak Bus? Februari lalu. Pak Bustanillah yang mengajukan permohonan tadi ke BI. Kabarnya, ada tanggapan yang positif. Namun, bantuan apa yang akan diberikan oleh BI sampai sekarang belum jelas. Berapa tambahan modal yang dibutuhkan oleh Bukopin untuk memback-up kredit macet yang Rp 185 milyar? Kira-kira Rp 90 sampai 100 milyar, begitu. Dan berapa cadangan yang kini tersisa? Cadangan yang ada saat ini cuma Rp 3 milyar ....

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus