Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bumber rupiah sudah tembus

Nilai rupiah terhadap dollar mengalami depresiasi. kurs dollar AS terhadap rupiah naik dari Rp 970,- menjadi Rp 983,-. (eb)

13 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DEVALUASI rupiah baru berlangsung empat setengah bulan. Tapi kurs dollar AS terhadap rupiah sudah naik dari Rp 970 menjadi Rp 983 akhir pekan lalu. Dengan kata lain, sejak 30 Maret sampai 4 Agustus 1983, nilai rupiah telah mengalami depresiasi sebanyak 1,24% terhadap dollar. Ada yang menilai, turunnya nilai rupiah terhadap dollar itu sebagai suatu "devaluasi mini". Tapi seorang eksportir melihat dari segi lain: "Itu bumper rupiah sudah ditembus," katanya. Ketika rupiah didevaluasikan sebanyak 38%, beberapa pengamat menilai bahwa kurs baru yang ditetapkan setinggi Rp 970 itu sengaja dibuat untuk menahan gerakan dollar. Sedang, menurut perhitunlan. diduga kurs yang berimbang di hari devaluasi, 30 Maret, mestinya : berkisar sekitar Rp 935 untuk 1 US dollar. Sehingga kurs 970 membuat rupiah tak lagi dinilai berlebihan terhadap dollar, tapi sebaliknya dinilai kurang (under valued). Itu sedikit banyak diakui oleh Menteri Keuangan. Radius Prawira dalam suatu wawancara khusus dengan TEMPO. "Kita memerlukan suatu perkiraan yang lebih aman. Jadi memang harus ada bumper agar rupiah kita bisa bergerak lebih mudah." katanya (TEMPO 9 April). Ternyata bumper itu tak berlangsung lama. Timbul pertanyaan, sejauh mana merayapnya kurs dollar itu berasal dari faktor di dalam negeri, dan sejauh mana dipengaruhi faktor luar. Di dalam negeri, cadangan devisa Indonesia nampaknya cukup aman. Posisi pada akhir Juli lalu menunjukkan bahwa cadangan devisa yang dipegang Bank Indonesia berjumlah US$ 4,2 milyar, ditambah US$ 3,7 milyar yang dipegang bank-bank pemerintah dan swasta. Berarti masih cukup untuk 4 atau 5 bulan impor. Sekalipun demikian, kenyataan bahwa Indonesia akan mengalami defisit pada transaksi berjalan sedikitnya US$ 6,5 milyar dalam tahun anggaran sekarang, tetap memprihatinkan. Sebab, "bukan mustahil para spekulan sudah bersiap-siap bila menjelang akhir tahun ekspor tidak mencapai sasaran, dan impor tidak dapat ditekan seperti direncanakan," kata seorang pejabat ekonomi. Perkembangan kurs dollar teradap rupiah juga tidak bisa dilepaskan dari pengaruh internasional. Tingkat bunga di AS masih tetap tinggi, dan ada kecenderungan naik. Beberapa bank kecil di sana, seperti Bank Texas Group Inc., baru-baru ini sudah memasang suku bunga utama mereka menjadi 11%. Tingginya bunga di AS disebabkan beleid kredit ketat yang dilakukan Bank Sentral (Federal Reserve) untuk melawan inflasi. Sebab lain adalah defisit pada anggaran belanja pemerintah AS yang dalam tahun fiskal ini diperkirakan akan mencapai US$ 200 milyar. Untuk menutup defisit yang menganga itu, pemerintah AS akan mencari pinjaman di pasar uang. Kebutuhan pemerintah dengan begitu akan bertabrakan dengan kebutuhan bisnis (swastanya), yang memerlukan lebih banyak kredit untuk membiayai kegiatan ekonomi yang meningkat di sana. Dan permintaan kredit yang menaik itu, akan menaikkan suku bunga. Gubernur Bank Sentral AS, Paul Volcker, yang baru saja diangkat kembali, untuk masa jabatan kedua, menegaskan lagi di depan Kongres, perlunya mempertahankan inflasi yang rendah sekarang ini. Kata Volcker: "Kalau inflasi turun, tingkat bunga dengan sendirinya ikut turun." Maka dia mengimbau Kongres untuk lebih disiplin dalam penetapan anggaran belanJa. "Saya harapkan sesudah reses Agustus ini, Anda sekalian bisa mengontrol pengeluaran dan menggalakkan pemasukan, hingga defisit pada 1984 dan 1985 bisa berkurang," katanya. Tingginya suku bunga dollar AS menyebabkan para pemilik uang memindahkan dananya dari mata uang lain ke dollar. Sejak awal April sampai awal Agustus ini, mata uang DM mengalami depresiasi terhadap dollar sebanyak 7,68%, Franc Prancis merosot 7,82%, dan Gulden 6,72%. Sekarang dibutuhkan 8 Franc Prancis atau DM 2,69 untuk bisa membeli 1 dollar AS. Melihat kenyataan itu, Gubernur BI Arifin Siregar berpendapat, untuk menilai turunnya kurs rupiah, jangan cuma dikaitkan dengan dollar AS, tapi juga dengan sejumlah mata uang kuat lain yang termasuk dalam "basket" (keranjang) untuk menetapkan perhitungan kurs rupiah tadi. "Benar, rupiah mengalami depresiasi terhadap dollar, tapi di saat yang sama rupiah juga mengalami apresiasi terhadap beberapa mata uang kuat yang lain," katanya kepada TEMPO akhir pekan lalu. Arifin benar, sekalipun itu ada bahayanya untuk ekspor. Para importir di Eropa tentu kurang senang kalau harus membeli dengan lebih mahal barang yang mereka impor dari Indonesia. Dan sampai sekarang pasaran yang paling kuat untuk barang nonminyak dari Indonesia adalah Eropa. Terhadap Jepang, pembeli utama minyak Indonesia, kurs rupiah nampaknya mengalami depresiasi juga. Sebab, berbeda dengan kebanyakan mata uang negara kaya, Yen selama empat bulan itu hanya mengalami depresiasi sekecil 0,05% terhadap dollar AS. Berapa besarnya andil dari sekeranjang mata uang kuat di luar dollar itu ikut menentukan nasib kurs rupiah, sulit diduga. Para pejabat ekonomi yang ditemui pekan lalu, sampai sekarang enggan bercerita tentang itu. Tapi yang pasti, mereka bersepakat, bahwa yang paling dominan dalam "keranjang" itu adalah sang dollar AS jua. Kalau benar begitu, bisa diduga dalam tahun anggaran ini perbedaan dollar terhadap rupiah akan semakin melebar. Adalah Henry Kaufman, ekonom dari kantor akuntan dan konsultan Salomon Brothers Inc., yang di kalangan pengusaha dan bankir AS dianggap sebagai peramal yang berbobot, merasa bahwa suku bunga di negerinya Presiden Reagan itu akan naik terus. Kata Kaufman, laporan pertengahan tahun Bank Sentral jelas menunjukkan bahwa lembaga itu akan melakukan beleid yang bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi dalam waktu dekat. Ini berarti akan bertambahnya permintaan kredit untuk mendukung pertumbuhan itu. Sampai sekarang beleid suku bunga tinggi yang dipertahankan AS memang belum terasa benar di Indonesia. Belum nampak orang mulai asyik membeli dollar lagi seperti yang terjadi sebelum rupiah didevaluasi. Dan rupiah yang tadinya banyak diparkir di luar negeri dalam bentuk dollar, kelihatannya masih terus mengalir kembali ke pangkalan Indonesia. "Masih banyak orang yang menukarkan dollar ke rupiah untuk didepositokan," kata Direktur Panin Bank Fuady Mourad. Bisa dimengerti. Katakanlah sampai akhir tahun ini kurs dollar akan bertambah gengsinya lagi dengan 1,2% terhadap rupiah, para pemilik uang di sini tentu akan lebih senang mendepositokan uangnya dalam rupiah, karena bunga yang diperolehnya masih dua kali lipat dari bunga dollar. Jalan lain untuk menyelamatkan simpanan rupiah, apalagi kalau bukan beli tanah dan rumah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus