DEVALUASI rupiah baru berlangsung empat setengah bulan. Tapi
kurs dollar AS terhadap rupiah sudah naik dari Rp 970 menjadi Rp
983 akhir pekan lalu. Dengan kata lain, sejak 30 Maret sampai 4
Agustus 1983, nilai rupiah telah mengalami depresiasi sebanyak
1,24% terhadap dollar. Ada yang menilai, turunnya nilai rupiah
terhadap dollar itu sebagai suatu "devaluasi mini". Tapi seorang
eksportir melihat dari segi lain: "Itu bumper rupiah sudah
ditembus," katanya.
Ketika rupiah didevaluasikan sebanyak 38%, beberapa pengamat
menilai bahwa kurs baru yang ditetapkan setinggi Rp 970 itu
sengaja dibuat untuk menahan gerakan dollar. Sedang, menurut
perhitunlan. diduga kurs yang berimbang di hari devaluasi, 30
Maret, mestinya : berkisar sekitar Rp 935 untuk 1 US dollar.
Sehingga kurs 970 membuat rupiah tak lagi dinilai berlebihan
terhadap dollar, tapi sebaliknya dinilai kurang (under valued).
Itu sedikit banyak diakui oleh Menteri Keuangan. Radius Prawira
dalam suatu wawancara khusus dengan TEMPO. "Kita memerlukan
suatu perkiraan yang lebih aman. Jadi memang harus ada bumper
agar rupiah kita bisa bergerak lebih mudah." katanya (TEMPO 9
April).
Ternyata bumper itu tak berlangsung lama. Timbul pertanyaan,
sejauh mana merayapnya kurs dollar itu berasal dari faktor di
dalam negeri, dan sejauh mana dipengaruhi faktor luar. Di dalam
negeri, cadangan devisa Indonesia nampaknya cukup aman. Posisi
pada akhir Juli lalu menunjukkan bahwa cadangan devisa yang
dipegang Bank Indonesia berjumlah US$ 4,2 milyar, ditambah US$
3,7 milyar yang dipegang bank-bank pemerintah dan swasta.
Berarti masih cukup untuk 4 atau 5 bulan impor.
Sekalipun demikian, kenyataan bahwa Indonesia akan mengalami
defisit pada transaksi berjalan sedikitnya US$ 6,5 milyar dalam
tahun anggaran sekarang, tetap memprihatinkan. Sebab, "bukan
mustahil para spekulan sudah bersiap-siap bila menjelang akhir
tahun ekspor tidak mencapai sasaran, dan impor tidak dapat
ditekan seperti direncanakan," kata seorang pejabat ekonomi.
Perkembangan kurs dollar teradap rupiah juga tidak bisa
dilepaskan dari pengaruh internasional. Tingkat bunga di AS
masih tetap tinggi, dan ada kecenderungan naik. Beberapa bank
kecil di sana, seperti Bank Texas Group Inc., baru-baru ini
sudah memasang suku bunga utama mereka menjadi 11%. Tingginya
bunga di AS disebabkan beleid kredit ketat yang dilakukan
Bank Sentral (Federal Reserve) untuk melawan inflasi. Sebab
lain adalah defisit pada anggaran belanja pemerintah AS yang
dalam tahun fiskal ini diperkirakan akan mencapai US$ 200
milyar.
Untuk menutup defisit yang menganga itu, pemerintah AS akan
mencari pinjaman di pasar uang. Kebutuhan pemerintah dengan
begitu akan bertabrakan dengan kebutuhan bisnis (swastanya),
yang memerlukan lebih banyak kredit untuk membiayai kegiatan
ekonomi yang meningkat di sana. Dan permintaan kredit yang
menaik itu, akan menaikkan suku bunga.
Gubernur Bank Sentral AS, Paul Volcker, yang baru saja diangkat
kembali, untuk masa jabatan kedua, menegaskan lagi di depan
Kongres, perlunya mempertahankan inflasi yang rendah sekarang
ini. Kata Volcker: "Kalau inflasi turun, tingkat bunga dengan
sendirinya ikut turun." Maka dia mengimbau Kongres untuk lebih
disiplin dalam penetapan anggaran belanJa. "Saya harapkan
sesudah reses Agustus ini, Anda sekalian bisa mengontrol
pengeluaran dan menggalakkan pemasukan, hingga defisit pada 1984
dan 1985 bisa berkurang," katanya.
Tingginya suku bunga dollar AS menyebabkan para pemilik uang
memindahkan dananya dari mata uang lain ke dollar. Sejak awal
April sampai awal Agustus ini, mata uang DM mengalami depresiasi
terhadap dollar sebanyak 7,68%, Franc Prancis merosot 7,82%, dan
Gulden 6,72%. Sekarang dibutuhkan 8 Franc Prancis atau DM 2,69
untuk bisa membeli 1 dollar AS.
Melihat kenyataan itu, Gubernur BI Arifin Siregar berpendapat,
untuk menilai turunnya kurs rupiah, jangan cuma dikaitkan dengan
dollar AS, tapi juga dengan sejumlah mata uang kuat lain yang
termasuk dalam "basket" (keranjang) untuk menetapkan perhitungan
kurs rupiah tadi. "Benar, rupiah mengalami depresiasi terhadap
dollar, tapi di saat yang sama rupiah juga mengalami apresiasi
terhadap beberapa mata uang kuat yang lain," katanya kepada
TEMPO akhir pekan lalu.
Arifin benar, sekalipun itu ada bahayanya untuk ekspor. Para
importir di Eropa tentu kurang senang kalau harus membeli dengan
lebih mahal barang yang mereka impor dari Indonesia. Dan sampai
sekarang pasaran yang paling kuat untuk barang nonminyak dari
Indonesia adalah Eropa. Terhadap Jepang, pembeli utama minyak
Indonesia, kurs rupiah nampaknya mengalami depresiasi juga.
Sebab, berbeda dengan kebanyakan mata uang negara kaya, Yen
selama empat bulan itu hanya mengalami depresiasi sekecil 0,05%
terhadap dollar AS.
Berapa besarnya andil dari sekeranjang mata uang kuat di luar
dollar itu ikut menentukan nasib kurs rupiah, sulit diduga. Para
pejabat ekonomi yang ditemui pekan lalu, sampai sekarang enggan
bercerita tentang itu. Tapi yang pasti, mereka bersepakat, bahwa
yang paling dominan dalam "keranjang" itu adalah sang dollar AS
jua.
Kalau benar begitu, bisa diduga dalam tahun anggaran ini
perbedaan dollar terhadap rupiah akan semakin melebar. Adalah
Henry Kaufman, ekonom dari kantor akuntan dan konsultan Salomon
Brothers Inc., yang di kalangan pengusaha dan bankir AS dianggap
sebagai peramal yang berbobot, merasa bahwa suku bunga di
negerinya Presiden Reagan itu akan naik terus. Kata Kaufman,
laporan pertengahan tahun Bank Sentral jelas menunjukkan bahwa
lembaga itu akan melakukan beleid yang bisa mempercepat
pertumbuhan ekonomi dalam waktu dekat. Ini berarti akan
bertambahnya permintaan kredit untuk mendukung pertumbuhan itu.
Sampai sekarang beleid suku bunga tinggi yang dipertahankan AS
memang belum terasa benar di Indonesia. Belum nampak orang mulai
asyik membeli dollar lagi seperti yang terjadi sebelum rupiah
didevaluasi. Dan rupiah yang tadinya banyak diparkir di luar
negeri dalam bentuk dollar, kelihatannya masih terus mengalir
kembali ke pangkalan Indonesia. "Masih banyak orang yang
menukarkan dollar ke rupiah untuk didepositokan," kata Direktur
Panin Bank Fuady Mourad.
Bisa dimengerti. Katakanlah sampai akhir tahun ini kurs dollar
akan bertambah gengsinya lagi dengan 1,2% terhadap rupiah, para
pemilik uang di sini tentu akan lebih senang mendepositokan
uangnya dalam rupiah, karena bunga yang diperolehnya masih dua
kali lipat dari bunga dollar. Jalan lain untuk menyelamatkan
simpanan rupiah, apalagi kalau bukan beli tanah dan rumah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini